Cerpen Cinta dan Benci


Malam hari yang sepi tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahku. aku melihat jam, pas pukul 20.00. bapak dan ibu juga belum datang, mereka masih kerja di toko. Pulangnya kan biasanya jam 9 malam, tapi kok…, aduh aku jadi takut. Siapa ya.. tok tok tok. pintu diketuk lagi. aku takut, bingung, dubuka apa enggak ya. Ya udah deh. Akhirnya aku membuka pintu rumahku perlahan-lahan. Setelah pintu terbuka. aku terkejut, yang tambah bikin aku terkejut lagi, ternyata yang datang itu adalah Vian. Vian. cowok itu. Ngapain dia datang malam-malam sendirian begini? Gimana dia tahu rumahku? dan kenapa dia terlihat serius banget?


Vian adalah cowok keren di sekolah. Dia punya wajah yang ganteng banget. Hidungnya mancung. matanya indah banget. Tubuhnya tinggi, dia juga berasal dari keluarga kaya. Pokoknya keren abis deh. jadi nggak heran kalau dia disukai banyak cewek, tak terkecuali aku. Tapi sayangnya dia nggak sekelas sama aku. dia kelas Xll ipa 1, sedangkan aku kelas ipa 11 jadi ya aku Cuma bisa lihat dia dari jauh.


Suatu hari, waktu jam istirahat di depan kelas, aku kaget banget. Tiba-tiba Lia, anak kelas X11 ipa 1, teman sekelas Vian, yang juga suka sama vian, menyodorkan aku sebuah buku. lho itu kan buku yang aku cari, kok bisa ada di tangan Lia, sih. “Ini buku lo kan?” “iya, ini memang buku aku, memangnya kenapa?” tanyaku. Aku mencoba mengambil bukuku itu, tapi dicegah olehnya. “eh tahu nggak sih, lo itu nggak pantes dapetin Vian.” katanya sambil menunjuk foto vian yang terselip di dalam bukuku. Aku memang diam-diam memotret Vian. “Vian itu pantesnya sama gue. lo nyadar, dong. dasar cewek culun.” bentaknya. Tak sadar teman-teman mengerubungi kami. Tiba-tiba “ada apa nih?” Waduh… itu suara Vian. Aku deg-degan banget “Vian. ini ni ada cewek nggak tahu diri, berani-beraninya dia nyimpen foto kamu Nggak mungkin kan kalo dia suka sama kamu.” Aduuh.. aku semakin deg-degan. Aku malu banget. tapi apa salahnya sih kalau aku suka sama orang, toh aku juga manusia. “Eh, kamu, memangnya kamu siapa? berani-beraninya kamu suka sama aku, yang pantes sama aku itu Cuma Lia. Selain pinter dia juga cantik, kaya, nggak kayak kamu udah jelek. culun. miskin lagi nggak ada bedanya sama ortu lo itu”. Aku gemeteran. Keringat dingin keluar dari sekujur tubuhku. Aku meresa malu dan juga sedih. Tak terasa air mataku menetes. Aku menyambar bukuku dan langsung pergi dari neraka yang menyedihkan itu.


“sabar ya, Ven.” Kata Fika, menenangkanku. Nggak nyangka aku mendengarkan sendiri kata-kata itu dari orang yang selama ini aku sukai. Begitu menyakitkan, begitu menyedihkan, membuatku yang rendah ini jadi semakin rendah. Orang yang selama ini aku anggap ramah dan baik, ternyata adalah orang yang sombong dan suka menghina orang lain. Aku tahu aku beraal dari keluarga sederhana, dan bisa sekolah di sekolah mahal ini karena aku mendapatkan beasiswa. Mulai saat itu, rasa cintaku pada Vian sudah tidak ada lagi dan berubah menjadi rasa benci yang sangat dalam. Setitik cinta memang akan membuat seseorang sangat bahagia, tetapi sedikit goresan akan membuat luka yang teramat pedih. Dialah orang yang paling aku benci di sekolah dan juga teman-temannya yang menyebalkan itu. Aku tidak peduli, walaupun setiap hari mereka menghinaku dan juga orangtuaku dengan kata-kata yang menyakitkan hati. Aku membiarkan mereka mengatakan apapun terhadapku. Aku tidak akan membalas mereka dengan cara yang sama. Itulah sifatku. Jika ada orang ataupun teman yang menyakitiku, aku tidak akan membalasnya, tetapi aku juga tidak akan memaafkannya. Tugasku sekarang ini adalah belajar, tak peduli apapun yang terjadi.


Sabtu siang saat aku pulang sekolah, aku melihat Vian dan Lia pulang sekolah bareng, naik motor. Aku tetap berjalan, tidak mempedulikan mereka, bagiku itu sudah biasa.




