Skip to main content

Cerpen About Love in Bamboo Forest

"Aduh!" Aku meringis kesakitan sambil berusaha mengangkat sepeda yang menimpa tubuhku. Sudah ditimpa sepeda, aku pun harus menikmati 'manisnya' lutut kaki kiriku tergores di jalanan depan Togaden ini.

"Dasar bodoh!" teriak keras seseorang di belakangku.
Aku menatap wajahnya, wajah laki-laki yang mengatakan aku bodoh. BODOH! Aaargh! Aku tidak terima.
Setelah bisa berdiri dengan sempurna, aku merapikan pita di rambut gelombangku. Ternyata rok rimpel-rimpel yang kukenakan sedikit sobek tergores aspal. Pantas saja lututku ikut tergores. Lantas kutatap dalam-dalam wajah si laki-laki yang dingin itu. "Hei! Kamu bilang apa tadi?!" ujarku menahan emosi.
"Aku bilang kamu bodoh! Masih kurang jelas? Dasar cewek ceroboh!" ujarnya sengit sambil membuang muka dan tanpa berdosa dia mengayuh sepedanya meninggalkanku.
"Hei, kamu! Dasar cowok pengecut!" teriakku keras dengan emosi yang menggebu. Lantas kukayuh sepedaku mengejarnya. Enak saja dia kabur setelah sengaja menyenggol sepedaku tanpa meminta maaf terlebih dahulu. Huh!
Ternyata laki-laki menyebalkan tadi mengayuh sepedanya dengan amat kencang. Ah, sepertinya aku akan ketinggalan jejaknya. Ya, sekarang tak lagi kulihat punggung laki-laki tersebut. Dan aku menarik napas, kecewa. Semoga di lain waktu aku bisa bertemu dengannya lagi dan memaksa dia untuk minta maaf padaku.

       Pelan-pelan kutelusuri jalanan wilayah Sanjo siang ini. Orang-orang terlihat berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Wajah mereka masih secerah mentari pagi dengan senyum yang menghiasinya. Inilah yang kubanggakan dari penduduk Kyoto. Semangat dan wajah cerah mereka. Apalagi saat ini Kyoto sedang haru. Jadinya lengkap dan makin indah saja Kyoto-ku tercinta.
Sambil tetap mengayuh sepeda, kuganti lagu di walkman dan membenarkan posisi earphone di telingaku. Dan kini terdengarlah suara merdu Yui, penyanyi favoritku. Lagu yang berjudul 'Stay with Me', mampu membuatku melupakan kejadian yang menyebalkan tadi sekaligus melupakan rasa perih di lututku.

       Setelah lima belas menit perjalanan, aku sudah sampai di depan rumah.
"Tadaima!" seruku sambil membuka pintu dan langsung berjalan cepat menaiki tangga menuju kamarku di lantai dua. Aku tergesa-gesa menuju kamar karena ingin membersihkan luka di sekitar lutut kaki kiriku. Saat luka lecet itu bertemu obat cair yang kuteteskan, rasanya pedih sekali. Aduh, aku jadi mengingat kembali wajah laki-laki yang menyenggolku saat mengendarai sepeda tadi. Awas saja kalau aku bertemu dengan dia lagi!

