Cerpen Senyum Diandra


     Hampir setiap pagi kudengar lagu itu.Membuat jantungku berdebar dan selalu membuatku ingin tahu siapa kamu, siapa perempuan yang setiap pagi mengalunkan nada yang sama dan akan berhenti di bait keempat lirik lagu itu. Aku selalu terbangun dengan rasa penasaran yang tinggi. Tapi saat kucari aku sudah kehilanganmu.

     Udara kota Jember di pagi hari membuatku terbangun apalagi mendengar lagu yang kau putar hampir setiap hari membuatku ingin tahu, ada apa dengan lagu dan lirik itu? Percuma aku bertanya-tanya apada diri sendiri karena kaulah jawaban itu. Aku mencoba berani mengamatimu, kuhitung derai airmatamu, kuhitung berapa kali lagu itu kau putar dan aku mengamati berapa kali kau datang di taman dekat rumahku. Hari ini aku harus bisa mengenalmu paling tidak siapa yang membuat air matamu terjun bebas ke pipimu.

"Boleh aku duduk di sini?" tanyaku padamu dan tak kulihat gerak bibir itu. Tak ada jawaba sama sekali. Kita hanya ditemani sunyi sedangkan lagu itu tetap mengalun tak berhenti.

Cause I wonder where you are
And I wonder what you do
Are you somewhere feeling lonely, or is someone loving you?
Tell me how to win your heart
For I haven't got a clue
But let me start by saying, I love you ...

     Tepat saat lirik itu kudengar kau pergi dari tempat duduk kesayanganmu. Apa aku mengganggumu? Aku hanya ingin menhapus airmatamu yang hampir setiap hari kulihat. Tapi aku ak bisa mecegahmu pergi. Aku adalah lelaki paling tidak beruntung di dunia ini dengan tingkat kesialan paling tinggi.

****

     Pagi yang sama dan alunan lagu yang sama. Jika boleh aku ingin mengganti lagu itu, lagu yang setiap hari membuatmu menangis dan menangis. Aku mencoba mendekatimu lagi. Anggap saja aku adalah lelaki krang ajar yang ingin masuk ke duniamu. Tapi tak apalah yang aku inginkan hanya senyummu.

"Namaku Eric Wibisana, panggil saja Eric," ucapku. Aku hanya ingin dia mengenalku sebagai manusia yang bisa dia ajak bicara. Bukan sebagai patung. Anggap ini perkenalan yang harusnya tak terjadi. Tapi Tuhan sudah menakdirkan semua ini.

"Diandra Larasati."

     Satu kalimat darimu terucap dan lirik itu memutar ingatanku sehari yang lalu. Kau pergi lagi dan berhenti di tiitk sebelum lagu itu berakhir. Ada apa dengan lagu itu dan ada apa dengan liruik lagu itu? Keduanya jadi pertanyaan spesial untukmu tapi kau sudah meninggalkanku.

"Diandra...Diandra...Diandra," gumamku saat kau sudah pergi. Kau membuat tingkat penasaranku lebih tinggi dibanding perempuan-perempuan cantik yang bisa kudapatkan dengan sekali tatapan mata. Aku bahkan tahu bahwa aku punya mata elang yang akan membuat perempuan tenggelam dalam tatapan mataku. Kalau kali ini aku menatapmu tajam aku takut kau tak akan kembali ke tempat ini.

****

      Ini kali ketiga aku menemuimu dengan harapan aku mendapatkan informasi lebih banyak dibanding hanya namamu. Setiap kali aku mengamatimu dan tak pernah bosan. Kau dalah perempuan dengan kisaran umur 25 tahun, belum menikah dan punya pengalaman buruk dengan lelakimu. Ini hanya pengamatan amatir mataku yang setiap kali memandangmun murung mengahdapi lagu itu. Ada pengalaman dibalik lagu yang kau dengarkan setiap waktu itu. Tapi apa? Aku tak pernah tahu. Aku bukan siapa-siapa jadi tak akan pernah berhak mengetahui semua tentangmu.

"Ada sesuatu di balik lagu itu?" tanyaku langsung pada permasalahan. Aku tak ingin teralalu lama diam dn penasaran. Aku akan setiap hari mengenalnya dan mulai mencintainya jika aku tak pernah tahu ada apa. Kali ini aku menatapnya tajam dan benar-benar tajam dari yang biasanya. Aku tak peduli mataku ini mata elang yang siap menerkam mangsa. Tapi sebagai lelaki aku tak pernah tega memandang mata itu. Mata yang setiap hari mengalirkan airmata.

"Aku datang ke sini setiap hari karena ada kamu,"

    Jawabanmu membuatku lebih kaget daripada membayangkan prediksiku yang meleset. Jadi lagu itu? tangisan itu? tapi apa hubunganku dengannya? Seingatku aku baru mengenalnya beberapa hari ketika dia duduk di sini.

"Boleh aku sentuh wajahmu?" permintaanmu jauh membuatku tak bisa berkata apa-apa. Aku hanya bisa mengangguk dan merasakan butiran-butiran air matamu.

