Skip to main content

Cerpen AHS


Ctik, ctik, ctik…
Seseorang di depan komputer itu mengetikkan sederet huruf pada keyboardnya, fokus tatapannya tanpa suatu niat untuk teralihkan.


Log in


Klik.


Setelah memasukkan email dan passwordnya, dia mengetik tombol log in tepat di sebelah kotak password untuk memasuki akun facebooknya. Hingga sesaat kemudian, tampilan monitornya menampilkan beranda facebooknya.


Tau AHS?


Dia menyerngitkan alisnya, saat sebuah kata terlintas pada layar komputer di hadapannya, lebih tepatnya pada beranda facebooknya.


AHS… Rasanya dia pernah mendengar itu di suatu tempat.


“Apa itu?” gumannya kemudian.


Dilanda rasa penasaran yang tinggi, campur aduk dengan rasa keantusiasan untuk membaca artikel itu… Dia membuka web tersebut dari beranda facebooknya.


AHS, atau singkatan dari Alien Hand Syndrome merupakan suatu penyakit langka dimana orang yang menderitanya tidak bisa mengendalikan tangannya sendiri sesuai keinginannya. Penyakit ini menyebabkan si penderita kerap kali menyakiti diri sendiri atau bahkan orang lain dengan tangannya sendiri. Bahkan ada yang sampai mencekik diri sendiri sangking ekstremnya penyakit ini.


“Mana mungkin…” dia, menghelakan nafasnya dalam setelah membaca artikel absurd nan konyol itu. Menurutnya, orang yang menulis ini kemungkinan sedang mengada-ada, dan hanya bertujuan untuk menipu pembacanya.


Untuk selanjutnya, dia meng-close tab web tersebut tanpa membaca alenia terakhir pada artikel tersebut.


Karena bosan, setelah log out dari Facebooknya, dia mematikan komputernya dan beranjak dari kursi yang dudukinya menuju ke arah kamarnya.


Cklek.


“Eh?”


Dia tersadar sesaat setelah tangan kanannya membuka pintu kamarnya. Bukan sengaja, tapi sebelum ada niat untuk menggerakkan tangan, tangannya secara tiba-tiba bergerak sendiri membukakan pintu.


“Serius…” dengan beberapa tetes keringat dingin menetes dari keningnya, dia mulai memastikkan tangannya itu masih baik-baik saja atau tidak dengan cara menggerak-gerakkan tangannya.


Detik berikutnya, dia bernafas lega karena tangannya itu masih normal-normal saja. Dia anggap yang tadi hanya suatu reflek.


Dia pun memasuki kamarnya, kali ini dengan tangan yang dapat terkendali.


Malam hari, waktu yang tepat untuk mengerjakan PR. Dengan tangan yang memposisikan jari untuk memegang sebuah pena, dia mulai menuliskan satu persatu kata dalam bukunya.


Sret, sret.


Dia mulai mengerjakan PR-nya dengan lancar-lancar sampai saat ini.


Sret, sret, sret.


Tiba-tiba sebelah alisnya naik, saat tau tangannya terus menulis tanpa henti dengan sendirinya. Tidak, ini sungguhan. Dia bersumpah kalau sekarang dia merasa tidak sedang mengendalikan tangannya.


Sret, sret, sret!


Tangan itu terus menulis, menulis tanpa henti yang membuatnya bertambah takut. Tangan kirinya yang menganggur, memegang erat pergelangan tangan kanannya kuat-kuat, berusaha menghentikan tangan satunya untuk tidak bergerak.


“Tanganku kenapa?!” dia berteriak sawan, manakala tangan kanannya itu sudah dirasa tak terkendali. Terus, terus. Tangan kanannya itu terus menuliskan sesuatu yang tidak ingin ditulisnya hingga serasa selembar lebih kertas cukup ditulisnya.


Sekarang waktunya kamu untuk mati.


Dia memandang horor ke arah kertas dengan tulisan serupa hasil kerja tangan kanannya, membuatnya yang dilanda ketakutan level tinggi meneguk ludah susah payah.


Dengan paksa ia tarik pergelangan tangan kanannya itu, hingga dirasa cukup panas dan memerah pergelangannya.


“Tanganku… Tanganku…!”


CRAT


“ARRRGGGHH!!”