***

"Ohayou gozaimasu, Miyuki!"
"Ohayou gozaimasu!" jawabku membalas sapaan Yayoi, teman satu kelasku. Lalu aku tersenyum dan Yayoi pun membalas senyumanku dengan manisnya.
Selesai aku mengganti sepatu dengan uwabaki6, kukunci kembali lokerku lalu menoleh ke arah Yayoi yang terlihat kebingungan sambil mengacak-acak isi tasnya.
"Ada apa, Yayoi?" tanyaku bingung.
"Miyuki, aku kehilangan kunci loker. Aduh!" jawabnya gusar sembari membongkar tasnya yang berwarna merah muda.
"Mungkin terselip saja," kataku berkomentar sambil membuka lembaran buku di dalam tas Yayoi. Kunci loker sekolah kami memang berukuran kecil. Jadi kupikir mungkin kunci itu terselip di antara lembaran buku. Apalagi kunci loker Yayoi tidak diberinya gantungan kunci, sehingga sulit untuk menemukannya di dalam tas yang penuh.
"Setibanya di sekolah tadi aku sempat membuka tas untuk mengeluarkan komik. Mungkinkah kunci itu terjatuh ya?" Yayoi berucap dengan nada khawatir.
Aku mengerti kenapa ia jadi khawatir. Lima menit lagi pelajaran akan dimulai. Jika Yayoi belum menemukan kunci lokernya, itu berarti ia tidak bisa membuka lokernya dan mengganti sepatunya dengan uwabaki. Kalau tidak segera mengganti uwabaki, Sensei Terumasa tidak akan mengizinkan muridnya mengikuti pelajaran.
"Emm... mungkin juga kunci itu terselip di komik kamu, Yayoi. Sekarang komik itu ada di mana?" Aku bertanya setelah tak kutemukan kunci loker di antara buku-buku dalam tas Yayoi.
"Miyuki, komik itu sudah dibawa Satoru. Aku meminjamkannya karena dia mau mengantarku pergi ke sekolah hari ini," kata Yayoi menjawab pertanyaanku. Kini Yayoi hanya terduduk di depan lokernya dengan wajah menyerah.
"Satoru?" ujarku mengulang nama yang disebutkan Yayoi.
"Dia tetangga baruku, Miyuki. Pindahan dari Osaka. Dia seusia dengan kita tapi sayangnya tidak bersekolah di sini," kata Yayoi menjelaskan.
Aku mengangguk lalu tersenyum.

       Tiba-tiba lantunan nada Fur Elise terdengar nyaring sebagai tanda waktu belajar akan dimulai. Beberapa anak terlihat sedang memakai uwabaki dan setelah itu mereka beranjak menuju kelasnya masing-masing untuk belajar. Aku masih terpaku di depan Yayoi yang menunduk. Beberapa detik kemudian dia mengangkat wajahnya.
"Miyuki masuk saja ke kelas. Aku akan mencoba menghubungi Satoru dan menanyakan apakah kunci itu terselip di komik yang dipinjamnya,"
Aku menggeleng. "Aku mau tunggu Yayoi saja,"
Yayoi tersenyum. Baru saja ia hendak menekan tombol di handphone-nya, nama Satoru sudah tertera duluan di layar. "Iya, Satoru. Arigatou gozaimasu! Tunggu ya!" kata Yayoi gembira saat ia berbicara dengan si penelepon. Setelah menutup handphone-nya, Yayoi menarik lenganku.
"Satoru ada di depan gerbang, Miyuki. Ayo temani aku! Nanti aku kenalkan kamu dengan dia."
Aku mangangguk dan berjalan mengikuti Yayoi.

