Cerpen Menunggu - Ku Temani Masa Tua Mu (Part 1)

     Ia membuka pintu rumahnya. Berjalan menuju teras dan duduk di kursi di sebelah pintu. Wajahnya yang mulai pucat itu menyimpan kesedihan yang teramat dalam. Hari ini adalah hari pernikahannya, hari dimana disatukannya kembali 2 insan saling mencintai setelah berpisah selama puluhan tahun. Seharusnya dia bahagia di hari pernikahannya itu, tapi kali ini kenapa wajahnya terlihat sangat sedih? Ia mulai mengingat satu persatu apa yang dialaminya selama puluhan tahun lalu.

----

     Seuntai bunga mawar merah terbungkus rapi di depan pintu rumah risa, diambilnya bunga itu dan diciumnya, harum sekali. Bibir mungilnya tersenyum tipis saat matanya memandang tulisan di kertas memo yang terselip di dalam bunga "selamat pagi sayang, jangan lupa sarapan ya..". memang selama ini artha sangat romantis, hampir setiap pagi ia menaruh bunga, coklat, boneka di depan rumah risa, selain romantis artha juga tipe cowok sabar dan penyayang, itu yang membuat risa tetap bertahan selama 6 tahun walaupun kedua orangtua artha tidak menyetujui hubungan mereka.

     Suatu malam seperti biasa mereka berdua janjian, bertemu di tempat biasa mereka bertemu. Malam ini angin kencang sekali, seperti akan turun hujan tapi tidak ada awan. Sweeter biru kesukaan risa dipakainya malam ini untuk menutupi tubuhnya dari hembusan angin kencang. Setelah sampai di taman tempat mereka janjian. Tidak seperti biasanya, saat risa datang artha sudah menunggunya disana, namun kali ini tidak Nampak batang hidung artha disana. Risa mulai cemas dan khawatir.
"Kemana dia? Biasanya dia yang datang duluan, biasanya dia selalu tepat waktu, tapi kenapa Sekarang dia belum datang?" pikirnya dalam hati.

     Dia duduk di bangku taman itu sambil menoleh ke kanan, ke kiri, ke belakang, ke depan. Wajahnya mulai terlihat cemas, diambilnya handphone di dalam tasnya, ia mencoba menghubungi artha namun nomer artha tidak aktif. Berkali-kali namun hasilnya sama. Risa bingung, akhirnya risa mencoba menunggu sampai artha datang.

     Waktu sudah menunjukkan pukul 19.30, sudah seperempat jam risa menunggu artha. Ia mulai lelah, berkali-kali ia memandangi jam yang ada di tangannya, berkali-kali juga ia berusaha menelfon artha, namun sama, nomer telfon artha tidak bisa dihubungi. Waktu sudah menunjukkan pukul 20.00. tepat 1 jam risa menunggu artha. Karena sudah malam, akhirnya ia memutuskan untuk pulang saja. Pelan-pelan ia berdiri dan melangkah meninggalkan taman itu. Langkahnya masih terlihat berat untuk meninggalkan taman itu, ia masih berharap artha akan datang menemuinya. Matanya berat seakan ada yang mau tumpah. Ia berjalan kaki dari taman menuju rumahnya, kebetulan jarak taman dengan rumahnya tidak terlalu jauh.

     Kurang lebih 60 langkah dari taman, matanya melihat sosok yang dikenlainya dari depan. Arha datang terlambat, langsung saja artha berhenti dan mematika mesin motornya. Ia berusaha menjelaskan pada risa kenapa ia datang terlambat.
"Aku minta maaf sudah membuat kamu menunggu.." kata artha sambil menatap risa dengan tatapan menyesal
"Menunggu 1 jam itu buat aku nggak lama.." balas risa dengan tersenyum manis pada artha.
"Aku telfon berkali-kali kenapa nggak bisa?"
"Maaf, aku lupa charger, ini sekarang mati." jawab artha sambil menunjukan handphonennya.
"Kamu mau pulang sekarang apa gimana?" tanyanya lagi.
"Sudah malam, anterin aku pulang aja."

     Akhirnya artha mengantarkan risa pulang. Disaat perjalanan artha berusaha menjelaskan kenapa ia tidak datang tepat waktu.
"Mama ku sakit, mendadak masuk rumah sakit, aku nggak sempet ngabarin kamu, aku panik."
"Oh ya? Sakit apa mama? Terus keadaannya?"
"Kamu nggak marah?" tidak menjawab pertanyaan risa artha malah balik bertanya.
"Kenapa aku harus marah? Aku pasti ngerti kalau alasannya kayak gitu." jawab risa sambil memeluk artha dengan mesra.
Mereka berdua pun sampai rumah risa.
"Kamu nggak mampir dulu?"
"Enggak, aku langsung ke rumah sakit."
Akhirnya artha pun pergi dan menuju rumah sakit.

