Skip to main content

Cerpen 1800 Detik (OneShoot)



"Perpisahan kita dihiasi lagu ini, masih ingat kan? Dan akhirnya lagu ini juga yang menjadi lagu pertemuan kita.." - Rafli

     Hari ke tiga ratus enam puluh lima. Tepat satu tahun janji itu ada. Musim gugur kini kembali. Dedaunan kuning kecokelatan berjatuhan dari ranting pohon. Angin-angin kecil berhembus menerpa tubuh Marsha yang kini duduk di atas rerumputan hijau berhiaskan dedaunan yang berjatuhan. Kulitnya tampak berkilau diterpa sinar matahari siang. Gadis itu menenggelamkan wajahnya di dalam kedua lipatan tangan yang kini bertumpu di atas kedua lututnya.

     Sudah hampir dua jam Marsha disana. Menunggu sesuatu yang tak pasti kedatangannya. Marsha mengangkat kepalanya, kini pandangannya tertuju pada sebuah pohon muda yang tidak terlalu tinggi. Kini yang tersisa hanyalah beberapa helai daun di rantingnya yang rapuh. Di tengah batangnya, terdapat sebuah goresan kecil berukirkan dua buah nama dengan sebuah gambar hati yang diukir dengan sebilah pisau tajam.

     Marsha tersenyum kaku, lalu pandangannya pun beralih pada langit biru berhiaskan matahari cerah. Awan-awan tebal bergerak mengelilinginya. Burung-burung kecil terbang beriringan menyusuri langit.

     Baju putih birunya kini terlihat kusam akibat terkena tanah. Ia tak peduli, ia melepaskan dasi biru yang membuatnya merasa seperti tercekik lalu melemparnya entah kemana. Pandangannya meredup, tatapannya kosong. Sejurus kemudian, ia meraih buku catatan kecil serta pulpen miliknya. Lalu, mulai merangkai sebuah kata pada selembar kertas yang ia robek dari buku catatan itu.

     Marsha menghela nafas berat, ia membaca ulang tulisannya. Setelah itu, ia mengambil amplop berwarna biru tua yang ujungnya sudah dilubangi dan diberi tali. Ia memasukan selembar kertas itu ke dalam amplop. Lalu, ia beranjak dari duduknya dan melangkah ragu ke arah pohon. Puluhan amplop beragam warna menghiasi ranting-rantingnya yang hanya ditumbuhi beberapa helai daun. Marsha pun kemudian mengikat amplop biru itu pada salah satu dahan yang kosong. Amplop-amplop kecil berwarna-warni itu berisikan harapannya. Harapan yang selalu sama.

"Aku harap kita dapat segera bertemu, Rafli. Di tempat ini kita berpisah, maka di tempat ini juga kita harus kembali bertemu.." gumamnya. Ia kembali menatap ke arah langit berwarna biru muda, berhiaskan gumpalan-gumpalan kapas putih.

     Marsha kembali duduk bergeming. Rambut ikal nya dibiarkannya berkibar anggun diterpa angin. Sebentar lagi ia akan resmi lulus dan merubah statusnya menjadi seorang murid SMA. Baju putih birunya akan tergantikan oleh baju putih abu-abu yang akan menemaninya selama tiga tahun ke depan. Marsha menghela nafas berat—lagi. Ia melirik ke arah jam tangan digital berwarna biru muda yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Pukul 17.00 sore.

     Tiga puluh menit lagi, 1800 detik lagi. Adalah tepat waktu dimana ia berpisah dengan Rafli di tempat ini. Marsha bersenandung kecil, menyanyikan lagu yang ia ciptakan bersama Rafli dua tahun silam di tempat indah ini. Bukit belakang sekolah.

     Biasanya, dulu setiap pulang sekolah mereka akan pergi ke bukit belakang sekolah. Rafli akan membawa gitar kesayangannya, sedangkan Marsha membawa biola putih susu miliknya. Rafli akan menyanyikan lagu-lagu favoritnya, lalu sebagai penutup Marsha akan membawakan sebuah lagu klasik yang indah. Ia biasa memainkannya saat musim gugur. Memainkan biolanya dengan anggun, membiarkan angin-angin kecil menerpa tubuhnya, dengan latar dedaunan yang terbang menari-nari diterpa angin.