Ujung pena itu mengarah ke matanya, menusuk bola matanya sebelum dia ada kesempatan menututup matanya. Darah segar mulai mengalir, membasahi pipinya serta tangannya. Tak tahan dengan rasa sakit, dia menarik tangan kanannya itu paksa dari matanya, lalu memegangi sebelah matanya itu dengan tangannya.


“Akhh… Akkkkhh!”


Sementara mata yang sebelah mengalirkan darah, mata yang sebelah masih sempat memandang horor ke arah tangan kanannya yang ikut berlumuran darah. Untuk kali ini saja, rasanya tangannya itu dapat terkendali.


Lagi, sesaat tangannya bisa terkendali, tiba-tiba tangan itu kembali bergerak, kali ini menuju ke arah cutter yang tepat ada di atas meja.


“Ap— HEGH!!” sebelum sempat berkata, tangan kanannya yang tengah memegang cutter itu menuju lagi ke arah lehernya, kali ini meninggalkan goresan panjang dekat urat nadi lehernya. Nafasnya terengah-engah, kali ini beruntung hidupnya karena tangan kirinya itu berhasil menghentikan tangan satunya, walau harus mengabaikan sementara mata dengan tetesan darah itu.


‘AHS menyebabkan si penderita kerap kali menyakiti diri sendiri—’


Tiba-tiba terlintas di otaknya, sederetan kata yang sempat dibacanya siang ini. AHS… Kenapa gejala ini mirip dengan tangannya sekarang—


… Jangan-jangan, tangannya—


CRASSSH


Darah mengalir, disertai dengan beberapa cipratan darah dari lehernya. Ternyata, cutter itu telah menusuk dalam lehernya, membuatnya yang masih tersadar akan apa sebenarnya arti AHS itu, mendadak terkulai lemas dan dengan kepala yang ambruk di mejanya.


Dengan tangan kanan yang menggenggam cutter itu, otomatis kepalanya yang menimpa tangan itu seketika membuat cutter itu menembus hingga ke belakang lehernya.


Matanya berkunang-kunang, hingga akhirnya pandangannya mendadak jadi hitam. Gelap… Masih dengan leher yang tertembus cutter itu, dia merasa hidupnya mulai berakhir di detik ini.


Oh, ya.


Dia baru ingat kalau di rumah ini, dia hanya tinggal seorang diri.


Cerpen Karangan: Nisrina Delia Rosa
Facebook: Nisrina Delia Rosa
Bagi yg sudah membaca, saya sangat mengharapkan kritik dan sarannya, walau hanya sekedar komen biasa saya harap Anda mengirimkannya komentar Anda ke facebook saya. Yah, sebagai tanda kalau Anda telah membaca cerpen saya. Terima kasih.


Sedikit catatan disini:


AHS itu benar-benar ada, walau efeknya tentang ‘menyakiti diri sendiri’ tidak separah di cerpen ini.


regards,


Nisrina DR

Comments

Popular posts from this blog

The Painting of Destiny

"Are you sure of this, Navan?" The old pirate stared at King Mannas' chief merchant. However, his bright emerald green eyes sparkled with laughter. "The information came from Daoud, one of my former crew members, when I was ravaging the coastal villages of Vyrone." Navan smiled at the expression crossing Gerrod's face, whose family had fled from one of these villages. The Iron Falcon was a legend and parents had always used the threat of its crew and its flaming-haired captain to scare naughty children into sleeping and behaving differently. Gerrod quickly recovered and smiled. "Then he must be a man to be trusted, indeed." "Ah!" cried Navan. "Daoud will take the coin from the mouth of a dead man while it is still warm. I trust him only because he knows the fate of him who lies to me." I may have made him captain when I decided to infiltrate King Mannas' court, but he still knows who is in charge. "We must tell ...

Good Morning America is a popular

Good Morning America is a popular morning news show that airs on ABC. It has been a staple in American households since its debut in 1975. The show covers a wide range of topics including news, entertainment, lifestyle, and pop culture. With its team of talented hosts and reporters, Good Morning America provides its viewers with the latest updates on current events and trending stories. One of the things that sets Good Morning America apart from other morning shows is its lively and energetic atmosphere. The hosts, including Robin Roberts, George Stephanopoulos, Michael Strahan, and Lara Spencer, bring a sense of fun and camaraderie to the show. They engage with their audience and each other in a way that feels genuine and relatable. In addition to its engaging hosts, Good Morning America also features a variety of segments that cater to a diverse audience. From cooking demos and fashion tips to celebrity interviews and human interest stories, the show offers something for everyone. Wh...