       Sesampainya di depan gerbang sekolah, kulihat sosok yang sudah tak asing bagiku. Dia tersenyum manis pada Yayoi tanpa melihatku. Ah, rasanya ingin kutelan bulat-bulat orang itu!
"Ohayou gozaimasu, Satoru! Arigatou gozaimasu. Aku sudah khawatir tidak bisa ikut pelajaran hari ini kalau kunci lokerku sampai tidak diketemukan," ucap Yayoi lembut pada Satoru.
"Ohayou gozaimasu. Do itashimashite, Yayoi!" ujar Satoru masih dengan senyuman manis yang menghiasi wajahnya. Kuakui Satoru memang manis dan tampan, namun wajah itu menyebalkan bagiku.
Dan aku cukup terpesona dengan senyuman Satoru hari ini. Akan tetapi yang aku herankan ia bersikap manis pada Yayoi tapi tidak denganku. Apa karena kejadian kemarin? Eh, yang seharusnya marah itu 'kan aku!
"Satoru, kenalkan ini Miyuki! Dia teman satu kelas yang paling dekat denganku, hehehe!" kata Yayoi mengenalkanku pada Satoru sambil mengerlingkan mata jenaka padaku.
Aku memasang senyum terpaksa. Tapi, Satoru sama sekali tidak membalas senyumanku. Ia hanya memandangiku dari ujung rambut sampai ujung kakiku. Bagus deh! Jadi dia bisa melihat lutut kiriku yang di perban tipis gara-gara kelakuannya yang tidak bertanggung jawab kemarin di depan Togaden.
"Eh, aku harus kenalan sama cewek ceroboh ini? Kok bisa kau berteman akrab dengan dia, Yayoi? Lihat itu lututnya akibat dari kecerobohannya sendiri!" ujar Satoru pada Yayoi sambil membuang wajah padaku. Lalu ia melihat ke arah pohon sakura yang berbunga indah di depan kolam sekolah.
Aku hanya terdiam. Rasanya ingin kubalas kata-kata ejekan dari Satoru. Tapi aku masih ingat bahwa Yayoi ada di sampingku dan lagi pula ini masih di lingkungan sekolah.
"Kalian sudah saling mengenal ya, Satoru? Eh, Miyuki kenapa tidak cerita padaku kalau sudah mengenal Satoru? Kalian kenal di mana?" tanya Yayoi keheranan sambil menatap kami berdua bergantian.
"Emmh, aku pergi dulu ya! Yayoi, jangan sampai hilang lagi kunci lokernya! Sampai ketemu nanti," pamit Satoru pada Yayoi dengan tiba-tiba. Lalu ia segera mengayuh sepedanya menjauh dan lama-lama tak terlihat lagi oleh pandangan mata kami.
Yayoi memandangiku dengan wajah penasaran. Aku pun berlari meninggalkannya sebab aku yakin ia akan memaksaku bercerita kenapa Satoru bisa berkata seperti tadi padaku.
"Miyuki... tunggu!" teriak Yayoi padaku. Tapi tak kuhiraukan dan aku terus berlari sambil tertawa karena berhasil membuat penasaran teman akrabku.

***

       Saat haru seperti ini, matahari akan terbenam cukup lama dan setelah itu langit mulai berubah warna. Lewat jendela kamar, aku duduk santai sambil membaca komik. Walau sedang membaca, mataku bisa saja mengedarkan pandangan ke arah lain termasuk ke atas langit. Kututup komikku dan meletakkannya kembali ke lemari buku. Kini aku lebih tertarik mengamati keindahan langit saat senja. Di tambah lagi saat ini bunga-bunga masih bermekaran dengan indahnya.
"Tok tok tok..." Pintu kamarku diketuk seseorang. Pasti itu haha.
Aku beranjak dari dudukku dan membuka pintu kamar. Haha tersenyum padaku dan berkata, "Sayang, tolong belikan tofu karaagedon set di Togaden ya!"
"Oke, Haha sayang."
Setelah haha menyerahkan uang sejumlah 800 yen, aku langsung mengambil pita bermotif polkadot dan menyematkannya di sebelah kanan rambutku.
"Ittekimasu!" kataku pamit seraya menuruni tangga.
"Iterasshai, Miyuki!" pesan haha. Aku menoleh sejenak pada haha lalu mengangguk tersenyum.

       Kukayuh sepeda menembus jalanan. Sengaja kukendarai sepelan mungkin karena aku sangat suka suasana Kyoto di kala senja menjelang malam seperti ini. Di sepanjang perjalanan, kulihat pohon-pohon sakura berbunga dengan lebatnya. Cantik! Aku melebarkan senyumku sambil berdendang kecil
Tak terasa aku sudah sampai di depan Togaden. Restoran ini memang baru dibuka pukul lima sore. Jadi sekarang lagi ramai-ramainya pelanggan yang berdatangan.
Selesai membeli tofu karaagedon set dan keluar dari area Togaden, angin bertiup cukup kencang hingga menerbangkan rambut panjangku yang bergelombang dan berombak. Pita polkadotku bergeser dari posisinya semula. Sejenak aku berhenti mengayuh sepeda dan membetulkan letak pita rambutku.
Bruuk!
Untuk ke dua kalinya, aku terjatuh karena ada yang menabrak dari belakang. Namun aku bersyukur kali ini sepedaku tidak menimpa tubuhku. Baru saja ingin memarahi orang yang seenaknya menabrakku, mulutku tak bisa berucap apa-apa.
Dia lagi! Tapi kali ini dia ikut terjatuh dan sepedanya menimpa tubuhnya sendiri. Syukurin! Ucapku dalam hati. Dia berusaha berdiri, tapi sepertinya kesulitan menyingkirkan sepeda sport-nya.
Aku jadi tak tega karena melihat wajah Satoru yang meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya. Aku segera menghampiri Satoru dan membantunya berdiri. "Kepala kamu berdarah, Satoru!" kataku hampir berteriak saat tak sengaja melirik ke arah kanan kening Satoru.
"Biasa saja kali! Dasar cewek aneh!" cetus Satoru memasang wajah kesal. Lantas tangannya diusapkan ke keningnya untuk memastikan kata-kataku.