     Marsha melirik ke arah tas berisikan biola kesayangannya. Tak seperti musim gugur sebelumnya, Marsha merasa malas untuk memainkannya. Bahkan untuk sekedar menyentuhnya pun ada sesuatu yang membebani perasaannya.

     Setelah berfikir keras, Marsha pun meraih tas itu lalu membukanya. Biola putih seputih susu itu kini menghasilkan simpul sederhana di bibir Marsha. Ia memosisikan biolanya pada tempat yang tepat, lalu mulai memainkannya dengan anggun. Sebuah lagu klasik yang menjadi favoritnya dengan Rafli. Lagu yang selalu membuat Rafli memintanya untuk terus memainkannya, mengulangnya, dan tak diperbolehkannya untuk berhenti.

     Mungkin, dengan cara ini Marsha dapat menceritakan kisah hidupnya pada dunia. Menggambarkan bagaimana perasaannya saat ini. Kilauan mutiara mulai muncul dari balik manik matanya. Ia memejamkan matanya sesaat.

"Permainanmu masih seperti dulu, ya.." Marsha menghentikan permainannya. Ia menoleh, kedua matanya memicing menatap tajam ke arah pemuda berkulit cokelat di hadapannya. Topi serta poninya yang panjang membuat Marsha sulit untuk mengenalinya. Hanya saja, suaranya terdengar familiar. Sejurus kemudian, pemuda itu membuka topinya dan membalas tatapan Marsha. Tatapannya teduh, masih sama seperti tiga ratus enam puluh lima hari yang lalu. Marsha mengalihkan pandangannya pada jam tangan miliknya, tepat pukul 17.30 sore. Ia tercekat. Pemuda itu benar-benar memenuhi janjinya.

"Lanjutkan permainanmu, kumohon?" pintanya. Marsha hanya tersenyum kaku. Dengan ragu, ia pun mulai memainkan biolanya kembali. Melanjutkan permainannya yang sempat terhenti.

     Pemuda itu duduk di samping pohon tanpa daun yang kini dihiasi amplop berwarna-warni itu. Pandangannya terarah pada Marsha. Indra pendengarannya mendengarkan dengan fokus alunan musik klasik yang dimainkan gadis itu. Akhirnya, gadis itu menutup penampilannya. Lalu membusungkan dadanya—seperti biasa saat ia selesai tampil di hadapan Rafli.

"Perpisahan kita dihiasi lagu ini, masih ingat kan? Dan akhirnya lagu ini juga yang menjadi lagu pertemuan kita.." ia bertepuk tangan, lalu beranjak dari duduknya dan berjalan menghampiri Marsha yang masih bergeming.

"Aku merindukanmu.." Rafli menarik tubuh Marsha dan mendekapnya erat-erat. Marsha masih tetap bergeming. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya. Lidahnya terasa kelu.

"Bodoh! Kau selalu mengabaikan pesan-pesan dariku. Menolak panggilanku, tak pernah membalas suratku, dan juga email dariku!" Marsha memukul pelan dada Rafli.

"Aku setiap hari selalu pergi ke tempat ini, untuk sekedar mengenang semuanya. Berusaha untuk menyembuhkan rasa rindu itu. Kukira kau sudah lupa padaku. Kukira kau sudah menemukan teman baru disana.." cerca Marsha, meluapkan seluruh emosinya yang selalu ia tahan selama ini.

"Maaf," Rafli membasuh pucuk kepala Marsha yang kini menunduk.

"Aku tahu aku salah, aku terlalu sibuk untuk memberimu kabar. Aku terlalu fokus pada diriku sendiri. Namun, aku melakukannya agar kita dapat cepat kembali bersama. Aku mengikuti kelas percepatan agar dapat kembali dengan cepat dan melanjutkan SMA disini.." ungkapnya.

"Dan sekarang, aku adalah kakak kelasmu! Jadi kau tidak akan bisa memberiku julukan yang tidak sopan lagi!" tambahnya. Ia terkekeh. Marsha kembali memukul pundak Rafli. Hal yang biasa dilakukannya tiap kali Rafli menggodanya.