Kukuruyuuk...
Terdengar suara kokokan ayam, pertanda hari sudah pagi. Risa buru-buru mandi karena pagi ini ia berencana untuk menjenguk mama artha, walaupun mama artha kurang suka sama risa, tapi risa tetap bersifat baik dan tidak pernah merasa dendam kepada mama artha

"Tiin.." terdengar klakson sepeda motor di luar, itu artha yang sedang menjemput risa. Mereka berdua pun berangkat ke rumah sakit. Perasaan takut sedikit menyelimuti hari risa. Ia takut kedatangannya akan semakin membuat mama artha marah. Dengan langkah ragu-ragu risa melangkahkan kaki menuju kamar inap mama artha. Risa sudah membawakan buah kesukaan mama orang yang dicintainya itu. Sesampai di depan kamar risa tidak langsung masuk, hatinya berdebar cepat. Dia menghela nafas panjang sekali.
"Ayo masuk.." ajak artha saat risa ingin mengurungkan niatnya untuk masuk.
Risa hanya menatap artha dengan tatapan takut.
"Nggak papa sayang.." kata artha meyakinkan kekasihnya.

     Akhirnya risa memberanikan diri untuk masuk. Dia sudah tau dan sudah mengerti apa konsekuensinya jika ia tetap masuk. Pandangannya menunduk ke bawah, tangannya terasa dingin dalam genggaman tangan artha. Perlahan-lahan ia mengangkat kepalanya dan berusaha membuka mulutnya.
"Pagi tante.. gimana keadaannya sekarang?"
Suasana berubah menjadi hening dan mencekam. Semua mata yang ada di ruangan itu tertuju pada risa, dan membuat jantung risa semakin berdebar cepat. Mama artha membalikkan tubuhnya membelakangi risa. Terlihat sekali penolakan yang ditunjukkan mama artha pada risa. Tiba-tiba saja, ana adik artha mengajak risa bicara.
"Mbak risa, kita ngomong di luar ya.."

     Risa pun menaruh buah yang dibawanya di meja, lalu ke luar kamar bersama ana. Ana adalah adik artha, ia salah satu orang yang juga tidak menyukai hubungan artha dengan risa.
"Mending mbak risa nggak usah datang kesini lagi deh?" kata ana kethus
"Kenap ana? Aku Cuma pengen lihat keadaan mama.."
"Alah, percuma mbak, dengan datangnya mbak kesini, itu ngak akan membuat mama sembuh!"
"lebih baik, mbak pulang dan sebentar.." kata ana lagi sambil masuk ke kamar untuk mengambil buah yang dibawa risa dan berniat untuk mengembalikannya.
"Dan bawa buah ini lagi..!"
"Mama nggak boleh makan buah..!!" katanya lagi sambil menyerahkan dengan kasar buah yang dibawa risa untuk mamanya.
Risa hanya diam dan heran dengan sikap kasar ana kepadanya. Ini yang sangat ditakutinya sejak akan berangkat ke rumah sakit. Dia sudah menebak kalau dia akan diperlakukan tidak enak oleh keluarga artha.

     Dengan perasaan sedih dia pulang tanpa berpamitan dengan artha. Hatinya sakit, bagaikan luka yang dikucuri air buah jeruk. Matanya pun berkaca-kaca, namun ia menahannya karena ia tidak mau menampakkan kesedihannya, lagi-lagi di hadapan artha. Mengetahui kalau risa diusir, artha pun menyusul risa dan berusaha meminta maaf atas perlakuan keluarganya.

     Dari jauh artha melihat risa yang sudah ada di lobi rumah sakit, langsung saja ia mempercepat langkahnya.
"Risa tunggu.." teriak artha saat risa sudah akan menyetop taxi yang lewat di depan rumah sakit.
"Risa, maafin sikap keluargaku ya.."
Risa hanya tersenyum dengan bibrnya bergetar menahan rasa sakit hatinya, dan berkali-kali ia menengadahkan kepalanya, untuk menahan air mata yang memaksa keluar dari mata sayunya. Ia berusaha bicara, namun bibirnya berat untuk membuka.
"Aku anterin pulang ya.."
Belum sempat mengiyakan ajakan artha, tiba-tiba ada seorang perempuan yang memanggil artha.
"Artha.." kata perempuan itu sambil mencium artha. Artha kaget dengan sikap perempuan itu, begitu juga risa, ia merasa cemburu ketika melihat pacarnya dicium perempuan lain.
"Sofi kamu apa-apaan sih.. main cium sembarangan, nggak lihat apa ini tempat umum..!!!" maki artha pada perempuan bernama sofi itu.
"Nggak papa artha, sebentar lagi kan kita menikah, jadi wajar dong, kalo aku cium calon suamiku waktu ketemu..." kata Sofi dengan sikap manja dan genit pada artha.
Risa kaget waktu mendengar perkataan sofi, kalau sebentar lagi dia akan menikah dengan artha.
"Ehm, artha, kamu nggak usah nganter aku. Kamu temenin aja calon istri kamu ya.." kata risa dan ia langsung pulang menaiki taxi.