       Satoru mencari sesuatu dari dalam saku celana jinsnya. Tapi dia menelan ludah karena tidak menemukan apa yang ia cari. Aku mengambil sapu tangan dari dalam tas kecil di keranjang sepedaku dan menyerahkannya pada Satoru. Dia hanya menatapku lalu mengacuhkan uluran tanganku yang memberinya selembar saputangan berwarna biru muda.
Entah keberanian dari mana, dengan cepat kuusapkan saputangan ke arah kening Satoru untuk membersihkan darahnya yang pelan-pelan mulai mengalir.
"Hei, siapa yang suruh kau membersihkan lukaku?!" ujar Satoru dengan suara tertahan namun terkesan kesal dan membentak.
Aku hanya diam saja dan terus membersihkan darah di kening Satoru.
"Pelan-pelan! Sakit tahu!" bentak Satoru. Meski mulutnya berkata-kata membentakku, tapi tubuhnya berdiri kaku.
"Ada yang sakit lagi tidak, Satoru? Darah di keningmu sudah tidak keluar lagi. Sampai di rumah nanti langsung diobati ya," kataku yang tiba-tiba berubah lembut. Padahal aku ingin membalas bentakannya padaku. Juga ingin menyuruhnya meminta maaf atas kejadian beberapa hari yang lalu. Tapi nyatanya aku tak bisa marah pada laki-laki yang berada di hadapanku kini.
Satoru memandangku dalam-dalam. Matanya yang indah seketika terlihat lebih teduh dari biasanya. Poninya yang berkeringat terlihat basah dan diusapkannya ke sebelah kiri. Lalu ia menunduk. Aku merasa dia salah tingkah. Entah apa penyebabnya.
"Arigatou gozaimasu, Miyuki! Kamu kok jadi baik begini... ada apa?" Suaranya terdengar parau.
"Aku selalu baik pada semua orang termasuk pada orang yang menyebalkan seperti kamu," jawabku jujur dan spontan.
"Gomen nasai! Mungkin aku memang menyebalkan. Aku menyesali atas kejadian beberapa hari yang lalu. Lutut kaki kirimu sudah sembuh, kan?"
"Eh?"
"Dimaafkan tidak?"
Aku mengangguk lalu tersenyum. Dan Satoru pun tersenyum padaku. Ah, senyumannya terlihat sangat manis. Hatiku berdesir bahagia dan seperti ada kupu-kupu yang mengelitik perutku saat memandangi senyuman Satoru.
Tiba-tiba aku baru tersadar jika kami sedang berada di jalanan depan Togaden dan telah menjadi pusat perhatian beberapa orang. Sepertinya Satoru pun baru tersadar. Beberapa detik kami saling berpandangan lalu tertawa bersama.

***

       Di sabtu sore, udara terasa cukup gerah. Mungkin karena haru akan berakhir dua hari lagi dan akan digantikan natsu. Berarti dengan segera pendingin ruangan harus disiapkan di rumah untuk menghalau udara panas yang akan datang berkunjung selama kurang lebih tiga bulan ke depan.
Namun aku bukan memikirkan natsu yang akan segera datang, tapi pikiranku terfokus pada pakaian dan penampilanku sore ini. Pukul lima, aku dan Satoru janjian untuk bertemu. Satoru mengajakku ke daerah Arashiyama. Tentu saja dengan senang hati aku terima ajakannya. Siapa yang bisa menolak jika diajak pergi oleh orang yang telah berhasil menarik hati kita?
Baju terusan yang anggun berwarna hijau dan putih. Kaus kaki putih dengan sepatu hitam. Rambut dikepang dua di samping, lalu diikat menjadi satu ke belakang dengan pita berwarna hijau. Begitulah penampilanku dan saat ini aku sedang berdiri di depan rumah menunggu kedatangan Satoru.