"Dasar, sok tua.." sungutnya. Kini perhatian keduanya teralihkan pada pohon yang dipenuhi amplop berwarna-warni itu. Rafli menatapnya nanar.

"Apa itu?"

"Harapanku selama ini.. Mau lihat?" Rafli hanya mengangguk. Marsha pun segera melepas ikatan satu persatu amplop itu. Lalu, kembali menghampiri Rafli yang hanya diam seribu bahasa seraya memandanginya.

"Buka saja.." Marsha tersenyum, lalu mengajak Rafli untuk duduk di atas gundukan tanah yang ditumbuhi rumput hijau. Dengan serius, serta dahi yang berkerut Rafli pun membuka satu-persatu amplop itu dan mengeluarkan isinya, lalu membacanya dalam diam.

"Semuanya sama.." gumam Rafli setelah menutup amplop terakhir yang baru selesai dibacanya.

"Aku harap kita dapat segera bertemu. Di tempat ini kita berpisah, maka di tempat ini juga kita harus kembali bertemu.." ujar keduanya bersamaan. Rafli tersenyum tipis, pandangannya masih terarah pada gadis manis di sampingnya.

"Aku menyukaimu.." ungkapnya. Marsha menoleh, ia memicingkan matanya. Menatap lekat-lekat pada kedua manik mata Rafli yang membulat sempurna. Pemuda itu menyunggingkan senyumannya. Manis.

"Ak..Aku juga," sahut Marsha gugup. Semburat merah kini menghias wajahnya. Ia pun segera mengalihkan pandangannya, berusaha menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah layaknya kepiting rebus.

"Terimakasih sudah mau menungguku selama ini, aku benar-benar menyayangimu.." Rafli merangkul Marsha dengan tangan kirinya. Sementara pandangannya kini memandang ke arah langit berwarna jingga dengan matahari yang nyaris tenggelam di ufuk barat.

- The End -

Penulis: Della Amanda

Comments

  1. Segera bergabung dan bermain dengan kami hanya di Saranapelangi dengan kartu yang baik untuk kemenangan anda setiap harinya.

    Saranapelangi Menyediakan :
    *7 Games 1 User ID
    *Bonus Turnover 0.5% Dibagikan Setiap Harinya
    *Bonus Referral 20% Seumur Hidup
    *Minimal Deposit & Withdraw : 20.000

    Info Lebih Lanjut :
    - Website : saranapelangi<.dot>link
    - BBM : 2B47BB9C
    - Line : csnini
    - CALL (Whatsapp) : +85581508599

    ReplyDelete

Post a Comment

Informations From: Omnipotent

Popular posts from this blog

The Painting of Destiny

"Are you sure of this, Navan?" The old pirate stared at King Mannas' chief merchant. However, his bright emerald green eyes sparkled with laughter. "The information came from Daoud, one of my former crew members, when I was ravaging the coastal villages of Vyrone." Navan smiled at the expression crossing Gerrod's face, whose family had fled from one of these villages. The Iron Falcon was a legend and parents had always used the threat of its crew and its flaming-haired captain to scare naughty children into sleeping and behaving differently. Gerrod quickly recovered and smiled. "Then he must be a man to be trusted, indeed." "Ah!" cried Navan. "Daoud will take the coin from the mouth of a dead man while it is still warm. I trust him only because he knows the fate of him who lies to me." I may have made him captain when I decided to infiltrate King Mannas' court, but he still knows who is in charge. "We must tell ...

Good Morning America is a popular

Good Morning America is a popular morning news show that airs on ABC. It has been a staple in American households since its debut in 1975. The show covers a wide range of topics including news, entertainment, lifestyle, and pop culture. With its team of talented hosts and reporters, Good Morning America provides its viewers with the latest updates on current events and trending stories. One of the things that sets Good Morning America apart from other morning shows is its lively and energetic atmosphere. The hosts, including Robin Roberts, George Stephanopoulos, Michael Strahan, and Lara Spencer, bring a sense of fun and camaraderie to the show. They engage with their audience and each other in a way that feels genuine and relatable. In addition to its engaging hosts, Good Morning America also features a variety of segments that cater to a diverse audience. From cooking demos and fashion tips to celebrity interviews and human interest stories, the show offers something for everyone. Wh...