The liz hatton

The liz hatton is a unique piece of headwear that has been gaining popularity in recent years. This hat is characterized by its wide brim and low crown, which gives it a distinctive and fashionable look. The liz hatton is often made of materials such as wool, felt, or straw, making it a versatile accessory that can be worn in various seasons. One of the key features of the liz hatton is its versatility. This hat can be dressed up or down, making it suitable for a range of occasions. Whether you're going for a casual look or a more formal outfit, the liz hatton can easily complement your ensemble. Additionally, the wide brim of the hat provides excellent sun protection, making it ideal for outdoor activities such as picnics or garden parties. In terms of style, the liz hatton can be compared to other types of hats such as the fedora or the boater. While these hats may have similar silhouettes, the liz hatton stands out for its unique shape and design. The low crown and wide brim of ...
  • Gwen

    Gwen Chapter One Gwen, you’re running out of time is 7:30 already, what re u doing?” dad called on Gwen who was having a hard time deciding whether or not she was going to attend kin luck high school. It was really a mind blowing tale. Relocating to this up land town was really a bad choice. She had... Readmore

  • Sidestepping

    Sidestepping Jean could almost feel a tangled, matted knot of emotions tugging and tagging at her thoughts, and none of them were especially pleasant. This wasn’t how it was supposed to be on your Golden Wedding Anniversary! And though of course they’d had rows, and of course there had bee... Readmore

  • Ella Builds a Home

    Ella Builds a Home For as long as she could remember, Ella Brodie had been expected to take after her grandmother. And Ella could remember pretty far back, though she never claimed, as some who wrote autobiographies did, to have perfect recollections of what people uttered over her while she wa... Readmore

  • Pictured Feelings

    Pictured Feelings “Okay, Class,” Mr. Morton announced. “Today we are going to be talking about time capsules. We’ll learn what they are, what they’re used for, and then on Friday we’re gonna make our own.” The classroom air filled with questions, whispering, and general enthusiasm from the excited f... Readmore

  • Maps

    Maps “Why is it that my mind goes through so many dark alleyways at 3 a.m., when I am kept from sleep, not as a cause but as an effect?” I said, twirling a pipe cleaner around my thumb. “Write it down, then go back to it,” my therapist said. “Where should I keep it?” “Anywhere. Next to your bed, und... Readmore

  • ELIGIBLE PAST

    ELIGIBLE PAST Thursday, 28th September 2006 11:45 PM Dear diary, I have always been a startled awakener. Be it any situation I go to bed to, I always find myself waking up covered with sweat, my pillows thrown about the room and my bed sheet in disarray, which seemed odd considering I never rec... Readmore

  • The Efficient World—A letter to someone from the Last Known Blue Planet

    The Efficient World—A letter to someone from the Last Known Blue Planet It was what you can call an old men’s club gathered in a Park. A sign declares that it’s a park. The Park lies amidst tediously landscaped complexes. The Park has, on its bio-programmed grass, growth-programmed playpens for 12- ... Readmore

  • Waktu adalah Esensi

    Waktu adalah Esensi Adela telah menawarkan untuk membuat kapsul waktu untuk yang lain di grup, hanya saja mereka tidak menyebutnya begitu. Mereka menyebutnya peti harta karun, karena apa yang akan ditempatkan di dalamnya dan disegel dengan hati-hati setidaknya selama satu abad adalah harta mereka. I... Readmore

  • Mengapa Saya?

    Mengapa Saya? "Kamu sekarang adalah Raja Lopaland!" diucapkan kepada semua yang menghadiri acara tersebut. Mahkota ditempatkan di kepala Elmgudren, dan segera ada tepuk tangan meriah. Banyak kebahagiaan, tetapi bukan dari daya tarik utama itu sendiri. Orang yang sekarang menjadi Raja tidak melihat k... Readmore

  • Mimpi Pemimpi Luar Angkasa

    Mimpi Pemimpi Luar Angkasa Otot-otot di wajahnya menegang. Pembuluh darahnya mulai menonjol dan dia mengepalkan tinjunya dengan keras. Saya bersandar padanya dan kami terus menonton. Monstrositas manusia. "Yah ... Apakah Anda siap untuk pergi?" Tanyaku, masih menatap kekacauan itu. "Entahlah. Jujur ... Readmore