     Artha tidak bisa mencegah kepergian risa, ia merasa sangat bersalah pada risa. Ia menatap sofi dengan tatapan tajam, seakan-akan ingin menampar mulut sofi yang sudah sangat keterlaluan, tapi ia sadar dia seorang cowok, pantang bagi dia untuk menyakiti fisik wanita. Akhirnya artha meninggalkan sofi dan tidak memperdulikannya waktu sofi mengajaknya ngobrol.

     Sesampai di kamar mamanya artha duduk di sofa dengan wajah cemberut dan kesal. Ia tidak mengucap satu kata pun saat mamanya menanyainya dari mana.
"Tante.. ini sofi bawakan buah kesukaan tante..."
Memang beda perlakuan mama artha pada sofi dan risa. Saat risa datang mamanya malah mengusirnya, dan saat sofi yang datang mama artha menyambutnya dengan penuh suka cita.
"Aduh.. sofi, kok repot-repot bawa buah segala.." kata mama artha dengan tersenyum manis kepada sofi.
"Nggak repot kok tante.."
"Kamu datang saja tante sudah senang sof.." kata mama artha sambil berusaha duduk.
"Artha, sepulang mama dari rumah sakit, kita akan bicarakan soal pernikahanmu!"
Artha yang sedang memainkan handphonennya kaget mendengar perkataan mamanya.
"Pernikahanku sama siapa ma?"
"Kok nanya..!! sama sofi, mau sama siapa lagi? Kalau sama anak itu mama nggak setuju ya..!!"
Artha hanya diam dan langsunng pergi meninggalkan ruangan mamanya. Dia bertanya-tanaya apakah yang diucapkan mamanya itu benar. Beliau akan menjodohkannya dengan sofi. Kalau memang benar, lantas dia harus bagaimana, ditaruhnya kedua tangannya ke seluruh mukanya dan mengusap layaknya seseorang sedang mencuci muka.

     Langit hari ini mendung, semendung hati risa saat ini, ia duduk di taman biasanya dia bertemu dengan artha, namun kali ini kedatangannya kesana bukan untuk bertemu artha. Sudah 2 minggu sejak kejadian di rumah sakit mereka berdua tidak pernah ketemu. Artha berusaha menghubungi risa, namun risa selalu menghindar, entah apa penyebabnya, mungkin karena penolakan keluarga artha, mungkin juga karena sofi. Risa menatap langit abu-abu itu, rambutnya yang terurai panjang berkibar-kibar terkena hembusan angin yang lembut layaknya bendera sang merah putih yang sedang dikibarkan. Matanya yang sayu itu mulai berkaca-kaca, di pikiranya hanya terekam kejadian 2 minggu lalu, hingga berulang-ulang. Langit mendung itu perlahan-lahan mengeluarkan isinya. Namun risa belum juga pergi, sepertinya ia menikmati setiap tetesan-tetesan air yang keluar dari langit. Lama kelamaan gerimis itu menjadi hujan lebat. Semua orang di taman itu sibuk masing-masing mencari tempat untuk berteduh. Namun tidak dengan risa, dengan santainya ia berdiri dan berjalan untuk pulang.
"Tuhan.. kenapa tidak setiap hari saja seperti ini.. aku ingin berjalan di derasnya hujan, agar Tidak ada seorang pun tau kalau aku sedang menangis." Dadanya terasa sesak, seakan diikat tali kencang sekali.

     Sekarang ini artha sudah tidak seperti dulu, yang selalu perhatian dan romantis kepada risa. Dia disibukkan dengan mamanya. Mamanya selalu mengancam artha jika artha nekat pergi dari rumah. Artha tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghadapi mamanya. Sampai suatu hari pilihan sulit harus dipilih artha. Saat penyakit jantung mamanya kambuh, di perjalanan menuju rumah sakit mamanya meminta artha berjanji untuk segera menikah dengan sofi.
"Artha, mama udah nggak kuat lagi, sebelum mama mati, mama pengin lihat kamu nikah Dengan sofi." permintaan mamanya yang sedang terbaring lemah di dalam ambulan.
"Mama ini ngomong apa sih. Sudahlah ma jangan mikir macem-macem dulu. Mama harus Mikir bagaimana caranya agar mama tetap kuat. Mama pasti akan baik-baik saja ma.." kata artha menyemangati mamanya.

