Cerpen 1 Minggu


“Hahahaha apa?, mentang mentang lo tau gue gak akan tinggalin lo, jd lo belaga suruh gue istirahat?” Lagi-lagi caci maki terucap dari mulut Hani untuk kakaknya Cipta. “Uwes toh ndok, sabar” tiba-tiba bi Ira menyeletuk, Dengan kesal Hani menuju kamarnya dan masuk lalu mengunci kamarnya.
“Permisi, Ada apa non dengan non Hani.”, tanya bi Ira kepada Cipta. “Hani capek bi urusin saya, saya juga ngerasa bersalah karena saya cacat. Seharusnya di usia dia yang remaja, saya sebagai kakak bisa membimbingnya dan membahagiakannya, bukan menyusahkannya karena Bapak dan mama memintanya untuk mengurus saya” jawab Cipta dengan nada lemah dan sedikit tersedu karena ia menangis. “Cipta mohon, bibi jangan ikut campur kalau dia lagi ngamuk sama saya”. Lalu Cipta segera mendorong roda kursi rodanya menuju kamar.

Sesampai di kamar, “Heh lo tuh lumpuh!, percuma cantik, pinter dan intinya keliatan perfect tapi gak bisa jalan hahahaha!”, Cipta terhantui oleh ejekan dari Hani untuk dirinya saat ia mengantarkan beberapa buku pelajaran yang tertinggal di kamarnya seminggu yang lalu. Cipta sadar, yang membuat Hani begini adalah dirinya sendiri, dan ia tidak mungkin menyakahkan Hani karena ia menyayangi Hani luar biasa, ia pun sadar akan kekurangan yang dimilikinya.

“De, ke kamar kakak dong. Lanjutin lagi kalau belum puas. Bi Ira udah disuruh diem”, Cipta memBBM Hani.
40 menit setelah di BBM, Hani hanya me read saja tanpa ada respon apapun. Akhirnya Cipta memutuskan untuk menghampirinya.

“De, buka pintunya”, Sesampai di depan pintu kamar Hani, dengan nada lemah Cipta mengetuk pintu. Akhirnya tak lama Hani membukakan pintu, saat itu wajah Hani sembab. “Kamu nangis?, maafin kakak ya. Udah, kakak bakal bilang ke Bapak sama mama biar kakak sendiri aja”. “Alah diem lah lo, sialan”, jawab Hani dengan kasar. “Ya udah ya udah, boleh kakak minta waktunya?”, “masuk kalo lo butuh”. Akhirnya Hani mengizinkan Cipta berbicara empat mata dengannya di kamarnya yang sedikit berantakan dengan patahan beberapa bolpoint.

“kakak tau kok, kamu males ya urusin kakak, kamu malu ya kakak cacat?”, Tanya Cipta sambil memegang tangan adiknya, serta membelai halus rambut Hani dan senyum. “Kok diem?, iya kan?, kakak tau kok jawabannya. Hmmm, nggak apa-apa. kakak minta maaf sama kamu ya, selama ini kebahagiaan kamu tersita karena orang cacat yang gak jauh adalah kakaknya kamu sendiri. kakak janji, setelah bapak dan mama pulang kerja, kakak bakal bilang ke mereka kalau kakak gak mau diurus dede lagi, dengan alasan kakak malu sama dede”. Setelah pembicaraan itu, Citra mulai menitihkan air mata dan terus memandang adiknya, menunggu adiknya menjawab perkataan yang telah ia ucapkan berdasarkan hati.
“iya kak, aku gak mau urusin kakak, aku juga malu kalau kakak ke sekolah, aku malu kalau cowok yang aku suka bakal tau kakak cacat. Aku gak mau satupun di antara mereka tau kakak. Sedangkan kata mama, satu minggu lagi ulang Tahun-ku bakal dirayain di rumah. Mama dan bapak kan harus ke Perth lusa, dan dua minggu mereka disana. Mereka bilang, sebagai pengganti mereka, kakak yang gantiin. Aku gak mau kak, demi Tuhan aku gak mau!, mana temen-temen pada nanya kakak-ku yang mana!”, jawab Hani sambil mematahkan bolpoint terus menerus serta cucuran air mata.
“Dede gak mau?, dede sama sekali gak mau akuin kakak?, iya nggak apa-apa de. kakak mau kamu seneng, kamu kunci kakak aja di gudang atas saat ulang Tahun kamu. Dan kamu bayar aja orang lain untuk jadi kakakmu saat ulang Tahun mu tiba. Biar kalau ditanya mana kakak, bisa dijawab sama dede, kalau yang orang sempurna yang dibayar itu kakaknya dede”, Cipta menangis semakin menjadi-jadi. “De, makasih ya”, akhirnya ia meninggalkan kamar Hani dengan senyumnya walau serta tangisan.
Rasa sesal telah berbicara seperti itu sangat menghantui Hani, karena berdasarkan kejujuran Hani, kakaknya, Cipta, adalah orang yang sangat disayang setelah Bapak dan mamanya.

