Cerpen Pesan Untuk Kekasihku

"Enda..."

Suara pangilan yang di dengarnya, ia menoleh melihat siapa yang memangil namanya ternyata Arinda teman Aritsyah yang juga teman nya tapi lain jurusan, Enda mengambil jurusan agama sedangkan Arinda dan Aritsyah mengambil jurusan IPA. Mereka dahulu sewaktu kelas satu satu kelas dan sangat akrab. Enda merupakan cowok yang paling top disekolah disebabkan ilmu agama yang dimiliki. Selain itu, ia pintar tilawah dan ceramah sehingga banyak teman-tmannya yang bertanya ilmu agama kepadanya dan yang paling membuat Enda dikenal adalah kefasihan dalam berbahasa Arab apalagi baca kitab kuning.
"Ada apa, Rin?" Tanya Enda seraya memandang Arinda.
"Gue Cuma mau kasih ini, titipan dari Ariotsyah."
"Titipan apa?"
"Soal yang kemarin, 'kan Syah ngak masuk, makanya dia nanya soalnya dia ngak sempet temui kamu karena ada kesibukan di rumah makanya dia nulis di kertas yang sengaja tadi kusuruh bungkus amplop."
"O, begitu."

     Tanpa sungkan dan basa-basi lagi Arinda bertanya tanpa soal perasaan Enda kepada Aritsyah.
"Enda, kamu naksir ya sama Syah. Kalau naksir gue bantuin buat pedekate biar lebih deket." Kata Arinda seraya senyum mengharap respon dariEnda.
Tapi Enda hanya tersenyum seraya mengambil amplop dari tanggan Arinda, lalu ia berusaha memberikan tanggapan tentang ucapan Arinda.
"Kamu ada-ada saja Rin, kamu tahu sendiri kan sejak kita masuk ke sekolah ini kita akrab bahkan kita bertiga seperti saudara. Apa mungkin ada perasaan lebih di hatiku dan di hati Aritsyah? Apalagi sikap Syah sama aku biasa-biasa saja, perhatiannya sama aku ngak berlebihan. mungkin sekarang aku hampir naksir, nanti saja kuhubunggi kalau aku bener naksir sama Syah."
"Udah ngak usah ditutupin, kalau suka ya suka, kalau cinta bilang aja mumpung Syah masih jomblo. Kalau kamu naksir bilang sama aku biar kubantu, ngak usah malu soal cinta daripada entar sakit hati kalau Aritsyah diambil orang baru nyesel."
"Ngak usah dibahas, besok hari minggu kita jalan mau ngak? biar aku yang traktir makan empek-empek yang paling enak." Ujar Enda mengalih pembicaraan.
"Oke, gue mau tapi Syah diajak biar rame seperti biasa." Imbuh Arinda
Enda hanya tersenyum seraya memasukan Amplop ke dalam sakunya. Kemudian Enda melanjutkan obrolan tetang hal lain yang lebih penting, mengingat Arinda sangat dekat dengan Enda. Mereka berdua ngobrol seperti dua saudara yang saling menyayangi dan dengan canda tawa membuat hati mereka berdua bahagia.

     Sepulang sekolah Enda menunggu jemputan, biasanya ia bawa motor sendiri karena motor yang biasa dibawanya dibawa ibunya dan ibunya janji mau menjemput Enda makanya ia menunggu di bawah pohon beringin. Enda jadi teringat amplop yang diberikan Arinda yang katanya dari Aritsyah. Ia lupa meletekan dimana sehingga ia membka tas dan buku-buku pelajaran tapi tidak ketemu, ia merasa bahwa amplop tersebut hilang, tapi Enda menemukan saat ia memasukkan tanggannya ke kantong bajunya. Dengan santai enda membuka dan mulai membaca.