"Hai!" Satoru telah berdiri di hadapanku dan menyapaku. Matanya memperhatikanku lalu bibirnya membentuk sebuah senyuman.
Aku membalas senyuman Satoru. "Kenapa, Satoru?" tanyaku bingung karena Satoru masih terus memandangiku.
"Emmh... kau manis sekali," puji Satoru yang membuatku jadi salah tingkah. Aduh, jantungku kenapa berdetak cepat seperti ini sih.
"Eh, Satoru juga manis kok." kataku memuji Satoru. Ia mengenakan jins hitam dan kemeja biru langit. Rambutnya yang tebal dan poninya yang menjuntai menutupi sebagian keningnya, makin terlihat manis dan aku tak bosan-bosannya mengagumi manusia di hadapanku ini.
"Aku sih sudah manis dari lahir. Kau baru tahu ya?" candanya sambil mengedipkan mata jenaka padaku.
Aku hanya tertawa.

       Sesampainya di daerah Arashiyama, Satoru mengajakku memasuki The Sagano Bamboo Forest, sebuah taman bambu yang sangat indah dan menarik karena membentuk seperti tirai yang unik. Taman bambu seluas 16 kilometer persegi ini tidak hanya indah tapi suara anginnya dapat terdengar melalui rumpun bambu yang tebal. Sore ini banyak yang datang berkunjung dan menikmati lingkungan alam yang paling indah di Jepang ini.
Tiba-tiba Satoru memegang tanganku. Perlahan jemarinya mengisi sela-sela jemariku ketika kami mulai menelusuri area taman bambu yang sejuk, sesejuk hatiku saat ini. Aku yakin wajahku sudah bersemu merah. Apalagi jemari Satoru meremas lembut jemariku. Aku tidak memiliki cukup keberanian untuk menoleh ke arah Satoru di samping kananku. Jadi yang kulakukan hanya diam dan terus melangkah.

      Sesampainya di belokan yang cukup sepi, Satoru menghentikan langkahnya. Ia menarik napas lalu dengan perlahan mengembuskannya. Kemudian aku memberanikan diri untuk menatap wajah Satoru. Ia terlihat gugup dan melepaskan jemarinya dari jemariku.
"Kenapa dilepas, Satoru?"
Satoru tersenyum dan ia berkata dengan wajah yang serius, "Apa aku boleh terus memegang tanganmu?"
Aku mengangguk dan kini mata Satoru menatap dalam-dalam ke mataku. Rasanya sinar mata teduh itu menembus sampai ke dalam aliran darah di tubuhku. Kembali kurasakan jemari Satoru memenuhi sela-sela jemariku.
"Miyuki, kau dan dia begitu mirip. Terutama sikap dan rambut gelombang kalian. Oleh sebab itu, saat pertama kali aku melihat dirimu, dengan sengaja kusenggol sepedamu dan tidak menolong kau yang terjatuh akibat ulahku. Itu karena aku membenci dia yang telah berkhianat,"
Kudengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Satoru dengan penasaran. Suara angin saat ini tak terdengar. Mungkinkah sang angin pun sedang mendengarkan kata-kata Satoru?
"Namun aku sadar, kalau kamu bukan dia. Sejak kau terjatuh saat itu, aku selalu memikirkanmu. Mungkin semua ini memang sudah menjadi takdir untuk kita, Miyuki. Aishiteru!
Aku memandangi mata Satoru seolah bertanya apakah kata-katanya itu sungguh-sungguh benar. Satoru mengangguk dan ia membawa tubuhku ke dalam dekapan hangatnya. Tanpa sadar aku menitikkan bulir bening dari kedua pelupuk mataku. "Aku juga mencintaimu, Satoru!" bisikku lirih di dekat telinga Satoru.
Tiba-tiba suara angin kembali terdengar. Namun kali ini lebih lembut dan merdu. Seolah menembangkan kidung cinta nan indah yang mengiringi kisah kasih kami berdua.

