Skip to main content

Cerpen Ayah



'Kamu jadi anak lelaki tidak boleh cengeng,' perkataan itu yang sampai sekarang masih terngiang-ngiang di telingaku dan selalu ke luar dari mulut ayah di saat aku kecil meminta sesuatu barang atau ketika aku kalah dalam berkelahi dengan temanku.
'Kamu nanti akan jadi 'pagar' keluarga,' kata-kata itu juga sering dilontarkan ketika aku beranjak dewasa sampai berumah tangga.
Saat itu aku pun bertanya 'pagar' yang dimaksudnya itu, kemudian dia menjelaskan tradisi Minangkabau bahwa pagar itu melindungi kaum wanita di keluargaku yang satu sepersukuan.
'Kaum wanita itu harus engkau jaga, memang engkau sebagai lelaki tidak akan mendapatkan tanah pusako, tapi peranannya adalah menjaga,' kalimat itu ke luar dari mulutnya di saat aku mengeluh.

Perkataan ayah memang sangat menyentuh hati, dirinya tidak perlu memarahi dengan kata-kata kasar, tapi cukup dengan beberapa patah kata yang sarat makna filosofisnya. Sampai aku berumah tangga pun, ayah masih selalu memberikan wejangan-wejangan agar aku tidak tergelincir dalam kehidupan dan kuat dalam menghadapi berbagai prahara kehidupan.

Dari raut mukanya yang sarat dengan perjalanan hidupnya itu, selalu menjadi teman di saat aku berduka. Meski cukup bertelepon untuk menanyakan keadaan aku di tanah rantau, tapi engkau akan selalu merasakannya baik di tengah suka dan duka.

'Papa tidak meminta engkau banyak-banyak, hanya satu engkau jangan tinggalkan shalat lima waktu,' perkataan itu kembali muncul.
Karena dari shalat itulah kamu akan mendapatkan petunjuknya dengan tetap berikhtiar meminta kepada Allah SWT hingga berputar kembali ke masa awal kuliah ketika aku diterima di perguruan tinggi negeri, di saat itu keadaan ekonomi keluarga tengah menurun hingga dalam kondisi terpepet untuk membayar uang pendaftaran ulang yang tinggal hanya menyisakan dua hari lagi.
'Engkau Shalat Tahajud meminta tolong kepada Allah SWT,' katanya.
Ayah juga merelakan diri harus meminjam ke kanan kiri berangkat ke Jakarta dari Bandung dini hari, hingga pada keesokan harinya dia sudah tiba kembali di rumah dengan wajah tersenyum. 'Alhamdulillah, besok kamu bisa daftar ulang,' ungkapnya dengan penuh makna.

Entah karena takut kehilangan yang sedemikian besar, membuat aku selalu terjaga dari tidur dan menengok ke kamarnya setiap aku tengah pulang kampung di Lubuk Alung, Pariaman. Dia tidur begitu tenang di samping Ibu, wajah yang sudah dipenuhi dengan keriput terutama di bagian giginya seiring banyaknya gigi yang sudah tanggal dan rambutnya yang sudah menipis hingga kulit kepalanya terlihat jelas terkena sorotan lampu kamar, sesekali mengeluarkan dengkuran halus karena keletihan seharian bekerja di ladang.

Sesekali jari telunjukku diletakkan di bawah hidungnya untuk merasakan hembusan nafasnya, dia pun terjaga sesaat kemudian melanjutkan mimpinya.
Ya… ya aku benar-benar takut akan kehilangan seorang sosok ayah yang menjadi tumpuan kaki ketika melangkah, dirinya bisa menjadi teman bisa menjadi sosok sebagai pelindung di kala tengah menghadapi kesusahan dalam menjalani hidup.
'Yah, bagaimana kabarnya, sehat kan,' hampir dua hari sekali aku mencoba bertelepon.
'Beginilah kalau sudah tua? Ada saja masalah gak enak badan. Maklum umur udah 74 tahun lebih,' ujarnya dengan nada suaranya yang parau.
Meski usianya sudah tua, namun Ayah selalu tetap energik dan tidak mau diam selalu saja ada yang dikerjakan dari mengurus kandang ayam sampai memetik kopra dan kopi yang bisa menambah uang asap dapur di samping mendapatkan kiriman dari kami anak-anaknya yang berada jauh di rantau.

