Cerpen Izinkan Aku Mencintainya (Part 2)


     Lalu ku buka kedua mataku. Aku sangat takjub begitu melihat apa yang ada di depanku. Sebuah rumah pohon yang dihiasi bunga-bunga merah, putih, pink, kuning, hitam. Eitz... bunga warna hitam gak ada ya. Sori gue lupa. Aku langsung membelalak girang.
"Rumah pohon?" kataku senang. Vindra tersenyum.
"Iya, ini rumah pohon kita."
"Yang bener?" kataku memastikan.
"Bener. Dan ini semua gue yang bikin khusus buat kita."
"Wow... gue terharu dengernya."
"Mulai sekarang, ini tempat kita. Oke!"
Aku hanya mengangguk. Dalam fikiranku, ini semua gak begitu membuatku mempercayai cowok itu. Mungkin ini sebagian dari trik cowok play boy untuk membuat cewek polos sepertiku jatuh ke dalam perangkapnya.

     Kita berdua menaiki pohon itu dengan sangat hati-hati. Karena sebelumnya aku sudah bilang kalau aku takut ketinggian. Makannya dia memegangi tanganku untuk menaiki rumah pohon itu. Di atas pohon itu aku bisa memandangi pemandangan yang sangat bagus. Di sanalah, kita selalu menghabiskan waktu seharian, sekedar ngabuburit.

     Tak terasa, hari raya idul fitri sudah hampir tiba. Sudah tinggal 10 hari lagi. bulan puasa kali ini, ku habiskan waktu buka puasaku dengan Vindra. Sore itu, aku dan Vindra berniat untuk buka puasa di rumah pohon milik kita. Aku berniat untuk kasih surprice pada Vindra, jadi aku berangkat duluan. Aku mulai mempersiapkan makanan untuk berbuka sebelum Vindra datang.

     Jam 5 sore makanan pun sudah siap. Namun Vindra tak kunjung datang. Aku menunggu di pohon rumah itu sendirian. Karena bosan menunggu, aku pun meraih sebuah gitar milik Vindra, ku petik senar gitar itu perlahan seperti yang diajarkan Vindra padaku. Suara petikan gitarku semakin membaik.
Namun tiba-tiba, ku lihat asap dari bawah rumah pohon. Aku terjebak di dalamnya. "TOLONG..." teriakku minta tolong. Namun tak ada seorang pun yang menolongku. "Aku gak bisa membiarkanku mati konyol seperti ini." Kataku bicara sendiri. Aku memutuskan untuk meloncat. BRAGGG!

"Sya, bangun. Lo harus buka mata Lo." Suara itu menyadarkanku. Ku buka mataku perlahan, dan orang pertama yang ku lihat adalah sesosok lelaki yang terlihat sangat khawatir dengan keadaanku.
"Vindra, gue ada dimana?"
"Lo di rumah sakit. Lo loncat dari rumah pohon."
"Ya ampun, rumah pohon kita kebakaran Vin."
"Lo gak usah fikirin itu, biar nanti gue perbaiki lagi. Maafin gue ya gara-gara gue gak bisa jaga Lo, Lo jadi korban kebakaran itu." Katanya menyesal. Ia menghela napas. "O ya, Lo ngapain masih di rumah pohon?"
"Lo, bukannya kemarin kita sepakat untuk buka puasa di rumah pohon?" kataku balik nanya.
"Kan, Lo sendiri yang ngebatalin itu semua, dan Lo ngajak buka di restoran tempat biasa."
"Gak kok. Malah gue nunggu Lo, sengaja persiapin semuanya karena gue mau buat surprise buat Lo."
"Lah, terus yang sms gue siapa?"
"Mana gue tau." Jawabku asal.
"Siapa pun orang itu, dia pasti berniat jahat sama Lo."
"Ya udah lah, gak usah mikirin itu. Lagian gue kan gaj apa-apa." Setelah aku dan Vindra, membatalkan puasa. Vindra mengantarkanku ke depan rumah.

     Seperti biasa, Arin sudah menungguku untuk mendengar ceritaku tentang Vindra. Setiap kali aku pulang. Arin sangat terkejut, saat ku ceritakan bahwa rumah pohonku dan Vindra terbakar, dan kita akan menyelidiki orang yang membakarnya.