Singkatnya, satu minggu telah berlalu, tiba saatnya Hani merayakan ulang tahunnya yang jatuh pada hari Minggu bulan satu. Cipta, Hani dan bi Ira juga pak supir, telah memperbincangkan apa yang harus dijalankan. Pertama, mulai dari memasukan Cipta ke gudang atas, karena kamarnya akan digunakan oleh kakak palsunya. Sebelumnya Cipta tidak merayakan ulang Tahun adiknya, Cipta telah menyiapkan satu kado kecil yang manis untuk adiknya, tak lupa ia meminta Hani berkenan untuk dipeluk dan dikecup sayang olehnya. Setelah itu, Hani tak ingin basa-basi, ia memasukan Cipta ke dalam ruangan gelap dan penggap karena hanya tersedia satu jendela. Dan Hani kekeuh membawa satu-satunya kunci gudang, agar tak ada yang bisa membukakan pintu untuk Cipta.

Setelah cantik dirias oleh perias khusus, Hani dan kakak palsunya (cipta palsu) telah siap menunggu tamu. Pak Supir, dan bi Ira sibuk bekerja dengan profesi masing-masing. Bi Ira dengan pembantu sewa menyiapkan persiapan pesta, pak Supir menjemput beberapa sahabatnya Hani, tak lupa ia menjemput Iwan, lelaki yang disukai Hani.

Singkatnya, acara segera dimulai, semua tamu undangan telah duduk rapi di depan Hani dengan membawa kado masing-masing.

“Happy birthday to you, Happy birthday to you”, “selamat ulang tahun”, “tiup lilin”, “panjang umur”. Lagu itu terdengar di telinga Cipta, ia menangis luar biasa karena ia ingin merayakan ulang Tahun adiknya, namun Hani sama sekali tidak berkenan Cipta hadir.

Acara satu persatu telah berjalan dengan mulus, hingga akhirya sore hari menjelang malam telah tiba, sehingga tamu undangan satu per satu mulai pulang.
Yang terakhir tersisa adalah Iwan dan sahabat Hani, mereka memuji kakak palsunya atau Citra palsu, karena Citra palsu ini sangat cantik.

Akhirnya setelah semua pulang, Hani segera membuka gudang untuk menjumpai Citra. Untuk berterimakasih padanya. “Kakak hehehe!”, Hani berteriak kencang sambil lari ke arah gudang dan membuka pintunya. Tiba-tiba…, “biii Iraaa!!!, kakak!!!”. Hani histeris melihat lumuran darah dan melihat kakaknya tergeletak di lantai. Lalu Hani menyeret kakaknya. “Ya ampun kenapa Cipta non?!”. Mereka histeris dan mengecek keadaan Cipta, ternyata, semua telah terlambat. Cipta kini telah tiada, entah apa yang terjadi padanya”. Isak tangis luar biasa sangat terlihat dari Hani. Ia menyebut dirinya bodoh luar biasa, sebab karena ulahnya, Cipta telah pergi dan ia pasti akan sangat merindukan Cipta.

Sebulan setelah kejadian tersebut, Hani masih terhantui rasa bersalah, penyesalan luar biasa, dan rasa rindu teramat dalam pada sang kakak. Surat yang diberikan kakaknya, tidak sanggup ia baca. Kado pun belum ia buka. Dan kini ia beranikan diri untuk membuka kado, ternyata berisi kalung emas bertuliskan “Hani”, dan ia memberanika diri lebih untuk membaca surat yang pas kebetulan saat itu ia berada di peristirahatan terakhir kakaknya. Berisi :

“Dee, selamat ulang Tahun. Kakak cuma bisa kasih kado kecil itu untuk dede, kakak harap dede suka ya, kakak mau dede bahagia selalu. Maafin kakak karena selama ini waktu dede tersita untuk orang cacat, dan dede malu karena kakak. kakak harap rasa itu sekarang telah tertepis dan dede kembali tenang.
Sekali lagi selamat ulang tahun ya dede, walau kakak gak bisa ikut merayakannya, kakak akan mengintip dari atas, dari sela sela ventilasi udara. kakak bisa kok berdiri untuk melihat betapa bahagianya dede bersama cowok yang dede suka, bersama sahabat dede, dan bersama kakak palsu dede. De, panjang umur, sehat selalu, dan bahagia ya. kakak sayang kamu lebih dari hidup kakak. Love you ~”

Tamat

Cerpen Karangan: Shania Marcela
Facebook: Shania Marcela

No comments:

Post a Comment

Informations From: Omnipoten

Featured post

Melihat Melalui Mata yang Berbeda

Melihat Melalui Mata yang Berbeda Aku melihat melalui matamu. Dan ketika saya melakukannya, dunia semuanya biru, ungu dan hijau. Warnanya s...