Buat Enda di rumah
Assalamu Alaikum
Enda, maaf jika goresan penaku dengan tarian tinta yang terukir digoresannya kertas mengejutkanmu, sebenarnya aku malu untuk menuliskan tapi kurasa aku pahatkan apa yang terpendam di lubuk hatikuyang paling dalam, aku merasa getaran di dalam hati sejak pertama kali aku bertemu denganmu, entah mengapa wajahmu yang selalu terbayang dalam setiap kali aku merenung, aku selalu mendambakan pertemuan denganmu dan juga aku selalu mengharap senyum yang paling manis darimu. Entah aku juga tak tahu apa aku jatuh cinta padamu?
Enda, perasaan inilah yang membelenggu jiwaku, kadang rasa cemburu itu datang tiba-tiba saat aku melihat engkau berbicara dengan seorang wanita, kadang juga timbul rasa putus asa untuk mengharapmu. Aku pernah berharap untuk melupakanmu menjadi kekasihku dan kita hanya menjadi sahabat. Tapi aku tak bisa, aku selalu berharap engkau menjadi kekasihku yang selalu kudambakan untuk selamanya. Aku berusaha melupakanmu bukan berarti aku membencimu tapi hal itu tak bisa malahan namamu terpahat di nisan hatiku dan wajahmu menghiasi dinding hatiku.
Enda, maafkan aku terpaksa katakan ini, aku tak ingin menahan beban yang lebih berat bahkan sangat berat yaitu mencintaimu dan berharap dirimu. Aku berusaha mengerti akan perasaan ini tetapi lebih baik aku katakan sejujurnya aku mencintaimu. Aku tahu, aku bukan tipe cewek yang kamu dambakan. Sengaja kurangkai mutiara dihatiku ini biar goresan luka dan pedihnya perasaan ini tidak terlalu lama. Aku akan berusaha mengerti akan apa yang terjadi. Kalau ada tempat dihatimu untukku berilah aku tempat yang spesial di hatimu aku sangat berharap hal itu, tapi bila tempat di hatimu telah terisi aku akan berusaha semampuku untuk melupakanmu dan juga berharap di suatu saat untuk duduk di sampingmu.
Cinta memang indah, itulah yang sedang membelenggu jiwaku, api telah membara membakar hatiku, aku terasa remuk. Maka dari itu aku berharap ada seseorang yang bisa mengobati goresan luka menghilangkan kepedihan serta menjadi penyejuk jiwaku, dan seseorang yang paling kuharapkan menjadi kekasih adalah dirimu, kuharap engkau mengerti keinginanku.
Wasalamu Alaikum
Dariku Aritsyah

     Perasaan Enda jadi tak karuan, setelah ia membaca surat dari Aritsyah yang pernah satu kelas dengannya, Enda merasa seperti mimpi, ada cewek yang secara jujur dari lubuk hati mengucapkan bahwa cewek tersebut mengatakan cinta dan berharap menjadi kekasihnya Enda agak kikuk menetralisir apa yang baru ia baca.
Enda termenung di bawah pohon beringin merasa tidak percaya kalau Syah jatuh cinta padanya dan berharap bisa menjalin kasih menjadi sepasang kekasih. Antara sadar dan tidak apa yang terjadi pada dirinya, tapi lamunannya jadi buyar saat ada yang memanggilnya.
"Enda, ayo pulang."
"Iya Ma." Jawab enda saat melihat ibunya ada di pingir jalan tak jauh dari tempat ia duduk. Enda berjalan dengan perasaan agak kacau. Ia merasa tidak mengerti dengan surat yang barusan ia baca, dengan langkah pasti Enda pulang.