Kekhawatiran yang berlebihan itu membuat istriku cemburu karena perhatian hanya diarahkan dari pihak laki saja sedangkan dari pihak keluarganya dinilai tidak diperhatikan.
Ada saja yang dipermasalahkan dari saat aku mengirim uang, istriku langsung mengeluarkan wajah cemberut bahkan tega tidak mau menegur hampir satu hari penuh. 'Kalau mau berbagi harus adil juga, kasih dong orangtua saya juga,' ketusnya saat aku meminta pertimbangan jika berencana menyisihkan uang untuk orang tua di Padang.
Saat aku menyela, 'Ibu… tidak salahnya kita menyisihkan uang untuk orang tua, tokh aku juga mengirim uang untuk keluargamu,'
'Pokoknya harus adil, titik…,' tandasnya kembali memotong pembicaraan saat menjelaskan rencana itu mengirim uang.
Ada saja yang selalu dipermasalahkan dari perhatian yang berlebihan terhadap ayah dan ibuku itu.

Sebenarnya aku juga mencoba untuk bersikap adil seperti setiap Lebaran sudah dipastikan membeli barang dari sandal sampai baju koko maupun baju muslim untuk ibuku, seragam dengan kedua orang tua istriku.
Terkadang kalau berbelanja untuk Lebaran, aku sengaja mengajak istriku untuk turut memilih-milih pakaian mana yang layak untuk dibelikan untuk kedua orang tua.

Sebenarnya aku tetap yakin istriku tetap menyayangi kedua orang tuaku, maupun sebaliknya aku juga sayang kepada kedua orang tua istriku. Mungkin hanya faktor komunikasi saja yang membuat kecemburuan itu tetap berjalan.
Salah satunya saat dirinya pernah mendapatkan tugas ke Padang, dirinya rutin menengok ayah dan ibuku serta selalu memberikan perhatian lebih dari membelikan kebutuhan sehari-hari sampai terkadang membelikan pakaian.
Kembali aku teringat kembali akan nasehat ayah yang saat ini wajahnya yang semakin dipenuhi dengan keriput dan pandangan mata yang sudah mulai kabur itu. 'Jadi laki-laki kamu jangan cengeng dan hadapi semua rintangan. Jangan sekali-kali kau mengeluh. Engkau adalah imam keluarga,' katanya dari balik telepon.

Awal April 2010
Suasana di sudut perkantoran kawasan Blok M, Jakarta Selatan, sore itu memang agak berbeda, entah saat itu perasaan saja atau memang suasananya yang kurang baik dengan angin yang cukup kencang hingga pepohonan palem yang memayungi jalan di perkantoran itu bergoyang-goyang bak penari yang mengikuti alunan gending sedih.

Suasana pun semakin syahdu dengan langit yang menghitam bercampur abu-abu, namun hujan sedari siang tidak turun juga.
Trrrttt.. ttrrrttt… trrrttt… nada getar handphone ku berbunyi terlihat nama ibu di monitor hp.
'Ayah sakit, udah tiga hari susah nafas, kalau jalan pun harus terbungkuk-bungkuk,' suara ibu seperti nada panik mengabari kondisi ayah.
'Sudah dibawa ke dokter hari kemarin, sudah dikasih obat tapi tidak ada perubahan. Sekarang mau dibawa ke rumah sakit di Padang. Minta doanya aja ya,' sambung ibu.
Entah terbawa suasana khawatir atau tanda-tanda akan terjadi sesuatu hal, di tengah perjalanan pulang melewati kemacetan jalan di Pancoran. Tiba-tiba saja motorku ditabrak motor dari belakang.