Index:
1. Togaden: Restoran yang terletak di Wilayah Sanjo ini menyajikan menu dengan berbahan dasar tofu (tahu) dan sayuran, tanpa ada daging.
2. Sanjo: Wilayah Sanjo adalah "Shinjuku"-nya Kyoto, di mana daerah ini menjadi pusat perbelanjaan dan fashion di kota Kyoto.
3. Haru: Musim semi.
4. Tadaima: Aku pulang!
5. Ohayoo gozaimasu: Selamat pagi
6. Uwabaki: Sepatu khusus untuk di sekolah. Uwabaki adalah sebuah tradisi Jepang untuk Membedakan orang luar dan orang dalam. Dengan Uwabaki, kelas gedung sekolah jadi tidak terlalu kotor.
7. Sensei: Panggilan hormat untuk guru.
8. Arigatou gozaimasu: Terima kasih!
9. Do itashimashite: Sama-sama.
10. Haha: Ibu
11. Tofu karaagedon set: Salah satu menu yang berbahan dasar tahu di Restoran Togaden. Harganya 800 yen.
12. Ittekimasu: Aku pergi!
13. Iterasshai: Hati-hati!
14. Gomen nasai: Maafkan aku!
15. Natsu: Musim panas
16. Arashiyama: Salah satu tempat menarik di Kyoto dengan pemandangan yang indah dan terletak di kaki gunung.
17. Aishiteru: Aku cinta kamu!

Penulis: Murni Oktarina


Comments

Popular posts from this blog

The Painting of Destiny

"Are you sure of this, Navan?" The old pirate stared at King Mannas' chief merchant. However, his bright emerald green eyes sparkled with laughter. "The information came from Daoud, one of my former crew members, when I was ravaging the coastal villages of Vyrone." Navan smiled at the expression crossing Gerrod's face, whose family had fled from one of these villages. The Iron Falcon was a legend and parents had always used the threat of its crew and its flaming-haired captain to scare naughty children into sleeping and behaving differently. Gerrod quickly recovered and smiled. "Then he must be a man to be trusted, indeed." "Ah!" cried Navan. "Daoud will take the coin from the mouth of a dead man while it is still warm. I trust him only because he knows the fate of him who lies to me." I may have made him captain when I decided to infiltrate King Mannas' court, but he still knows who is in charge. "We must tell ...

Good Morning America is a popular

Good Morning America is a popular morning news show that airs on ABC. It has been a staple in American households since its debut in 1975. The show covers a wide range of topics including news, entertainment, lifestyle, and pop culture. With its team of talented hosts and reporters, Good Morning America provides its viewers with the latest updates on current events and trending stories. One of the things that sets Good Morning America apart from other morning shows is its lively and energetic atmosphere. The hosts, including Robin Roberts, George Stephanopoulos, Michael Strahan, and Lara Spencer, bring a sense of fun and camaraderie to the show. They engage with their audience and each other in a way that feels genuine and relatable. In addition to its engaging hosts, Good Morning America also features a variety of segments that cater to a diverse audience. From cooking demos and fashion tips to celebrity interviews and human interest stories, the show offers something for everyone. Wh...

The liz hatton

The liz hatton is a unique piece of headwear that has been gaining popularity in recent years. This hat is characterized by its wide brim and low crown, which gives it a distinctive and fashionable look. The liz hatton is often made of materials such as wool, felt, or straw, making it a versatile accessory that can be worn in various seasons. One of the key features of the liz hatton is its versatility. This hat can be dressed up or down, making it suitable for a range of occasions. Whether you're going for a casual look or a more formal outfit, the liz hatton can easily complement your ensemble. Additionally, the wide brim of the hat provides excellent sun protection, making it ideal for outdoor activities such as picnics or garden parties. In terms of style, the liz hatton can be compared to other types of hats such as the fedora or the boater. While these hats may have similar silhouettes, the liz hatton stands out for its unique shape and design. The low crown and wide brim of ...
  • Firman Tuhan Tidak Bisa Batal!