The liz hatton

The liz hatton is a unique piece of headwear that has been gaining popularity in recent years. This hat is characterized by its wide brim and low crown, which gives it a distinctive and fashionable look. The liz hatton is often made of materials such as wool, felt, or straw, making it a versatile accessory that can be worn in various seasons. One of the key features of the liz hatton is its versatility. This hat can be dressed up or down, making it suitable for a range of occasions. Whether you're going for a casual look or a more formal outfit, the liz hatton can easily complement your ensemble. Additionally, the wide brim of the hat provides excellent sun protection, making it ideal for outdoor activities such as picnics or garden parties. In terms of style, the liz hatton can be compared to other types of hats such as the fedora or the boater. While these hats may have similar silhouettes, the liz hatton stands out for its unique shape and design. The low crown and wide brim of ...
  • How Meditation can transform you physically and mentally!

    Weight reduction is no simple undertaking, particularly in this day and age where we're continually barraged with informing about not being sufficient. Best case scenario, it can feel like an overwhelming undertaking and at the very least getting thinner can make a ton of mental and passionate press... Readmore

  • Why Online Sellers and E-Commerce should opt for Bubble Padding Envelops?

    Under the leadership of Mr Gaurav Jalan, Packman.co.in (Packman’s official website) became India’s first e-commerce store for packaging solutions in the year 2002 (5 years before Flipkart was launch). In years 2003-2005, when the majority of Indian packaging companies were pr... Readmore

  • 5 Reasons to Repair Your Windshield Chips As Soon As Possible

    Keep in mind that your windshield is more than a piece of glass. In fact, your windshield is one of the most parts of your car. Therefore, it's not a good idea to ignore a cracked or chipped windshield. Doing so may put your life at risk. Therefore, you may want to get your windshield repaired as so... Readmore

  • Cancer and Death of the Planet Result From Use of 666 and Religions

    Humans cannot change because we are programmed by our inner voice, and that is how we are controlled by the Spirit of the Universe. My insight derives from my reincarnation and knowledge that religions are the enemies of that force. There is no heaven or hell but fear and reward promoted by organisa... Readmore

  • Are You HELPING Your Health?

    When it comes to your personal health, are you HELPING yourself, or acting, as your own worst enemy? Rather than proceeding, merely, with, wishful - thinking, and/ or, rose - colored glasses, doesn't it make sense, to proceed, in an introspective, objective manner, and consider/ deter... Readmore

  • The Benefits of Rapid Prototyping for Industrialists

    If you want to start your own prototyping and manufacturing business, it is important for you to understand that you will have to face a lot of hurdles. One of the main problems is that you will have to make a prototype for each product that can help your clients understand how the final product wil... Readmore

  • Reasons Why You Should Try Rapid Prototyping

    If you don't know about Rapid prototyping, you are on the right page. If you want to produce 3D models, RP is what you need. Actually, the designing of 3D models is a complicated project for engineers and designers. These models are designed in order to help clients get a better idea of how the fina... Readmore

  • Tantric Massage and the Utilisation of Five Elements

    Tantra massage focuses on five elements which have a great impact on the body, mind and soul of an individual. When looking for an affectionate touch, tantric massage is something that you can opt for. This type of massage relieves stress, anxiety and tension by awakening the five elements in the bo... Readmore

  • How Psychic Mediums Apply Clairvoyance

    How Psychic Mediums Apply Clairvoyance to Connect with the Other Side  Have you recently lost someone close to you? Maybe someone you love passed away many years ago but the pain and loss is still very real to you and you are looking into making a connection with them on the other side. ... Readmore

  • Benefits of Traveling by Train

    There are several good means of moving from place to place and they all have their advantages and disadvantages. Train travel is one of the most ancient and most traditional. This article covers some of the major benefits of traveling by train. It's very comfortable We all know the amount of cabin... Readmore