Tepat pukul 00.00 WIB, ibu menelepon kembali yang mengabarkan kondisi ayah yang sudah kritis. 'Minta doanya saja ya, sudah susah nafas,' katanya.
Dari handphone lamat-lamat terdengar suara ayah yang meminta tolong untuk diambilkan pispot. 'ma… ma… tolong pispot,'.

Pukul 04.30 WIB atau tepat Adzan subuh Jumat dini hari, dering handphone berbunyi di saat di tengah kekhawatiran. 'Ayah sudah meninggal barusan, ayah sudah meninggal,' suara ibu yang mencoba menahan tangis.

Pukul 13.00 WIB, hujan gerimis memayungi Lubuk Alung mengiringi saat keranda jenazah dibawa oleh warga dari masjid kampung yang berjarak sekitar 100 meter ke tanah makam.
Tanah masih merah, aku berdoa di samping makam bersama anakku si Guevarra. Aku pun memberikan nasehat 'Kamu anak lelaki jangan cengeng, kamu adalah pagar keluarga. Kamu harus berani dalam menghadapi rintangan apapun,'.

Bekasi, 8 Mei 2013
Riza Fahriza (penikmat karya sastra)

Cerpen Karangan: Riza Fahriza

Comments

Popular posts from this blog

The Painting of Destiny

"Are you sure of this, Navan?" The old pirate stared at King Mannas' chief merchant. However, his bright emerald green eyes sparkled with laughter. "The information came from Daoud, one of my former crew members, when I was ravaging the coastal villages of Vyrone." Navan smiled at the expression crossing Gerrod's face, whose family had fled from one of these villages. The Iron Falcon was a legend and parents had always used the threat of its crew and its flaming-haired captain to scare naughty children into sleeping and behaving differently. Gerrod quickly recovered and smiled. "Then he must be a man to be trusted, indeed." "Ah!" cried Navan. "Daoud will take the coin from the mouth of a dead man while it is still warm. I trust him only because he knows the fate of him who lies to me." I may have made him captain when I decided to infiltrate King Mannas' court, but he still knows who is in charge. "We must tell ...

Good Morning America is a popular

Good Morning America is a popular morning news show that airs on ABC. It has been a staple in American households since its debut in 1975. The show covers a wide range of topics including news, entertainment, lifestyle, and pop culture. With its team of talented hosts and reporters, Good Morning America provides its viewers with the latest updates on current events and trending stories. One of the things that sets Good Morning America apart from other morning shows is its lively and energetic atmosphere. The hosts, including Robin Roberts, George Stephanopoulos, Michael Strahan, and Lara Spencer, bring a sense of fun and camaraderie to the show. They engage with their audience and each other in a way that feels genuine and relatable. In addition to its engaging hosts, Good Morning America also features a variety of segments that cater to a diverse audience. From cooking demos and fashion tips to celebrity interviews and human interest stories, the show offers something for everyone. Wh...

The liz hatton

The liz hatton is a unique piece of headwear that has been gaining popularity in recent years. This hat is characterized by its wide brim and low crown, which gives it a distinctive and fashionable look. The liz hatton is often made of materials such as wool, felt, or straw, making it a versatile accessory that can be worn in various seasons. One of the key features of the liz hatton is its versatility. This hat can be dressed up or down, making it suitable for a range of occasions. Whether you're going for a casual look or a more formal outfit, the liz hatton can easily complement your ensemble. Additionally, the wide brim of the hat provides excellent sun protection, making it ideal for outdoor activities such as picnics or garden parties. In terms of style, the liz hatton can be compared to other types of hats such as the fedora or the boater. While these hats may have similar silhouettes, the liz hatton stands out for its unique shape and design. The low crown and wide brim of ...