Cerpen Misteri Gadis di Pinggir Jalan


     Pagi itu, di tengah terminal tepatnya, aku selalu melihat wanita yang sama di minggu ini, dia cantik menurutku, berjilbab dan tampak sholehah, jika seandainya ada kesempatan ingin sekali rasanya aku untuk berpatah kata dengannya.

"Monggo pak, silahkan diminum", sapa pak rusdi dengan secangkir kopi hangat di hadapannku.
"Bapak kenal dengan wanita yang selalu di pinggir jalan itu?", tanyaku seraya menunjuk ke arah jalanan di pinggir lalu lalang kendaraan.
"tentu mas, dia Aisyah anak ibu H. Marsinah yang tinggal di rumah gedong disana, emangnya kenapa mas?", tanya pak rusdi sambil duduk di angkringannya yang masih sepi.
"gak pak, Cuma pingin tahu aja, apa dia sudah menikah pak?", tanyaku penasaran.
"Belum, dia belum menikah, minggu lalu ada yang ngelamar, seorang gus-gus, anak kiai gitu, tapi ditolak juga, padahal dia anak tertua lho mas, adiknya yang cewek malah udah nikah 2 tahun lalu, kayaknya dia bakal jadi perawan tua. Hmmm.. kalo mas mau ngelamar, kayaknya susah mas.. soalnya sudah banyak pemuda yang ngelamar tapi semuanya ditolak", kata pak rusdi berbisik.
"lho, kok bisa pak, emangnya kenapa?", kataku semakin penasaran mendengar penuturan bapak itu.
"saya toh kagak tau mas, wong gadis itu, orangnya pendiam sih, tapi menurut rumor yang saya dengar, dia itu sombong mas dan kalau milih suami itu pilih-pilih, makanya semuanya pada ditolak" lanjut Pak Rusdi semakin lirih.
"apa dia itu benar sombong pak?", tanyaku masih tak percaya.
"kalau menurut bapak sih tidak, soalnya setahu bapak dia anak baik, soalnya juga sering mampir kesini beli kue, kalau bapak sih positif thingking aja mas, toh itu hanya rumor", kata bapak sambil membayar uang kembalianku.

     Aku hanya bisa diam membisu sambil memikirkan ucapan bapak Rusdi, bagiku gadis itu masih menjadi sebuah misteri. "siapa sebenarnya kamu?", tanyaku selalu dalam hati.

     Masih di pagi yang sama, saat kulihat dia kembali. Kalau kemarin dia memakai baju hijau, sekarang dia tampak anggun dengan baju merah jambunya, aku sendiri pun sudah tak tahan ingin bertegur sapa dengannya, sekaligus ta'arufan, mungkin akan sedikit bisa menghilangkan rasa penasaran dalam hatiku.
"hmm.. Assalamu'alaikum ukhty..", sapaku membuka pembicaraan.
"wa'alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh", jawabnya dengan seulas senyum tersungging di bibir merahnya.
"astaghfirulloh", ucapku dalam hati. Gadis itu benar-benar cantik, "Ya Allah, sungguh niatku hanya untuk berta'arufan dengannya. Kuatkanlah imanku", ucapku dalam hati.
"boleh saya bantu neng..?", ucapku melihat barang belanjaannya yang cukup banyak.
"tidak usah cak, alhamdulillah saya masih bisa sendiri kok", jawab gadis itu menolak.
"tak apa, kamu keliatan cukup lelah..", jawabku meyakinkan.
Akhirnya dengan agak canggung, gadis itu memberikan sebagian belanjaannya kepadaku. Sangat senang hatiku menerimanya. Mungkin ini adalah langkah awal yang baik untuk mengenalnya.

     Di perjalanan tidak ada sepatah kata pun yang terlontar, kami hanya saling diam, aku pun hanya mengikuti langkahnya. Sambil berharap, ada kata yang bisa diucapkan.
"terimakasih cak, ini rumah saya. Terimakasih atas bantuannya", katanya tanpa melihat wajahku sedikitpun, hanya menunduk sedari tadi yang dia lakukan.
"iya sama-sama neng, hmm.. oya nama saya Rahman, kalau nama neng siapa..?", tanyaku salah tingkah.
"nama saya Aisyah cak, panggil aja Aisyah. Ya udah cak maaf saya harus masuk dulu. Permisi Assalamu'alaikum" lanjutnya tanpa sedikitpun melihat wajahku.
"O.. iya neng Aisyah, Wassalamu'alaikum", jawabku sedikit kecewa.