"Jangan tinggalkan aku lagi, Ga," ucapmu diantara tangisanmu.
Ga, satu nama yang belum kukenal. Tapi hari ini aku melihat sedikit senyum di bibir merahnya. Dan Ga, siapa dia? Aku tak mungkin menanyakan siapa lelaki yang mungkin memiliki wajah yang hampir sama denganku. Apa lagu itu yang disukai lelaki yang bernama Ga.

****

      Pada hari keempat aku menemuimnya lagi. Aku hanya mengenalnya dengan nama yang sama "Diandra" tapi dia menganlku sebagai orang yang berbeda. Terus terang aku mulai menyukainya, dia memiliki senyum yang lebih manis dibandingkan tangisnya. Aku ingin mengenanlnya lebih jauh dari sekedar tahu nama "Ga" yang dalam pikiranku adalah Ega dan tidak sekedar nama Diandra. Aku tahu ada sesuatu di bl beberapa nama yang disebutnya.

"Kenapa kau suka lagu itu?"

"Ini lagu kesukaanmu, Ga, kau tahu, kau lebih suka mendengar lagu itu dibanding aku," ucapnya manja padaku seperti aku memang seorang yang dikenalnya lebih lama dari 4 hari pertemuan kita.

"Ga, itu siapa?"

"Bukankah kau Ega Kurniawan? pacarku, apa kau lupa?"

"Din, aku Eric tapi terserah kau akan memanggilku apa. Tapi jika suatu hari kau sudah melenyapkan kenangan pahitmu. Pangggillah aku Eric,"

      Air mata itu sedikit demi sedikit mengalir dari mata itu. Aku tidak ingin melihat mata ini mengalir airmata itu. Tapi semoga ini airmata terakhir yang kulihat. Hari ini semua harus terbuka dan aku siap menerima masa lalunya. Entah aku menjadi Ega tau menjadi siapa yang jelas aku menemaninya.

****

      Sejak aku inhin dikenal sebagai Eric, Diandra tak pernah datang lagi ke Taman dekat rumah. Mungkin aku telah menyakitinya dan mungkin aku telah membuat pudar senyumnya. Menemukan Ega adalah emas baginya tapi menemukan Eric bukanlah apa-apa. Aku yakin dia lebih mencintai Ega daripada Eric. Entahlah aku tak bisa berpikir dalam keadaan seperti ini. Ega, di manakah dia? Kenapa dia pergi begitu saja meninggalkan perempuan yang mencintainya.

"Ega tak pergi untuk meninggalkan Diandra, Ric," ucap Nenekku yang mengagetkanku. Bahkan nenekku tahu siapa Ega tapi aku tak tahu.

"Kau baru beberapa hari menginjakkan kaki di kota ini, Ega itu kakakmu. Kalian kembar tapi Ayah-Ibumu memisahkan kalian. Dan tentang Ega sengaja dirahasiakan keberadaannya,"

"Lalu di mana Ega?"

"Ega sempat berpacaran dengan Diandra sejak di sini, tapi dia di bawa pergi oleh Ayahmu karena dia punya penyakit yang mematikan..."

"Dan nenek menerima semua itu?"

"Tentu tidak, Ric, kau tahu siapa yang akan melawan penyakit? sekarang nenek minta kamu adilah Ega untuk Diandra,"

      Aku tak bisa bicara apa-apa kecuali meniyakan perintah nenek dan perintah hatiku. Aku menyayangi Diandra dan aku menyayangi nenekku dan kakak kembarku. Semoga dia akan pulang dan sembuh dari penyakit sialan itu. Tapi bagaimana denganku jika Ega kembali ke sini? Aku tak peduli dengan takdir hdup ini. Biarlah semua seperti ini sekarang.

***

"Maafkan aku, Ric, karea telah mengangggapmu sebagai Ega, aku tahu Ega tak akan datang lagi,"

     Kali ini ijinkan lelaki yang merasa dirinya kuat ini menangis. Tangis kebahagiaan karena Diandra kembali seperti semula. Semoga dia bisa menerima kenyataan bahwa aku memag Eric dan bukan Ega.

"Aku mencintaimu, Dra,"dan kulihat senyum itu terpancar. Mungkin dia seperti melihat Ega kedua tapi itu tak membuat cintaku pudar. Aku mencintai Diandra apa adanya dan masa lalunya.

"Aku juga mencintaimu sejak dulu sampai sekarang,"

     Dan langitpun cerah, senyum Diandra lebih merah dari mawar merah. Aku akan bersamanya dan akan menghapus air matanya. Untuk kakakku dan untuk Diandraku.

*End.

Penulis: Titania Nita


No comments:

Post a Comment

Informations From: Omnipoten

Featured post

Melihat Melalui Mata yang Berbeda

Melihat Melalui Mata yang Berbeda Aku melihat melalui matamu. Dan ketika saya melakukannya, dunia semuanya biru, ungu dan hijau. Warnanya s...