Akibat Jajan Sembarangan


Sudah dua hari ini Imah tidak berangkat ke sekolah, padahal dia itu anak yang rajin dan sebelumnya tak pernah begini sehingga aku beserta Ana dan Afga berencana mengunjunginya usai pulang sekolah.

“Kring!!!”, suara bel masuk berbunyi dan kami pun segera masuk ke dalam kelas.
Siang harinya sesuai janji kami, maka aku pun menunggu teman-temanku di samping pintu gerbang sekolahan.
“Kemana ya mereka?”, ku tunggu sembari memainkan kubik yang aku bawa.

Tiba-tiba mereka mengejutkanku dan berteriak, “Dor!!!, kaget ya?”.
“Apaan si kalian, mengagetkanku saja, coba kalau aku jantungan..”, seruku.
“Maaf, maaf, Di. Maafin ketelatan kita juga ya? Soalnya tadi kita mampir dulu ke ruang guru untuk mengumpulkan tugas dari Pak Marno”, pinta Ana dan Afga.
“Iya, pasti aku maafin kalian. Tenang aja”, Balasku seraya memberi senyuman kepada mereka.

Sebelum kami ke rumah Imah, kami sempat mampir ke warung untuk membeli roti, bahkan Afga juga sempat membeli es karena kehausan.

Tak terasa kami telah sampai di depan pintu rumah Imah, kami pun mengetuk serta mengucapkan salam.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara “Wa’alaikumussalam” dan pintu mulai terbuka.

“Adi, Ana dan Afga rupanya. Silahkan masuk dan duduk dulu ya”, saran Bu Ina, Ibunya Imah.
Kami duduk, sedangkan Ibunya Imah pergi.
“Mungkin memanggil Imah”, pikirku dan ternyata benar sebab kami melihat Imah keluar menghampiri kami. Dia terlihat kurus dan wajahnya tampak pucat sehingga kami menuntunnya ker uang tamu.

Mendadak dia berkata, “Afga, jajannya dijaga. Jangan jajan sembarangan gitu!” sembari mengarahkan telunjuknya ke arah kantong es yang Afga bawa. Sedangkan Afga menjawab, “kenapa? Aku kan kehausan” dengan polosnya.

“Kamu tahu?”, ucap Imah yang membuat kami penasaran dan kamipun menggelengkan kepala secara bersamaan.
“Tahu apa?”, tanyaku.
Dan Imah menjelaskan bahwa dia sakit karena jajan sembarangan, termasuk minum es seperti yang sedang Afga bawa.
“Ya ampun..”, seru Afga berikut menjauhkan sedotan dari bibirnya.

Imah juga memberi tahu kami kalau lebih baik kita membawa bekal dari rumah sendiri sebab itu lebih bersih dan terhindar dari zat berbahaya bagi tubuh, seperti: zat pewarna yang berlebihan, boraks atau bahkan formalin. Padahal, formalin itu digunakan untuk mengawetkan mayat.
“Astaghfirullahal’adzim, aku kan belum mau jadi mayat”, seru Afga.
“Iya, aku juga gak mau”, sahutku.
“Kalau gitu, besok aku bawa bekal aja dari rumah”, ucap Afga.
Dan kami pun sependapat dengan Afga.

Ternyata selain menjenguk sobatku itu, aku juga jadi tahu kalau kita memang gak boleh jajan sembarangan, lagian lebih baik bawa bekal dari rumah, terus uang sakunya bisa ditabung untuk keperluan yang lebih bermanfaat.

“Imah, lekas sembuh ya”, ucap kami sebelum pulang.
“Insya Allah aamiin allahumma amiim. Makasih ya teman-teman”, jawab Imah.
“Besok kamu jadi masuk sekolah kan? Belajar juga buat ulangan matematika. Semangat!!”, kata Ana.
“Insya Allah siap boss, moga kita dapat seratus lagi ya, aamiin”, jawab Imah.
“Aamiin, Semangat!”, seru kami.

Alhamdulillah perjalanan kami di hari itu berakhir dengan senyuman dan semangat untuk menghadapi ulangan di esok hari.

Cerpen Karangan: Adinta Asfiratun Husna
Facebook: Adinta Husna

No comments:

Post a Comment

Informations From: Omnipoten

Featured post

Melihat Melalui Mata yang Berbeda

Melihat Melalui Mata yang Berbeda Aku melihat melalui matamu. Dan ketika saya melakukannya, dunia semuanya biru, ungu dan hijau. Warnanya s...