     Hari yang sama dan kejadian yang sama, terjadi sudah selama seminggu ini, tanpa ada perkembangan yang berarti, sampai sekarang pun rasa penasaranku pun belum terpuaskan. Hingga suatu hari ku beranikan diri mendatangi rumah gadis itu.
"ee.. nak Rahman, silahkan masuk", ucap HJ. Marsinah, tak asing lagi kepadaku. "Mau ketemu aisyah ya.. sayangnya dia sedang mengajar di mushola",
"oo.. kalau begitu saya pulang saja dulu bu", kataku seraya beranjak keluar.
"hmm.. tapi kalo seandainya kamu punya waktu, ibu ingin ngomong sebentar dulu", kata wanita setengah baya itu kepadaku. Wajahnya tampak serius itu membuatku penasaran dan ingin tahu apa yang ingin dia sampaikan.
"iya bu, tidak apa-apa, silahkan saja, saya toh sedang tidak ada kesibukan", ucapku kepadanya.
"hmmm... apakah kamu suka sama aisyah?", tanya HJ. Marsinah serius
Kikuk aku mendengar pertanyaan seperti itu, rasanya seperti disuruh menjinjing ribuan kilo batu, tapi melihat keseriusan dari HJ. Marsinah, akhirnya aku memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan itu.
"Iya Ibu, saya menyukai bahkan mencintai putri anda semenjak pertama kali saya bertemu dengannya", jawabku kikuk.
Dengan menghembuskan nafas lega HJ Marsinah berkata "Alhamdulillah kalau seperti itu nak. Ibu sangat senang mendengarnya dan ibu berharap kamulah jodoh Aisyah nantinya".
"kalau boleh tahu apa yang sebenarnya terjadi ibu?", tanyaku semakin penasaran, bahkan hingga menahan nafas menunggu jawaban yang selama ini kunanti, tentang misteri gadis di pinggir jalan ini. Aisyah tepatnya.
"dulu sekali Aisyah pernah berpacaran seperti gadis-gadis lainnya, sama seperti pacaran pada umumnya nak, aisyah sangat mencintai laki-laki itu karena Allah, namanya Farhad pemuda pesantren yang berhasil mengetuk pintu hati Aisyah, mereka hanya baru bertemu sekali, namun Aisyah sangat yakin kalau laki-laki itu yang akan jadi pendamping hidupnya", kata HJ. Marsinah mengawali ceritanya.
"lalu apa yang selanjutnya terjadi bu?", jawabku masih sangat penasaran.
Dengan menghela napas panjang HJ. Marsinah melanjutkan ceritanya. "Dulu kami tak sekaya ini nak, kami hidup serba kekurangan, bahkan untuk kuliah Aisyah, dia harus bekerja keras. Jika ditanya impiannya hanya satu membahagiakan keluarga dan memberangkatkan haji orangtuanya. Sedangkan Farhad pun harus berada di kota lain, untuk melanjutkan kuliahnya. Jadi selama pacaran itu mereka hanya berhubungan dengan telepon saja. Pernah sekali Aisyah bercerita pada saya, kalo tidak salah di bulan Juni 2012, kalau dia akan menemui farhad, dia juga bercerita mereka akan mengikat janji, di hadapan Allah. Awalnya ibu berpikir itu hanya janji biasa, janji yang biasa dilanggar. Tapi ternyata Aisyah sangat memegang janji tersebut".
"Janji yang seperti apa bu..?", tanyaku semakin penasaran.
"entahlah Aisyah tak berkata apapun tentang janji itu, bahkan ibu sendiri juga khawatir, tapi Aisyah selalu berkata tidak apa-apa bu, semuanya akan baik-baik saja, lalu satu tahun pun Berlalu Aisyah masih kuliah dan Farhad mendapatkan pekerjaan sebagai guide di mekah. Namun sepeninggal itu, seakan Farhad juga menghilang bersama semua rasa cintanya. Tak ada kabar apapun yang tentang farhad, seperti hilang ditelan bumi nak. Tapi anehnya Aisyah tidak meneteskan air mata sedikitpun, dia tetap ceria seakan tak terjadi apa-apa. Dan semenjak itu setiap kali ada lamaran selalu ditolaknya dengan alasan dia telah dipinang. Jujur nak, ibu sangat takut, siapa yang telah meminangnya?, apakah dia masih berharap kalau Farhad akan menjemputnya, setiap hari ibu selalu tak tenang. Apalagi sekarang Aisyah sudah banyak digosipin oleh tetangga nak..", tangis HJ. Marsinah membuatku merasa pilu.
"hmmm.. apakah tak ada kabar dari keluarga farhad bu..?" tanyaku kemudian, melihat tangis HJ. Marsinah lebih reda.
"Farhad anak yatim nak, dia hanya punya Aisyah dan guru-gurunya di pesantren, bagi kami sendiri dia juga telah menjadi keluarga, ibu mohon nak, bukalah pintu hati Aisyah lagi, ibu ingin dia bahagia. Sungguh ibu tak pernah tega mendengar tetangga memperolok-oloknya sebagai perawan tua. Ibu ingin melihatnya menikah, dan melupakan kesedihannya kehilangan Farhad", lanjut HJ. Marsinah melihatku, di matanya tampak sayu dan lelah, namun serius akan perkataannya.
"InsyaAllah Bu, jika ibu mengijinkan, dan Allah meridhoi, saya akan meemperistri Aisyah secepatnya", kataku meyakinkan.
"terimakasih nak, aminn.., ibu juga akan berusaha meyakinkan Aisyah".