----

"Sya..." panggil seorang cowok. Aku menoleh ke arah suara yang sudah tak asing lagi sampai di telingaku. "Hei, Vin." sapaku padanya. "Ngapain Lo kesini?"
"Gue gak boleh ya kesini? Apa karena gue gak sekolah disini?" tanyanya sambil melihatku.
"Apaan sih Lo, gue Cuma nanya kok."
"Kalau emang barusan yang gue bilang itu bener, ya udah gue akan pindah sekolah kesini."
"Jangan bercanda deh Lo."
Vindra hanya tertawa kecil.
"Gue kesini, mau pulang bareng sama Lo. Mulai sekarang dan seterusnya, gue bakal antar jemput Lo."
"Gak usah gitu Vin, Lo kan harus bolak-balik kesini sama ke sekolah Lo."
"Gak pa pa lagi Sya, apa sih yang gak buat Lo."
"Maksud Lo?" tanyaku pura-pura. Namun, Vindra hanya tersenyum malu.

"Apa lagi yang mau dibeli?" Tanya Vindra sesampainya di Mall. Aku masih memilah-milih sayur, dan beberapa buah.
"Apa ya? Sebenernya gue juga gak tau, apa-apa yang perlu untuk dimasak." Jawabku jujur.
"Yeah, terus gimana donk?"
"Ya udah lah, ini pasti bener kok." Jawabku yakin.

     Kita memulai memasak, karena acara kita hari ini adalah memasak sendiri. Alhasil, masakan kita ancur. Akhirnya kita memutuskan untuk buka puasa di restoran favorit kita. Sehabis kita buka puasa, Vindra memboncengku ke depan sebuah mesjid untuk melaksanakan shalat maghrib. Tak lama kemudian, suara adzan pun dikumandangkan untuk shalat isya' dan dilanjutkan dengan shalat tarawih.
"Vin, Lo tunggu sini bentar ya!" kataku pada Vindra setelah sampai di depan sebuah toko kue langgananku. Selesai membeli sebuah kue, aku kembali dengan dua kotak yang berisi kue cokelat di tanganku.
"Nih, buat Lo." Ku sodorkan kotak kue itu.
"Gue gak suka pudding." Tolak Vindra.
"Ya udah, Lo bawa pulang aja buat mama Lo."
Vindra terdiam, ia melangkahkan kakinya membelakangiku. "Mama gue udah gak ada Sya." Jawabnya lirih.
"Oh, ma'afin gue Vin. Sumpah gue gak tau." Kataku menyesal.
"Ga apa-apa kok." Jawabnya disertai dengan senyum yang dipaksakan.
"Emangnya, mama Lo udah lama ya meninggalnya?" tanyaku penasaran. "Sakit apa?"
"Mama gue meninggal tiga tahun yang lalu. Beliau terkena penyakit kanker otak." Jelas Vindra. Ku lihat kesedihan yang mendalam di mata Vindra.
"Duh, kok gue jadi curhat sama Lo ya"
"Gak pa pa lagi, malahan gue seneng kok Lo bisa terbuka sama gue. Dan gue minta ma'af sama Lo. Gara-gara gue, Lo jadi sedih gini."
"Gak apa-apa."

----

"Jadi, boneka ini dari Vindra?" Tanya Arin setelah mendengar ceritaku tentang Vindra. Ia menghela napasnya. Lalu melanjutkan kata-katanya. "Kayaknya, Vindra bener-bener jatuh cinta sama Lo?" kata Arin dengan yakin. Nampaknya, ia sedih dan cemburu. Aku segera menangkalnya. Dan mengalihkan pembicaraan. Aku tau kalau dia sangat mencintai Vindra, walaupun ia sudah sakit hati padanya.
Namun Arin terus memancingku untuk membicarakan tentang Vindra, bahkan ia mengeluarkan semua barang-barang yang diberikan Vindra padaku.
"Lo hebat Sya, sebelum-sebelumnya gak ada cewek yang bisa buat Vindra klepek-klepek kayak gini. Di sekolah, ia terkenal cuek dan dingin sama cewek. Tapi, dia beda sama Lo. Dia sangat perhatian sama Lo. Gue jadi iri sama Lo Sya." Mata Arin berkaca-kaca. Ia menghela napas, dan melanjutkan kata-katanya. "Tapi, Lo jangan lupa sama renacana awal Lo deketin dia."
"Gue masih inget kok Rin."
"Syukur lah, gue kira Lo beneran suka sama Vindra."
"Ya gak mungkin lah Rin."
"Awas, kalau Lo sampe ngelanggar janji Lo, inget Sya. Tujuan Lo deketin dia, Cuma buat dia ngerasain sakit yang lebih dari apa yang gue rasain dulu." Ancam Arin.