***

     Setelah selesai shalat isya dan shalat witir, enda duduk di kursi di hadapannya ada buku-buku yang harus nia pelajari satu persatu sebab dua minggu lagi ada ujian semester ganjil. Tapi konsentrasinya buyar saat ia teringat surat dari Aritsayh, ia mencari di mana surat tersebut, cukup lama Enda mencari kira-kira setengah jam. Ia jadi ingat kalau surat tersebut disimpan di saku bajunya.
"Ketemu juga kamu." Ujar enda setelah menemukan surat yang ia cari-cari. Ia kembali ke tempat tadi, duduk di kursi dengan santai Enda membuka kembali surat dari Aritsyah dan membaca untuk kesekian kalinya.
Setelah membaca, Enda merasa harus membalas surat dari Aritsyah sebeluum ia menulis, enda berpikir lebih dahulu apa yang harus ia tulis. Ia memulai dengan kata-kata yang tidak menyingung lalu diteruskan dengan inti dari hatinya, tapi enda jadi pusing seraya termenung berusaha merangkai kata-kata yang akan dihempaskan di atas kertas, sekeras mungkin ia merangkai kata selalu salah.
Enda tersenyum sendiri, tapi senyumnya pudar saat ia dengar handponenya berdering. Ia mengambil dan melihat pesan yang dilkirim Arinda yang mengatakan kalau jalan ke taman hari minggu sore. Enda jadi teringat kalau Aritsyah pasti diajak, gimana raut mukanya kalau ketemu besok.
Akhirnya, tanpa pikir panjang enda mengambil kertas kosong dan pena lalu ia memulai merangkai kata untuk membalas surat dari aritsyah. Dengan mudah enda dapat merangkai kata demi kata sehingga menjadi kalimat yang sesuai dengan maksud hatinya, sehingga tak sampai tiga puluh menit Enda sudah menyelesaikan surat balasan untuk Aritsyah.
Enda senang banget bisa menulis balasan sehingga beban di haatinya agak ringan, ia merasa puas dengan apa yang sudah terukir di kertas lewat tarian tinta, Enda berharap balasan yang ditulis tidak mengecewakan Aritsyah.

***

     Minggu sore kira-kira jam dua siang, Arinda dan Aritsyah duduk di dekat penjual mie ayam. Arinda memesan dua mangkok mie ayam untuk dirinya dan Aritsyah, sambil menunggu ia mengirim pesan lewat handponenya untuk Enda yang belum datang. Ia menunggu berharap Enda datang karena siang itu udara tidak terlalu panas sehingga kesejukan dapat dirasakan apalagi tempat duduk Arinda dan Aritsyah di dekat pohon terlindung dari sinar matahari.
"Mana sih Enda, kok belum nonggol?"
"Emangnya Arin ngajak Enda?"
"Ya jelas iya, mau ngajak siapa lagi, memang ada apa?'
"Engak apa-apa." Jawab aritsyah dengan nada terbata-bata.
"Syah, kamu naksir ya sama Enda?"
"Ngomong apa Rin, yang jelas aja kenapa!"
"Ngak perlu bohong Syah, kemaren itu surat cinta apa surat cinta?"
Nada ucapan Arinda membuat janting Aritsayh bergetar, ia berusaha menyembunyikan hal yang memeng benar dugaan Arinda, dengan cepat Aritsyah berusaha untuk membuat argumen agar apa yang sebenarnya ada di hatinya tidak diketahui Arinda.
"O, itu Cuma tugas bahasa Inggris sama soal yang kutanyakan sama Enda sebab kemarin aku ngak masuk, dan lagi aku jarang ketemu sama Enda, apalagi kegiatanku di sekolah numpuk, jadi ngak sampai jawab lewat bibir." Ujar aritsyah menutupi kebenaran.
"Ya sudah kalau begitu, tapi kalau Syah suka ngak apa-apa, fine aja."
Ujar Arinda yang tidak tahu kalau surat yang dikirim Aritsyah adalah surat cinta yang berisi ungkapan hati Aritsah, kalau Aritsyah suka sama Enda. Tak berapa lama Enda datang.
"Arinda." Suara Enda memanggil.
"Tu Enda, Syah." Ujar arinda.
"Mana?" tanya Aritsyah pelan.
"Itu yang bajunya krim."
Dengan langkah pelan, Enda mempercepat langkahnya untuk cepet sampai di tempat Arinda dan Aritsyah berada yang sudah menerima mie ayam yang masih mengepul asap dan bau harum dan pasti rasanya sangat lezat. Sesampai di dekat Arinda, Enda lalu duduk di depan Aritsyah yang duduk seraya pandangannya tertunduk.
"Maaf terlambat ya." Ujar enda seraya matanya melirik ke arah Arinda dan Aritsyah.
"Koq lama banget, Nda?"
"Ban motorku bocor, jadi harus di tambal dulu."
"Pantesan lama banget." Kata Arinda pelan.
Enda melihat Aritsyah diam duduk seraya menundukkan kepala, mungkin hatinya berdebar saat ketemu pangeran cinta, mungkin juga perasaan ngak pede karena rahasia hatinya telah diketahui Enda. Lalu Enda berinisiatif untukl menyapa Aritsyah.
"Syah, koq bengong, gimana kabarnya?" tanya Enda seraaya tersenyum.
Bukan jawaban yang diterima tapi senyum yang manis terhatur di bibir mungil Aritsyah, lalu Aritsyah menjawab biarpun hatinya bergetar dengan pelan Aritsyah berkata.
"Alhamdulillah Baik, End."
Enda tersenyum melihat tingkah laku Aritsyah.