“Vian” Vian diam saja, aneh banget.. “Vian kenapa malam-malam lo kesini?” tanyaku. Tapi dia tetap diam, aku jadi kesal. “Eh, ini udah malam, gue lagi belajar, emangnya lo mau apa, sih?” Vian tetap diam, dia tetap diam, dia juga terlihat pucat sekali. tapi aku nggak peduli. Aku kesal banget, terpaksa aku tutup pintunya. Saat aku mau tutup pintunya, tiba-tiba “ini kan malem minggu, ngapain kamu belajar?” tiba-tiba dia bicara. “bukan urusan lo. Malem minggu, mau belajar, kek, itu terserah gue, dong. Emangnya lo mau apa sih, malem-malem begini datang ke rumah gue, ha, kalo nggak ada perlunya, memdingan lo pulang aja. deh.” “Ven gue ada perlu sama lho.” “hah, sama gue. Bukannya lho selalu sama Lia.” “iya tapi sekarang Lia lagi sakit” “Trus lo tinggalin cewek lo sendirian.” “iya gue tahu, tapi sekarang gue mau ngomong sama lho gue…” “ngomong sama lo, nggak penting tahu. Udah deh aku mau tidur, udah malam. ngantuk.” “Ven gue mohon banget.” “emangnya apaan, sih.” “Ven, sebenernya gue kesini mau minta maaf sama lo, gue sadar, gue salah, gue sombong, gue selalu menghina lo di depan temen-temen.” Tumben nih cowok mau minta maaf. “iya, bener lo emang lo cowok paling sombong sedunia, gue juga minta maaf karena gue nggak bisa maafin lo, sekarang mendingan lo pergi dari rumah gue, gue udah bosen sama muka lho.” “Vin gue mohon, vin. kalo lo nggak mau maafin gue gue nggak bakalan pergi dari sini” Apa nggak mau pergi dari sini. Waduh.. kalau bapak dan ibu sampai tahu aku pasti dimarahin. “Vin, gue mohon banget.” Vian terus memaksaku untuk memaafkannya dia menangis dan berlutut di hadapanku. Aduh.. gimana ya Entah kenapa aku jadi kasihan sama Vian, sampai nangis dan berlutut juga. “Ya udah deh, gue maafin lo, tapi lo janji ngak akan ngelakuin kesalahan lo lagi.” “iya, Ven gue janji. Makasih ya. Makasih banget udah maafin gue”. Kemudian aku masuk rumah.


Jam 5 pagi. Kriing. “Halo, Ven, apa kabar?” “baik, maaf ini siapa ya?” “gue Vian.” “Eh, ngapain lo telfon gue?” “enggak, kok gue Cuma ingin tahu aja kabar kamu gimana.” Jam 7 pagi. Kriiing. Kriiing. Telfon berbunyi lagi. Ternyata dari Vika “halo, Ven eh lo udah denger berita nggak?” “Berita apaan?” tanyaku. “itu. tu teman kita, Lia dan Vian kecelakaan kemarin, si Lia kritis, terus Vian, Vian meninggal, Ven sore kemarin.” “apa jangan bercanda. deh?” “iya gue serius, bahkan sekarang pemakamannya, udah deh memdingan sekarang lo kesini kalo nggak percaya” “oh, iya deh”. Jantungku berdetak dengan cepat … ‘Hah Vian meninggal. sore hari, Terus yang tadi malam datang ke rumah siapa? terus yang telfon aku tadi pagi…?’ Perasaanku jadi nggak karuan.


Tanpa pikir panjang aku langsung ke pemakaman, dan ternyata benar, yang meninggal itu memang Vian, tertulis jelas pada nisan. Aku tetep nggak percaya kalau Vian sudah nggak ada. Semua orang di pemakaman itu sudah pulang dan tinggal aku sendirian. Tiba-tiba aku terkejut karena ada yang menepuk pundakku. Saat aku menoleh aku tambah terkejut karena yang menepuk pundakku ternyata adalah Vian. Ia pakai baju putih yang sama kayak tadi malam, tetapi dengan wajah ceria. “terkejut, ya, maaf yang tadi malam gue ganggu lo, sebenernya gue udah meninggal, dan gue nggak bisa pergi dengan tenang karena gue harus minta maaf dulu sama lo, trim ya udah maafin gue dan udah mau datang di pemakamanku, sekarang gue bisa pergi dengan tenang.” “Ven sekali lagi terimakasih. ya.” katanya dengan tersenyum. Aku pun membalas senyumannya. Ia pun menghilang. Vian, semoga kamu tenang di alam sana.


TAMAT


Cerpen Karangan: Hastarika Purwitasari

1 comment:

  1. Segera bergabung dan bermain dengan kami hanya di Saranapelangi dengan kartu yang baik untuk kemenangan anda setiap harinya.

    Saranapelangi Menyediakan :
    *8 Games 1 User ID (New Games *Bandar66*)
    *Bonus Turnover 0.5% Dibagikan Setiap Harinya
    *Bonus Referral 20% Seumur Hidup
    *Minimal Deposit & Withdraw : 20.000

    Info Lebih Lanjut :
    - Website : saranapelangi<.dot>link
    - BBM : 2B47BB9C
    - Line : csnini
    - CALL (Whatsapp) : +85581508599

    ReplyDelete

Informations From: Omnipoten

Featured post

Melihat Melalui Mata yang Berbeda

Melihat Melalui Mata yang Berbeda Aku melihat melalui matamu. Dan ketika saya melakukannya, dunia semuanya biru, ungu dan hijau. Warnanya s...