    Baca: 2 Raja-Raja 10:1-17 "Ketahuilah sekarang, bahwa firman Tuhan yang telah diucapkan Tuhan tentang keluarga Ahab, tidak ada yang tidak dipenuhi, Tuhan telah melakukan apa yang difirmankan-Nya dengan perantaraan Elia, hamba-Nya." (2 Raja-Raja 10:10) Yesaya 55:11 mengatakan, "demikia... Readmore

  • Kuasa Di Balik Doa

    Baca: Yakobus 5:12-20 "Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya." (Yakobus 5:18) Alkitab terlebih dahulu menjelaskan: "Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak ... Readmore

  • Iman : Sudah Menerima Jawaban Doa

    Baca: Markus 11:20-26 "apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24) Di dalam Ibrani 11:1 dikatakan, "Iman adalah dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak ... Readmore

  • Berat Adalah Berkat 2018

    Berat adalah sebuah berkat, karena Adanya Berat Tandanya kamu memiliki berkat, yang perlu kamu Pikul, Sebab berkat itu Perlu Kamu Pikul, untuk Dapatlah kamu membawanya karena setiap langkah orang berat, karena di tengah-tengah nya ada Sebuah Berkat Yang Di Pikul. Byk org berkata bhw thn 2018 akan s... Readmore

  • Kekonsistenan Guru Sejati

    Kekonsistenan Guru Sejati Yohanes 1:35-42 "Lihatlah Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia" (Yoh 1:29). Demikianlah Yohanes Pembaptis memperkenalkan Yesus kepada publik saat peristiwa pembaptisan Yesus. Bisa dipastikan bahwa anak Zakharia itu tidak hanya ingin mengajak orang banyak itu melihat... Readmore

  • Kejujuran Hamba Tuhan

    Kejujuran Hamba Tuhan Yohanes 1:29-34 Moto hidup Yohanes Pembaptis adalah memberitakan kedatangan Sang anak domba Allah yang menebus dosa manusia. Anak domba Allah itu adalah Yesus. Dalam menjalankan tanggung jawabnya, Yohanes Pembaptis bertindak lurus, jujur, berani, dan apa adanya. Ia tidak meng... Readmore

  • Manusia di Hukum Atas Pengetahuannya yang berbuah Mengatasi Waktu

    Jika Manusia Di Hukum Oleh Pengetahuannya,Atas Ketidak Percayaan Atas Hukum yang Di Ciptakan Kepada Manusia Dari Pada Tuhan Allah,Sungguh Perdamaian Tidaklah Akan Terjaga,Karena Pengetahuannya Mengatasi Waktu Untuk Dapat Pengertiannya #Jerusalem #ATSOPRO #UNvote Dan Pengertiannya Membawakan Logika D... Readmore

  • Identitas: Kata Benda atau Kata Kerja?

    Identitas: Kata Benda atau Kata Kerja? Yohanes 1:19-28 "Siapakah Engkau?" Itulah pertanyaan beberapa imam dan orang Lewi-yang diutus penguasa Yahudi dari Yerusalem-kepada Yohanes Pembaptis. Di tengah pengharapan akan kedatangan Mesias, ia tidak mencoba memancing di air keruh. Dengan jujur anak Zak... Readmore

  • Allah Dinyatakan dalam Yesus

    Allah Dinyatakan dalam Yesus Yohanes 1:14-18 Rasul Yohanes memperkenalkan Yesus kepada para pembaca dengan cara yang menarik. Mula-mula dia menyebutkan Firman itu ada bersama-sama Allah (1). Lalu ia mengatakan Firman tersebut berinkarnasi (menjelma) menjadi manusia dan hidup di tengah-tengah manus... Readmore

  • Selalu Ada yang Setia

    Selalu Ada yang Setia Ratapan 5:1-22 Pasal terakhir dari Kitab Ratapan ini berisi sebuah doa syafaat. Dalam syafaatnya, Yeremia mengakui bahwa Allah yang memberikan hukuman kepada Yerusalem masih mau mendengar seruan umat-Nya. Ia akan merespons kesungguhan hati mereka dengan ampunan. Pada ayat 2-1... Readmore