Cerpen Balai Hujan



Hari ini terasa singkat sekali. Tak terasa waktu sudahmenunjukkan pukul setengah dua siang. kenapa aku bisa lupa ya kalau jadwalkuliahku di majukan jadi pukul 2 siang sekarang. Jadi gugup, belum makan,mandi, sholat, cuci motor. Semua aku kerjakan dengan tergesa-gesa agar tidaktelat nanti sampai ke kampus.


1 jam berlalu aku sudah sampai kampus dan mengikuti beberapamata kuliah. Beranjak dari halaman kampus aku berniat untuk pulang saja karenasemua mata kuliah hari ini sudah selesai. Baru jam 17.45 sholat magrib dimasjid waktu pulang aja batinku.

Aku mulai mengendarai motorku dengan kencang karena kudapatilangit semakin gelap dan rintik-rinrik air mulai membasahi kaca helm. Kontanlaju motorku pun semakin aku kencangkan agar tidak kehujanan karena aku tidakbawa jas hujan dan rumah masih jauh.

Baru saja aku berfikir begitu hujan sudah turun dengan sangatderasnya hingga bajuku pun basah kuyup. Yang terlintas di fikiranku hanyalahmencari tempat berteduh paling dekat dan tak kuduga mataku tertuju pada sebuahbalai yang berada ditepi jalan dengan beberapa orang yang telah berteduh disanamendahuluiku.

Langsung saja motorku kuparkirkan di halamanya. Dingin sekalisore ni, sudah hujan anginya kencang pula. Aku pun berusaha menghangatkantubuhku dengan Menggosokkan kedua tanganku. Lama sudah aku menunggu, tapi hujantak kunjung reda hingga waktu sudah menunjukkan pukul 18.40 kontan aku puntersadar kalau aku belum sholat magrib tadi.

Tuhan.. maafkan aku. Maka dari itu kenapa seperti ada yangmengganjal di batinku yang aku pikir dari tadi tidak kunjung ingat juga.Bingung lagi deh mau sholat dimana ini? waktu magrib sudah akan habis, hujanturun dengan sangat deras sekali. Aku menengokkan kepalaku jauh ke ujung jalanberharap ada mushola di dekat sini. Tapi sejauh mata memandang tidak ada satupun mushola atau masjid yang terlihat. 

Tak lama kemudian aku mulai duduk danmelihat aktifitas orang di sampingku yang melihat-lihat seperti aku tadi. Jenuhrasanya berteduh lama begini. Jadi aku pun merebahkan tubuhku di lantai balaitersebut. Saat aku merebahkan tubuhku ke lantai, aku baru sadar kalau balai itubersih juga. Kenapa tidak terfikirkan sholat di sini saja. Balai ini bersih daneang tidak ada seorang pun yang berteduh disi yang memakai alas kakinyamemasuki balai ini, karena kami cuma duduk di samping-samping saja. 

Lalu akupun mengambil air wudhu dengan air hujan yang turun dengan deras dari pipagenteng tanpa memperdulikan orang-orang di sampingku yang semenjak tadimemperhatikanku saja. Peduli amat, kenal juga tidak. Aku pun memakai jaket-kuyang agak basah untuk kupakai sebagai alas dan aku sholat sendiri membelakanngiorang-orang yang sedang berteduh, yang semakin lama semakin banyak karena hujantak kunjung reda.

Ku coba mengkhusukkan sholatku dalam dinginya angin malamyang membuat tubuhku menggigil. Hari mulai gelap dan suara hujan terdengarbising sekali. Usai raka’at pertama konsentrasiku terganggu oleh seseorang yangmenepuk pundak kananku. Aku jadi bingung apa maksud dari orang itu, apakahorang itu mau mencegahku, mengingatkanku, ataukah hendak ikut sholat dibelakangku?. Dan pertanyaanku terjawab dengan sebuah tepukan lagi. Aku yakinorang ini hendak ikut sholat di belakangku. 

Akhirnya aku pun mengubah niatkumenjadi seorang imam dan mengeraskan baca’anku. Dua rakaat terakhir pun usaidan aku mengucap salam.

Setelah itu aku berdo’a agar hujan cepat reda dan aku bisapulang dengan selamat, karena hujan kali ini mengerikan sekali.

Sembari mengusap wajahku setelah berdo’a aku memalingkanbadan untuk sekedar berjabat tangan dengan dua orang yang ikut sholat bersamakutadi. Aku pun kaget seakan tidak percaya kalau ternyata orang yang ikut sholatdi belakangku bukan hanya dua orang, akan tetapi ada 19 orang. Di ataskeherananku aku sangat merasa bahagia bisa menjadi imam sholat disaat dandikondisi seperti itu. 

Tawa kecil terbesit di hatiku seakan tidak percaya. akupun menyalami beberapa orang di belakangku sambil kembali kearah motorkuterparkir. kotor sekali motorku karena kehujanan. Seakan Tuhan mengabulknpermohonanku secara cash, hujan pun seketika itu reda.

Senang sekali akhirnya bisa segera pulang, sudah jenuh disimenunggu terlalu lama. Aku pun perlahan membersihkan dan memakai sepatuku yanglusuh dengan tanah.

“habis kuliah ya mas?” aku menoleh dan mencari sumber suaradari kerumunan orang itu. “Iya mas” jawabku dengan tersenyum pada orang yangsedang memakai jaket basahnya. “kuliah dimana mas?” tanyanya lagi. 

“Di ******mas” jawabku dengan singkat. “loh kok sama, aku juga kuliah disana, tapi sudahlulus. aku pun mengurungkan niatku untuk pulang sejenak dan melanjutkanobrolnku dengan orang tadi. Obrolan kita yang berlanjut begitu lama hinggaberganti dengan canda’an bersama orang yang lain hingga malam pun tiba. Dankami mulai beranjak pergi dari balai bersama-sama dengan lambaian tangan yangtinggi serta senyuman.

Seperti ada ikatan emosional yang terbentuk begitu saja,entah apa itu namanya aku tak mengerti..

by: Al iz Kusuma

No comments:

Post a Comment

Informations From: Omnipoten

Featured post

Melihat Melalui Mata yang Berbeda

Melihat Melalui Mata yang Berbeda Aku melihat melalui matamu. Dan ketika saya melakukannya, dunia semuanya biru, ungu dan hijau. Warnanya s...