     Dua hari telah berlalu, bersama pembicaraan itu. Dengan mantap di pagi hari itu, aku membawa ustadz Sholeh untuk membantu meminang Aisyah. Aku yakin Allah meridhoi dan memperlancar perjalanannku. "Ya Allah jika memang dia jodohku, maka mudahkanlah perjalananku, jika dia bukan jodohku maka berikanlah Aisyah jodoh yang terbaik untuk kebahagiaannya.

     Doaku pun terjawab bersama sampainya aku di rumah Aisyah, HJ. Marsinah pun sudah menungguku di depan rumah.
"Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh", ucapku berbarengan dengan ustadz Sholeh
"Wa'alaikum Salam, ayo silahkan masuk nak, ibu telah menunggumu sedari tadi", kata HJ. Marsinah dengan senyum yang tak henti-hentinya. "ayo duduk nak, semalam ibu telah berbicara dengan Aisyah, lalu dia menjawab Jika Allah mengijinkan. Ibu yakin kamu pasti bisa meminangnya"
"Amin..", jawabku simpel. "terus Aisyahnya dimana bu..".
"tadi pagi bantu ibu masak, terus ijin sholat dhuha, tunggu sebentar ya ibu liat dulu di kamar, mungkin masih siap-siap, kalian silahkan diminum dulu minumannya", kata HJ. Marsinah berlalu.

Aku sendiri tampak tak tenang menunggu kembalinya HJ. Marsinah.
"yang tenang mas, insyaAllah kalo jodoh pasti kesampean", ucap Sholeh sambil menepuk pundakku.
"insyaAllah Ustadz", jawabku menghela napas.
Namun cukup lama HJ. Marsinah memanggil Aisyah, tiba-tiba..
"AISSSYYYAAAHHH..."
Segera kami berlari menuju kamar. Terlihat disana Aisyah kaku tak bergerak, seakan tidur yang sangat pulas. HJ. Marsinah pun menangis kaget dan pingsan, melihat putrinya tak bernyawa di tempat tidur.
"Aisyah sudah meninggal saat tidur", kata Pak ustadz Sholeh melihat keadaannya.
"lalu siapa yang membantu HJ. Marsinah tadi pagi?" tanyaku bingung dan sedih
"Wallahu Alam, hanya Allah yang maha mengetahui, namun saya yakin Aisyah meninggal dengan keadaan Husnul Khotimah, dia tersenyum walaupun telah meninggal, yang sabar saja mas, insyaAllah ada jodoh terbaik untuk mas nantinya", kata Ustadz Sholeh menenangkan. "oya... dan ini saya menemukan 1 lembar doa dan sebuah foto lelaki, mungkin ini farhad, soalnya ada nama di belakang foto ini".
Tak ada jawabanku yang terlontar, semuanya masih membingungkan dan terasa cepat, saat pertama aku bertemu aisyah, berbicara dengannya, mendengar cerita ibunya. Hingga sekarang ia telah tiada. "biar saya lihat bersama ibunya nanti, setelah pemakaman ustadz tolong temani" jawabku sambil berlalu, ingin rasanya aku segera masuk, kembali sadar bahwa Aisyah telah tiada.

Misteri gadis di pinggir jalan itu, biarlah hanya Allah dan dia yang tahu.

(Ika_UINSA)

Penulis: Ika_UINSA / Ika Tusiana


No comments:

Post a Comment

Informations From: Omnipoten

Featured post

Melihat Melalui Mata yang Berbeda

Melihat Melalui Mata yang Berbeda Aku melihat melalui matamu. Dan ketika saya melakukannya, dunia semuanya biru, ungu dan hijau. Warnanya s...