Skip to main content

Cerpen Tinta Merah


     Darah mengalir dengan perlahan dari luka yang terbuka. Kau tersenyum padaku seakan menjahit mili demi mili luka ini. Perih menjalar ke urat sarafku menyadarkan otakku, aku mulai memutar lagi rekaman tadi, apa yang terjadi dan mengapa bisa? aku mencari tahu di wajahmu apakah kau menyimpan sesuatu yang tak kuingat. Coba katakan dan jujurlah. Walau aku akan lebih menderita pun tak apa karena hal ini akan lebih baik kurasakan daripada kau sembunyikan belati di belakang punggungmu, wow, aku mulai menduga kau terlibat dalam masalah besar ini, kasih.

      Terserah bila terus kau bermain petak umpet dengan pikiranku, aku menyapamu tapi suaramu seperti lirih angin meniup kelambu abu abu bercorak angsa, kau seperti putri angsa berdiri di dekat jendela. Kau tersenyum pada seorang perempuan berbaju putih putih dengan topi kecil di atas rambut bersanggul yang tiba tiba saja menyembunyikan wajah mungilmu dan tubuh pendatang ini benar benar kelebihan ukuran tidak hanya wajahmu yang ingin selalu kulihat lagi tapi juga seluruh tubuhmu menghilang begitu saja entah kau kini beringsut kemana?

      Entah apa yang dikatakan perempuan itu dia memakai bahasa yang tak kumengerti. Aku mulai memanggil namamu, tak ada sahutan. Ahk, rupanya kau sudah tak di kotak kubus putih dengan sedikit garis biru selang seling di tengah horizontalnya. Punggung berseragam itu memenuhi lebar pintu, sebelum menghilang dia memalingkan muka dan melempar senyum sinis, kepalanya terangkat dan lenyap. Oh, apa aku sekarang selalu berpraduga apakah benar perempuan itu tersenyum sinis atau justru tersenyum manis. Hei! di mana dirimu? jangan tinggalkan aku dengan selimut belang belang ini.

     Bahkan aku hampir memekik tapi senyummu tak hadir di mataku. Kasiih...apakah aku bersuara?

     Aku masih berkutat dengan detil, tak kusangka kau akan membanting semua isi rak piring kita. Berhambur memenuhi lantai bersemen. Mataku menangkap matamu. Kau beringas menghibas semua uluranku. Aku terdesak ke dinding dan terpeleset ketika tumpuanku pada selembar kertas detail terakhirku, ironis selembar kertas yang kucari sedari tadi telah membuatku celaka, tubuhku terbanting di atas serpihan gelas dan piring di atas lantai bersemen. Kau tak menjerit bahkan kau tidak meminta pertolongan seperti biasa saat kita bertengkar, kau hanya mematung dan gerai rambutmu melukiskan kekuasaanmu.

     Pagi itu rencanaku menyerahkan tulisan terakhirku dan itu memang sudah kutekadkan menjadi tulisan terakhir demi janjiku padamu mengapa kau tak memberi kesempatan sekali ini bukankah dengan selesai berkas terakhirku maka kau akan memilikiku seutuhnya dan kau akan membawaku ke tengah ladang kentang di tempat ketinggian di tanah pelantaran candi para pandawa, Dieng.

      Kau mengeluh malam malammu penuh dengan kebosananan dan kau tak berani untuk sedikit bermain main seperti yang kau tuduhkan padaku jika aku berhari hari tak hadir di dekatmu, kau bergumam dengan suara sengau bahwa aku telah terlalu lelah dengan beberapa wanita. Kau berbisik kepada dinding, bahwa kebahagiaanmu telah kurampas sejak aku melamarmu. Bila terjadi mengapa kau bersedia di bawah sumpah dengan ijab qobul di depan para wali dan saksi, kau dengar gemuruh itu ketika penghulu baru selesai mengucap pertanyaan, sah? sah !!! gemuruh memenuhi ruangan rumahmu hingga ke lorong lorong desamu mungkin juga ke tebing dan jurang Kejajar. Kau menulis di setiap perabot rumah tangga kita tentang prilakuku yang tidak dekat dengan sempurna bahkan kau mulai berani membandingkan dengan panutan yang kau dapat di luar sana. kau menyanyi di seluruh ruangan rumah kita dengan seribu bait lirik keresahanmu. Api api yang kau nyalakan di setiap tungku seperti rasa di dadamu.

      Menulis sudah terlanjur menjadi jembatanku. Tulisan untuk memenuhi dahaga para editor tabloib murahan itu juga memenuhi dahagaku. Sebelum kukenal gadis desa yang datang mengganti tugas bibinya sebagai pembantu di tempat aku kost yang ternyata adalah Ayu Ningrum, aku telah makan dari tulisanku jadi mengapa? Memang kaya jauh dari tanganku, bukankah aku telah jujur sejak semula dan kau telah kuberi pilihan untuk menikah dengan pemuda gagah Atmo yang katamu seperti rambo. Aku adalah pilihanmu dan aku memilihmu dengan semua alasan dan pertimbangan. Ketika kau bertanya tentang cinta aku pertamanya menyembunyikan di balik tutur kataku, sesungguhnya aku tidak mencintaimu. Hanya waktu dan kebutuhanlah yang meyeret hatiku untuk kemudian aku mengakui bahwa aku telah benar larut dalam mencintaimu, Kasih.