     Aku hanya terdiam, suara handphone ku memecahkan keheningan di malam itu. Ku lihat handphone ku, disana tertera nama Vindra yang meng-calling ku. Aku bingung, harus jawab calling dari Vindra apa gak?
Aku pun memutuskan untuk mengangkatnya.
"Hallo?" sapaku. "Oke, gue bisa." Lalu ku akhiri perbincangan itu dengan salam.
"Siapa Sya?"
"Vindra, dia ngajak gue besok untuk ngabuburit." Jelasku. Aku berharap, dia gak salah paham padaku.

     Bayangan suatu benda sudah sama persis dengan bendanya, itu artinya kurang enam jam lagi kita akan membatalkan puasa, Vindra sudah menungguku di depan rumah. Tanpa membuang waktu lagi, motor milik Vindra membawa kita ke depan sebuah gedung yang bertuliskan PANTI ASUHAN. Disana banyak anak-anak yang sedang bermain. Begitu melihat kita, anak-anak itu langsung meninggalkan semua permainannya.
"Kak Vindra dateng..." kata seorang anak, memberitaukan pada temannya yang lain. Mereka semua mengerubuni Vindra. Nampaknya, mereka sudah sangat akrab dengan Vindra. Melihat hal itu, aku jadi terharu dan kagum pada Vindra. Akankah cowok sekeras dan seangkuh Vindra, masih mempunyai jiwa sosial yang sangat tinggi pada anak yatim seperti mereka?

"Bawa apa Lo Sya?" Tanya Arin mengagetkanku.
"Oh... ini gitar." Jawabku membawa gitar itu. "Punya Lo?"
"Iya, dikasi Vindra."
"Wah, so sweet... enak ya kalau diperhatiin cowok seganteng Vindra." Kata Arin dengan senyuman sinis.
"Lo kenapa sih Rin? Kayak gak suka kalau Vindra ngasi-ngasi atau perhatian sama gue?"
"Ya jelas aja lah Sya, Lo baru nyadar? Gue masih sayang sama Vindra walaupun dia udah nyakitin gue."
"Tapi, Lo sendiri kan yang nyuruh gue buat deketin Vindra?" kataku dengan nada tinggi. "Iya, gue emang nyuruh Lo buat deketin Vindra. Tapi, gue gak nyuruh Lo buat suka-sukaan sama dia."
"Tapi gue gak suka sama Vindra! Gue ngelakuin itu semua karena Lo yang nyuruh!" tegasku.
"Bousyit... munafik banget Lo, gue gak yakin Lo gak bakal suka sama cowok seganteng Vindra. Dari mata Lo aja, udah keliatan kalau Lo suka sama Vindra."
"Terserah Lo deh, terus Lo mau gue berhenti dari rencana Lo. Lo mau gue ngejauhin dia. Oke! Dengan senang hati."
"Ya ampun Sya, gak usah diambil hati kale'. Gue Cuma bercanda. Gue percaya kok sama Lo. Ya udah mending Lo istirahat gih sana, Lo pasti capek banget."

----

"Gitar ini buat Lo." Katanya dengan lembut. "Tapi, gitar ini kan gitar kesayangan Lo."
"Lo juga orang yang gue sayang, dan gue percaya kalau gitar ini bakal seneng sama Lo, Lo pasti akan nge-jaga gitar ini dengan baik."
Aku masih terus membayangkan hal itu, dimana Vindra menyerahkan gitar kesayangannya padaku. Tiba-tiba suara handphoneku mengangetkanku. Sebuah sms dari osis yang menyuruhku membersihkan gudang samping sekolah.

     Aku mengerjakan tugasku. Gudang itu sangat kotor, sehingga butuh waktu lama untuk membersihkan gudang itu. Ukh! Apaan nih. Asap tebal mengepung ruangan itu. ku raih sebuah pintu yang sudah terkunci rapat. Tolong... aku berteriak dengan sangat kencang. Tapi, aku sadar kalau semua murid sudah waktunya pulang. Akankah aku terus terjebak disini? Dadaku sesak. Aku gak bisa nafas, karena banyak asap dimana-mana.