     Aritsyah memandang Enda di antara dua rasa, rasa malu dan rasa bahagia bertemu pujaan hatinya. Aritsyah agak bingung harus bagaimana menghadapi Enda karena hatinya selalu bergetar seirama getaran jantung, Aritsyah ingin bersikap biasa seperti saat di sekolah tapi perasaan malu dan ngak percaya diri membuat ia diam seribu bahasa, lain dengan Enda yang merasa tidak terjadi apa-apa antara dirinya dengan Aritsyah malahan Enda merasa seperti biasa walaupun yang sebenrnya ia gugup juga menghadapi Aritsyah. Enda berusaha menguasai diri karena khawatir ketahuan arinda.

     Diam-diam enda memperhatikan Aritsyah yang biasa di panggil Syah, seraya berbicara dengan Arinda, tanpa disangka Enda dan Syah bertatapan sehingga getaran terasa sampai di hati mereka berdua, beruntung Arinda tidak tahu hal tersebut, aritsyah menundukkan kepala saat Enda menatapnya lkagi.
"Syah, aku ke toilet sebentar ya." Ujar Arinda. "Kalian ngobrol dulu, Enda aku titip Syah, jagain dia."
"Ok Rin, tenang aja." Kata Enda seraya melirik Aritsyah.
Enda tersenyuim melihat tingkah Aritsyah, setelah Arinda pergi, Enda duduk di depan Aritsyah dengan hati berdebar namun berusaha tenang. Enda mengerti perasaan Aritsyah, kalau pun Enda di posisi Aritsyah mungkin lebih dari satu perasaan yang berkecambuk di dalam hatinya.
"Syah."
Aritsyah melirikkan kedua matanya tepat di kedua mata Enda, merasa hawa sejuk menyapa hati mereka menyapa hati mereka berdua. Enda tersenyum melihat tingkah orang yang mencintainya, Aritsyah pun berusaha tenang dan menjawab.
"Ada apa End?"
"Aku sudah baca suratmu kemarin, aku ngak nyangka kalau aku dicintai seorang bidadari jelita berparas ayu sungguh mempesona, dan ternyata bidadari itu ada di hadapanku. Aku ngak tahu kata-kata apa yang dapat meluleuhkan hatimu, dan juga untuk membalas suratmu. Syah ini balasan surat untukmu sebab aku ngak tahu kata-kata apa yang harus kukatakan lewat bibirku."
Kata Enda seraya mengulurkan sesuatu kepada Aritsyah, Aritsyah pun mengambil seraya memandang Enda, dan untuk kesekian kalinya mereka saling berpandangan dan terasa bergemetar hati mereka berdua.
Lalu Enda berkata.
"Syah, biasa aja ngak usah dibuat serius, kamu dari tadi koq cuek banget, ngak usah malu gitu, please Syah, lihat aku. Kita ngobrol seperti biasa, kamu ngak perlu bersikap seperti itu. Aku senang ada seseorang yang sangat perhatian sama aku, apalagi kamu Syah secantik bidadari."
Kata Raya dari Enda akhirnya membuat Aritsyah memandang Enda biarpun rasa malu selangit, tapi berusaha dihilangkan, lama-kelamaan Syah terbiasa juga ngobrol dengan Enda.
"Enda!"
"Ada apa Syah?" ujar Enda pelan seraya tersenyum.
Aritsyah mengerutkan kening, enda malah tersenyum akhirnya mereka berdua tersenyum. Dari jauh terlihat Arinda berjalan kearahnya, sehingga mereka berdua sudah punya rahasia dan akan menutupi di hadapan Arinda.