       Kau ingin aku bekerja seperti Atmo yang jelas kedudukannya sebagai tukang aduk semen sehingga setiap sabtu sore kau bilang dapat bersama dengan Titin dan Wati pergi shoping ke mini market. Kau berseru mengapa aku tidak ikut kakakmu yang seharian duduk membungkuk menyambung lembar lembar kain untuk sebuah baju. Untuk seperti Atmo jelas aku tidak punya otot otot sepertinya dan mengaduk seharian bisa bisa aku tidak berdiri dengan lurus lagi sedang mengikut kakak ipar berarti aku harus bertarung dengan lubang kecil dan seutas benang bagaimana bisa aku menuntaskan untuk selembar baju pun bila benang tak masuk juga ke lubang jarumnya. Untuk semua alasanku kau bilang preeeet.

       Aku memang tidak selalu menulis waktuku habis untuk mengadu nasib, ke utara selatan memperdagangkan ijasahku, beberapa pekerjaan pada mulanya sempat membuat senyum manismu terbit kembali tapi hanya sesaat setelah aku lunglai dengan pekerjaanku dan bosan menyergap kau mulai menunjukkan taringmu. Kemudian kau mulai ambil keputusan untuk mencekalku dengan tidak lagi berbagi tempat tidur. Tidur sendiri tanpa dengkurmu aku masih bisa bermimpi. Lalu kau mengambil keputusan menunda mempunyai anak kupikir kau akan dingin setelah beberapa hari namun sudah berbilang bulan kau masih dengan tulisan dengan tinta merah di pintui kamar kita yang kini hanya menjadi kamarmu dengan tulisan “Dilarang Masuk BAgi Yang Tidak Berkepentingan” yang kau pungut dari tempat kerja barumu di toko sepatu di bilangan pasar baru. Aku mempunyai kepentingan karena aku masih pejantanmu, Kasih.

       Ya pagi itu aku ingat sekarang. Setelah sarapan dan meminum teh racikanmu yang daunnya kau dapatkan dari kerbatmu di desa kau menagih janji bahwa kita akan segera berkemas meninggalkan kota serakah ini, meninggalkan tempat remahan seperti tong sampah. Katamu kita ini sepansang anjing buduk yang berjatah remah yang bau. Ya, kujawab. Ya kita akan pergi setelah tulisanku ini terbayar dan tiba tiba saja kau histeris dan mulai mengamuk. piring piring meluncur begitu saja menghantam lantai semen, pecah seperti hati kita, gelas beradu denting lalu menyusul berkeping hancur seperti hati kita. Kita.

      Aku memekik lagi kurasakan otot leherku menonjol, jemariku tergetar kaku hanya putaran kipas di langit langit yang kujumpa tidak wajahmu. Putaran baling baling itu senyap.

      Entah aku bermimpi atau tidak kini aku melihat Atmo berdiri menyerengai di samping tubuhku yang terbujur di tempat tidur besi disebelahnya Titin, Wati, kakak iparku dan kau Kasih. Wajah Titin, Wati, kakak iparku penuh keharuan dan wajahmu penuh misteri.

      Kasih aku mau mencangkul di ladang kita. Kasih aku mau berotot seperti Atmo. Aku akan membungkuk seharian menyambung kain bila kau mau seperti kakakmu. Aku akan selalu di belakangmu. Katamu dingin dieng akan membuat peranakanmu subur dan aku akan mempunyai keturunan berkecambah. Kasih dengarkan suara hatiku. Bacalah tulisan mataku di matamu.

Penulis: rahmat mujiantoro


Comments

Popular posts from this blog

The Painting of Destiny

"Are you sure of this, Navan?" The old pirate stared at King Mannas' chief merchant. However, his bright emerald green eyes sparkled with laughter. "The information came from Daoud, one of my former crew members, when I was ravaging the coastal villages of Vyrone." Navan smiled at the expression crossing Gerrod's face, whose family had fled from one of these villages. The Iron Falcon was a legend and parents had always used the threat of its crew and its flaming-haired captain to scare naughty children into sleeping and behaving differently. Gerrod quickly recovered and smiled. "Then he must be a man to be trusted, indeed." "Ah!" cried Navan. "Daoud will take the coin from the mouth of a dead man while it is still warm. I trust him only because he knows the fate of him who lies to me." I may have made him captain when I decided to infiltrate King Mannas' court, but he still knows who is in charge. "We must tell ...