     Nasya... panggilan itu sampai di telingaku. Aku lalu teringat kalau suara itu adalah suara Vindra. "Vindra..." teriakku, berharap kalau Vindra bakalan denger suaraku.
"Sya, gue disini Sya. Lo gak usah takut." Suara itu sangat jelas terdengar.
Bragg... pintu itu sudah terbuka di dobrak Vindra. Ia langsung menghampiriku dan memelukku. Ia membawaku keluar dengan sangat hati-hati dari kebakaran itu. Setelah itu aku sudah tidak sadarkan lagi.
"Sya, Lo bangun dong! Jangan buat gue khawatir gini. Gue gak bisa kalau lihat Lo seperti ini" katanya dengan suara lembut.
"Vindra... gue takut"
"Sya, Lo udah sadar. Lo gak usah takut lagi. Gue disini buat Lo." Katanya dengan memegang erat tanganku.
"Makasih banyak ya Vin. Lo udah nyelametin gue untuk yang kedua kalinya."
"Ini udah kewajiban gue. Ma'afin gue ya Sya, gue gak bisa jaga Lo dengan baik. Gini emang kalau kita gak satu sekolah. Jadi gak bisa jagain putri chubby dech"
"Apaan sih Lo Vin.Ya udah lah, mau gimana lagi."

----

"Anak-anak, sebelum ibu memulai pelajaran, ibu akan mengenalkan murid baru. Ia pindahan dari SMA Kartika. Ibu harap, kalian bisa berpartisipasi dengan baik."
Aku masih fokus dengan sms ku dari Vindra, yang mengatakan kalau dia akan memberikanku sebuah kejutan. Vindra mau ngasi surprise apa ya? Gak bosen-bosennya dia ngasi gue kejutan. Vindra... bisakah gue nyakitin Lo. Tiba-tiba gue dikagetkan oleh sebuah suara yang sangat ku kenal.
"Hy... Nama gue Vindra." Kata murid baru itu memperkenalkan dirinya. Ah, mungkin itu Cuma bayanganku aja. Gara-gara mikirin surprise dari Vindra. Lagian mana mungkin, dia pindah kesini. Duh... udah error nih otak gue. Untuk meyakinkan kalau suara itu hanya bayanganku, perlahan ku lihat seorang cowok yang sedang berdiri untuk memperkenalkan dirinya.
"Hah, Vindra. Ini beneran Lo?" mataku membelalak kaget.
Ia melangkahkan kakinya menghampiriku. Karena satu-satunya bengku yang kosong hanya di sampingku. Bu Nina pun menyuruh Vindra duduk sebangku denganku.
"Hy putri chubby... kita ketemu lagi ya, dan mulai sekarang gue bisa jaga Lo terus. Gue gak akan biarin hal buruk menimpa Lo." Katanya dengan penuh senyum.
"Vindra... Lo beneran pindah sekolah kesini?" tanyaku tidak percaya. Vindra hanya mengangguk kecil.
"Kenapa sih Vin, Lo sampe pindah sekolah, emang sekolah Lo yang dulu kenapa?" tanyaku penasaran.
"Gak apa-apa, gue pindah sekolah kesini. Biar gue bisa deket Lo terus, dan biar gue bisa jaga Lo terus. Karena Lo penting banget buat gue."
Jantungku berdegup kencang, darahku berdesir dengan sangat derasnya, bagaikan hujan yang sangat deras. Aku bingung harus membedakan perasaan senang, PD, sekaligus sedih. Karena semakin Vindra berbuat baik padaku dan terus menerus bersamaku, itu akan membuatku semakin sedih. Aku gak tau apa aku bisa menyakiti seorang cowok yang sangat baik padaku. Ia selalu menjadi malaikat penolongku. Ia selalu ada saat aku membutuhkannya, apa semua kebaikan yang ia berikan akan aku balas dengan sesuatu yang akan buat dia hancur?

Penulis: Alief Dealova


No comments:

Post a Comment

Informations From: Omnipoten

Featured post

Melihat Melalui Mata yang Berbeda

Melihat Melalui Mata yang Berbeda Aku melihat melalui matamu. Dan ketika saya melakukannya, dunia semuanya biru, ungu dan hijau. Warnanya s...