***

     Sepulang dari jalan-jalan, aritsyah mencuci kaki dan tangannya tak lupa mencuci muka. Ia mau masuk ke kamar untuk baca surat dari Enda, tapi baru sampai di pintu ibunya memanggil agar Aritsyah mandi terus tugas selanjutnya mengantar makanan kerumah tantenya yang tidak jauh. Aritsyah pun menunda untuk membaca surat dari pujaan hati, ia mengambil handuk dan langsung ke kamar mandi.
Lima belas menit kemudian, Aritsyah sudah siap, ia melangkah ke dapur menemui ibunya. Yang sedang mengoreng tempe.
"Ma, Syah sudah siap." Kata Aritsyah pelan.
"Ini, kamu antar kerumah bibimu, bilang saja makanan dari ibu, nanti langsung pulang ya."
"Iya Ma, Syah ngak akan lupa."
Aritsyah berpamitan, ia melangkah lebih cepat, apalagi rumah bibinya tidak jauh kira-kira 200 m, dengan jalan kaki saja pasti sampai. Syah agak kesel tapi apa boleh buat, perintah ibunya tidak mau ia bantah. Biar pun kesel sedikit ia bisa tersenyum juga karena tadi ia ketemu sama pujaan hatinya yaitu enda.
Bukan langsung pulang, malahan Aritsyah diminta bantuan sama bibinya. Jadi ia tidak lansung pulang, ia agak kecewa. Akhirnya sesudah magrib Aritsyah baru sampai di rumah.
"Lho koq baru pulang, tadikan ibu suruh langsung pulang." ucap ibunya saat Aritsyah baru masuk ke dalam rumah.
"Iya Ma, Syah ingat, tapi waktu Syah sampai di sana Syah diminta sama bibi untiuk bantuin beresin dapur karena bibi lagi rehab dapur, makanya Syah baru pulang sekarang." Jawab Aritsyah dengan argumen yang tepat.
"Ya sudah, Syah sudah sholat magrib
"Sudah Ma."
"Sudah makan?" tanya lagi mamanya.
"Tadi sama bibi disuruh makan bareng, jadi Syah makan di sana. Kalau gitu Syah ke kamar ya Ma, Mau ngerjain tugas."
Syah pun berjalan ke kamar, ia girang sekali, karena ia mau baca surat dari pujaan hatinya, sesampai di kamar Syah mencari surat tersebut. Ia lupa meletakkan di mana sehingga ia harus membuka seluruh buku, tas dan tidak lupa mencari di ranjang, tapi ia jadi teringat kalau surat tersebut ia letakkan di saku baju yang ia bawa jalan-jalan sama Arinda.
Surat dari Enda ketemu juga, Syah membuka bungkusan surat tersebut sehingga tampaklah selembar surat yang berisi kata-kata yang belum di ketahui, syah membuka lipatan surat dan mulai membaca.