     Sesampai di rumah sakit. Mama artha segera mendapat pertolongan medis. Artha bingung dengan ucapan mamanya, sementara ana dan papanya mendesak artha untuk melakukan apa yang diminta mamanya.
"Kakak artha..!! kak artha nggak kasihan sama mama? Dia mama yang ngelahirin kak artha, Merawat kak artha, sampai kak artha menjadi seperti ini..!! dia rela mengorbankan hidupnya Demi kak artha. Tapi balasan apa yag kak artha beri? Menuruti kemauan mama saja kakak Nggak mau..!!!" maki ana kepada kakanya.
Artha hanya diam saja.
"Iya artha, selama ini mama kamu tidak pernah meminta apa-apa dari kamu, dan kali ini mama hanya meminta satu permintaan. Kamu nikah sama sofi.." kata papa artha, meminta agar artha mau mengabulkan permintaan mamanya.
"Papa, ana.!! Ini bukan karena apa. Tapi ini masalah hati. Aku nggak bisa maksa perasaanku untuk cinta sama sofi!!" kata artha berusaha menjelaskan kenapa ia tidak mau menuruti permintaan mamanya.
"Cinta itu mudah datangnya artha. Kalu kalian sudah menikah. Lama-lama cinta itu akan Muncul dengan sendirinya nak.."
"Artha bingung pa..!! artha nggak bisa mikir untuk saat ini."
"Kamu pikir dulu baik-baik. Janagn sampai keputusanmu itu nantinya akan kamu sesali."

     Artha pergi meninggalkan adik dan papanya. Ia duduk di ruang tunggu lobi dengan perasaan bingung. Dia tidak tau harus berbuat apa. Sebenarnya dia ingin bilang kepada risa tapi dia takut kalau risa akan lebih sakit hati. 10 menit ia memejamkan mata, untuk mengosongkan pikirannya. Tiba-tiba saja handphoenya berbunyi, ternyata telfon itu dari risa.
"Hallo.." terdengar dari ujung telfon suara lembut dan serak-serak itu.
"Artha kmau dimana?"
Namun artha hanya diam saja. Dia masih bingung bagaimana memulai pembicaraanya. Dan menceritakan semuanya pada risa.
"Artha, kamu kenapa diam saja?"
Berkali-kali risa memanggilnya, namun tetap saja artha diam. Dengan perasaan kecewa akhirnya risa menutup telfonnya. Artha menyesal, dan merasa bersalah tidak merespon telfon risa. Akhirnya ia nekat pergi ke rumah risa dan akan menceritakan semuanya pada risa.

"Tok.. tok.. tok.."
Berkali-klai artha mengetuk pintu rumah risa, namun tidak ada satu pun yang membuka pintu. Hampir 15 menit artha menunggu risa di depan pintu. Ia hampir putus asa dan ketika ia mau pulang tiba-tiba saja risa memanggilnya.
"Artha.."
Artha menoleh dan langsung memeluk risa, erat sekali.
"Artha.." Risa melepaskan perlukan artha.
"Risa, maafin aku sayang.." namun artha tidak mau melepaskan pelukannya.
"Artha kenapa minta maaf, nggak ada yang salah" suaranya lirih, menahan tangis di depan artha.
"Soal mama, soal Sofi.. pasti itu yang membuat kamu ngejauhin aku?"
"Aku menjauh bukan karena itu. Cuma kau ingin sendiri dulu. Nenangin pikiran." jelas risa kepada artha.
Risa duudk di tangga teras rumahnya dan artha pun duduk di sampingnya.
"Sa, mama nyuruh aku nikah sama sofi." suara artha lirih dan pelan, ia takut risa kaget mendengar semua itu.
Risa memandang artha dalam, diam, tak berkata apapun. Perlahan-lahan ada tetesan di sudut matanya. Kali ini ia benar-benar menangis di hadapan artha yang belum pernah sama sekali ia lakukan.
"Risa, maafin aku, saat ini aku bingung. Aku nggak tau harus gimana." artha menggenggam tangan risa erat sekali.
"Turuti apa kata hati kamu.." balas risa sambil memeluk artha.

Penulis: Risty Cahya Yuantika


No comments:

Post a Comment

Informations From: Omnipoten

Featured post

Melihat Melalui Mata yang Berbeda

Melihat Melalui Mata yang Berbeda Aku melihat melalui matamu. Dan ketika saya melakukannya, dunia semuanya biru, ungu dan hijau. Warnanya s...