Good Morning America is a popular

Good Morning America is a popular morning news show that airs on ABC. It has been a staple in American households since its debut in 1975. The show covers a wide range of topics including news, entertainment, lifestyle, and pop culture. With its team of talented hosts and reporters, Good Morning America provides its viewers with the latest updates on current events and trending stories. One of the things that sets Good Morning America apart from other morning shows is its lively and energetic atmosphere. The hosts, including Robin Roberts, George Stephanopoulos, Michael Strahan, and Lara Spencer, bring a sense of fun and camaraderie to the show. They engage with their audience and each other in a way that feels genuine and relatable. In addition to its engaging hosts, Good Morning America also features a variety of segments that cater to a diverse audience. From cooking demos and fashion tips to celebrity interviews and human interest stories, the show offers something for everyone. Wh...

The liz hatton

The liz hatton is a unique piece of headwear that has been gaining popularity in recent years. This hat is characterized by its wide brim and low crown, which gives it a distinctive and fashionable look. The liz hatton is often made of materials such as wool, felt, or straw, making it a versatile accessory that can be worn in various seasons. One of the key features of the liz hatton is its versatility. This hat can be dressed up or down, making it suitable for a range of occasions. Whether you're going for a casual look or a more formal outfit, the liz hatton can easily complement your ensemble. Additionally, the wide brim of the hat provides excellent sun protection, making it ideal for outdoor activities such as picnics or garden parties. In terms of style, the liz hatton can be compared to other types of hats such as the fedora or the boater. While these hats may have similar silhouettes, the liz hatton stands out for its unique shape and design. The low crown and wide brim of ...
  • Alasan Berharap Kepada Tuhan

    Baca: Ratapan 3:21-26 "Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN." (Ratapan 3:26) Kitab Ratapan ditulis Yeremia sebagai ungkapan kepedihan hatinya yang mendalam atas kehancuran Yerusalem: tembok-tembok kota yang runtuh dan pembuangan orang-orang ke Babel. Sambil duduk ia menangis dan me... Readmore

  • Yahudi Masuk Kristen

    Pada suatu hari terdapat 2 orang sahabat lama yang sudah lama tidak bersua. Mereka adalah orang Yahudi. (Untuk gampangnya, kita namakan sebagai Yahudi 1 dan Yahudi 2). Lalu, Yahudi 1 berkeluh kesah kepada Yahudi 2. Yahudi 1 : "Aduh teman, saya sedang bingung...." Yahudi 2 : "Memangnya ada masalah ap... Readmore

  • Kunci Keberhasilan:Dalam Penyertaan Tuhan (2)

    Baca: Kejadian 41:1-57 "'Mungkinkah kita mendapat orang seperti ini, seorang yang penuh dengan Roh Allah?' Kata Firaun kepada Yusuf: 'Oleh karena Allah telah memberitahukan semuanya ini kepadamu, tidaklah ada orang yang demikian berakal budi dan bijaksana seperti engkau." (Kejadian 41:38-39) Me... Readmore

  • Kunci Keberhasilan:Dalam Penyertaan Tuhan (1)

    Baca: Kejadian 39:1-23 "Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apapun selain dari makanannya sendiri." (Kejadian 39:6) Kisah perjalanan hidup Yusuf itu sangat menarik untuk dicermati dan diteladani. Meski diperhadapkan dengan... Readmore

  • Takut Akan Tuhan Pasti Menuai Berkat (2)

    Baca: Mazmur 34:1-23 "Takutlah akan TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!" (Mazmur 34:10) Dalam kitab Amsal 1:7 dikatakan bahwa "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan."&#... Readmore

  • Takut Akan Tuhan Pasti Menuai Berkat (1)

    Baca: Yeremia 5:20-31 "Baiklah kita takut akan TUHAN, Allah kita, yang memberi hujan pada waktunya, hujan pada awal musim maupun hujan pada akhir musim, dan yang menjamin bagi kita minggu-minggu yang tetap untuk panen." (Yeremia 5:24) Takut akan Tuhan adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh ... Readmore

  • Beraksi : Memberitakan Kristus Dan Karyanya (2)

    Baca: Markus 5:1-20 "Orang itupun pergilah dan mulai memberitakan di daerah Dekapolis segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya dan mereka semua menjadi heran." (Markus 5:20) Keberadaan orang percaya di tengah dunia adalah sebagai surat Kristus atau menjadi saksi-saksi Kristus. Kita se... Readmore

  • Dilayani atau Melayani?

    1 Samuel 2:11-26 Jabatan dan kekuasaan merupakan salah satu godaan terbesar hidup manusia. Umat Allah pun tidak kebal terhadap godaan ini. Semakin tinggi jabatan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki. Semakin besar kekuasaan, semakin besar pula keinginan untuk dilayani. Hofni dan Pinehas, anak-an... Readmore

  • Beraksi : Memberitakan Kristus Dan Karyanya (1)

    Baca: Markus 5:1-20 "Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!" (Markus 5:19) Perikop dari pembacaan firman kali ini adalah Tuhan Yesus mengusir roh jaha... Readmore

  • Tak Kuasa Mengekang Lidah

    Baca: Matius 12:33-37 "Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman." (Matius 12:36) Di akhir zaman ini Iblis juga sedang gencar melancarkan serangannya terhadap gereja Tuhan yaitu dengan cara mengambil kontrol atas lidah jemaat melalui gosip, fi... Readmore