Untuk Aritsyah
Assalamu Alaikum
Syah terima kasih engkau telah menguraikan kata-kata dengan tinta yang tidak pernah tahu bahwa engkaulah yang menulisnya. Aku sangat terkejut saat aku baca suratmu, baru aku mengerti setelah tiga kali aku membacanya, aku mengerti mengapa engkau lakukan hal itu. sebenarnya aku ingin melakukannya tapi berusaha kutunda karena sebentar lagi akan ujian.
Syah, aku katakan sejujurnya saat pertama kali aku bertemu kamu, aku mulai merasakan getaran di dalam hati, apalagi saat engkau menatap dan membalas senyumku. Saat itulah yang paling indah dalam hidupku dan menjadi kenangan saat itu yang masih kusimpan dalam ingatanku, kalau pun kadang perasaan cemburu ada saat engkau sedang berbicara dengan lelaki lain, aku merasa patah hati, tapi aku berusaha untuk memendam perasaan yang belum sempat aku sampaikan.
Syah, aku katakan sejujurnya, aku suka sama kamu dari dulu dan sekarang aku masih menyukaimu. Engkau adalah penyemangat di meja belajar untuk meraih masa depan, tapi aku tak tahu cinta seperti apa yang dihalalkan dalam Islam, itulah yang masih menjadi pertanyaan dalam hatiku.
Cukup sampai di sini goresan tintaku, karena aku tiada mampu merangkai kata-kata seindah mutiara yang dapat kuhaturkan untukmu Syah.
Wasalamu alaikum.
Dari Enda

     Setelah membaca surat dari Enda, Asritsyah tersenyum. Ia merasa tidak menyesal karena harapan hatinya terpenuhi, kegirangan sangat mendalam sehingga surat dari Enda dipeuknya, tapi tiba-tiba ada suara yang mengetuk pintunya.
"Syah, sudah tidur?"
"Belum Ma, ada apa Ma?" tanya Aritsyah.
"Sudah shalat Isya?"
Aritsyah tersenyum seraya berkata "belum Ma."
"Ya sudah, kalau begitu ambil air wudhu terus shalat dan terusin belajar."
"Iya Ma." Jawab Syah singkat.

     Keesokan harinya aritsyah menunggu pujaan hatinya Enda di tempat yang sudah dijanjikan kemarin, enda sebenarnya tidak telat datang tapi ia ingin melihat Aritsyah menunggu sebentar dan juga ingin memberikan kejutan sedikit saja. Karena sudah agak lama Enda menemui Aritsyah dengan berjalan dari arah belakang sehingga Aritsyah tidak tahu kalau Enda akan menghampiri.
"Assalamu alaikum." Ucap Enda dari belakang.
"Wa alaikum salam." Jawab Aritsyah seraya menoleh dari belakang.
Aritsyah memandang siapa yang datang, ternyata Enda yang sudah di tunggu. Dua sejoli tersenyum, rasa malu menghampiri tapi karena sudah saling mengerti, mereka berdua berusaha bersikap biasa-biasa saja.
"Sudah lama Syah?" Enda bertanya untuk membuka percakapan.
"Baru saja."
"Syah, sebenarnya aku bingung, apa yang mau dikatakan dan pula apa yang harus dilakukan. Kamu tulus mencintaiku, mencintai sesuatu yang belum sepenuhnya engkau kenal?"
Aritsyah hanya tersenyum tanpa memberi argumen. Lalu enda melanjutkan ucapannya.
"Jadi, mulai saat ini kita sepasang kekasih, aku berharap hubungan yang serius ini bisa memberikan kebahagiaan buat kita berdua, kamu ngak menyesal Syah menjadi kekasihku?" tanya Enda seraya memandang Aritsyah dan diakhiri senyum.
Aritsyah berkata "tidak" seraya mengelengkan kepala.
Enda mengangkat tangannya seraya membuka jari tangannya, Aritsyah pun melakukan seperti yang dilakukan Enda, mereka berdua berjanji untuk saling mencintai, menyayangi, saling menghormati dan juga saling menasihati agar jalan yang dituju sesuai dengan jalan agama yang lurus.
Sore itu, mereka berdua gembira sekali karena kebahagiaan yang harus di dapat. Enda yang mengerti aturan agama bersikap selayaknnya kepada Aritsyah. Cinta di hati yang mereka miliki di pagari oleh aturan agama sehingga tidak keluar dari norma dan syariat agama.

Penulis: Alfarizi Al Fiqri


No comments:

Post a Comment

Informations From: Omnipoten

Featured post

Melihat Melalui Mata yang Berbeda

Melihat Melalui Mata yang Berbeda Aku melihat melalui matamu. Dan ketika saya melakukannya, dunia semuanya biru, ungu dan hijau. Warnanya s...