Skip to main content

Cerpen De Paradiso I’m On My Break Heart

Hatiku terasa tak tenang, gundah kurasa. Setiap denyut jantungku berdetak aku semakin merasa tak tenang. Khawatir. Yah kurasa kurang lebih demikian. Selain itu aku diliputi ketakutan yang merasuki ujung jiwaku. Ketakutan akan kenyataan yang tak bisa ku terima. Haruskah aku berhenti di tengah perjalan hidupku ini. Dalam secarik kertas usang, kurangkai dan kutulis sebuah ungkapan hati.

Dear Soul bottle

Di sore peralihan senja ini, aku berdiri di sebuah pantai. Memandangi gumpalan awan yang berjalan perlahan-lahan menutup sang surya yang hendak pulang ke rumahnya. Aku menunggu dan menunggu disini. Masih disini semenjak dua hari yang lalu dalam sebuah ketidakpastian. Belaian angin mengusik tubuhku mencoba menghentikan penantianku ini. Kucoba tuk bertahan menghadapinya. Kucoba tuk bersabar menjalaninya. Namun, sampai kapankah aku harus begini? aku bimbang, apakah ini langkah yang tepat? Tuhan, apapun ini semoga inilah yang terbaik untukku. Meskipun seseorang yang kunanti, seseorang kuharap-harapkan kehadirannya, seseorang yang telah membuatku terus bermimpi tak kunjung datang dan jadikanlah semua ini berkah.

Cherissa ivanovsky

Awan tak berwarna gelap, tapi mengapa turun hujan kecil dari kedua bola mataku. Kertas usang itu kemudian kugulung, kuikat dengan pita hitam. Lalu kumasukan ke dalam sebuah botol transparan nan panjang. Sambil mengusap tetesan air mata aku lempar botol itu ke arah laut di depan sana.

Aku melangkahkan kakiku di hamparan pasir putih nan lembut. Melangkah dan terus melangkah menuju sebuah cottage tempatku menginap. Sudah hampir tiga hari aku menginap pada sebuah cottage bernama De Paradiso. Suasana di sini cukup bisa menghibur hati yang sedang kalut.

Lampion-lampion yang di pasang di tiap ranting ranting pohon mengingatkanku akan indahnya malam di paris, prancis. Kerlap kerlipnya sangat menawan. Aku ingat sekali dahulu setiap kali Aku dan Frans pulang kuliah biasanya kami mampir dulu pada sebuah galeri seni milik seorang seniman berbakat, Picasso. Frans akan mengoceh panjang lebar ini itu mengenai lukisan picasso mulai dari pewarnaan, imajinasi, tekstur, dan semua hal yang menyangkut seni, lukisan, terlebih picasso.
Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala dan melempar senyum padanya. Aku kurang mengerti perihal seni, lukisan dan picasso yang diocehkannya. Maklumilah aku tidak berbakat atau bisa di bilang aku berbakat tetapi jika aku mengembangkannya. Frans memang pecinta seni sejati, sehingga tak mengherankan jika ia masuk jurusan seni murni.

Aku ingat sekali pertemuan pertama kami, di sebuah pantai entah dimana. Saat itu aku sedang duduk melamun di dekat karang sambil memercikkan air laut yang menghampiriku. Aku tak memerhatikan sekelilingku terlebih kehadiran seorang pria yang tak ku kenal. Kurasa ia sedari tadi terus memerhatikan kelakuanku. Tanpa ekspresi, bermain dengan air layaknya anak kecil yang sedang bosan. Orang itu kemudian berjalan ke arah karang. Lalu ia duduk diatasnya. Ia kemudian menundukan kepalanya. Aku tak tahu apa yang diperbuatnya. Untuk alasan itulah aku memutuskan untuk tidak menghiraukannya. Aku kembali bermain main dengan air. Tiga puluh menit kemudian orang itu berdiri. Kurasa ia akan pergi. Tepat sekali dugaanku, tanpa basa basi ia pergi meninggalkan tempat ini tanpa sempat menyapaku. Ia hanya melemparkan senyum misterius padaku.

Kutengok arloji di tangan kiriku menunjukan tepat pukul 14.00. Aku beranjak dari tempat dudukku. Lalu ku hempaskan pasir yang menempel di rokku. Aku ingat ada janji dengan keponakanku ' Martha. Aku berjanji padanya kan mengantarnya pada sebuah acara semacam kompetesi lukis di International broen Center.

Setibanya disana aku bertemu pemuda di pantai itu lagi, kini dandanannya rapih dan stylish ' memakai jas hitam berdasi. Dia kembali tersenyum misterius padaku sambil membisikkan kata “We'll meet together again”.
Aku tak mengerti dengan maksud ucapannya. Aku tidak menghiraukannya. Kemudian kami bergegas memasuki VIP room. Kedatangan kami di sambut ramah oleh para pelayan di gedung itu. Kami terpaksa duduk di baris 20 dari 25 baris yang ada. Rupanya ini adalah ajang kompetisi para mahasiswa dari fakultas seni murni seluruh prancis. Namun, yang masih menjadi tanda tanya besar bagiku adalah bagaimana bisa seorang anak berusia 10 tahun menginginkan pergi ke sebuah acara seperti ini?.

Acara pun dimulai. Seorang wanita muda nan cantik berbalut gaun hitam elegan membawakan susunan acara malam itu. Dilanjut sambutan oleh seorang bapak-bapak berkumis tipis yang kurasa ia bukan orang sembarangan. Waktu terus berjalan.
Makin lama aku semakin mengantuk. Berkali-kali aku menguap dan kututup dengan tangan kiriku ketika hal itu terus terjadi. Keponakanku sangat menikmati acara malam itu. Beda dengan anak seusianya yang akan sangat bosan untuk bertahan mengikuti acara itu selama berjam-jam'yang akhirnya akan berujung pada rengekan minta pulang.
“Auntie, take a look please. We'll know the painting must be the winner. Don't yawn again auntie, please?', pinta si kecil Martha. “Okey girl, I'll do it”,balas ku. Perlahan-lahan lampu sorot bergerak kesana kemari. Sedangkan lampu utama tiba-tiba meredup. Tiba pada saatnya lukisan-lukisan para mahasiwa di pertontonkan di depan khalayak. Satu persatu ku lihat lukisan itu. Dan napasku tiba-tiba berhenti, jantungku berhenti berdetak pula. Aku tertuju pada sebuah lukisan seorang wanita yang tengah asyik mencipratkan air di pantai. Rambutnya, senyumnya, bajunya'semua hal itu mengarah padaku. Aku tercengang tak percaya. Bagaimana bisa semua itu terjadi?
Tanda tanya besar.

Sementara aku sibuk memecahkan teka-teki itu sang pembawa acara menyampaikan para pemenang kompetisi itu. Terngiang di kepalaku seseorang yang bernama Frans kohn, seperti yang diucapkan wanita pembawa acara ' memenangkan kompetisi itu sebagai the first champion. Aku terheran-heran. Kemudian seseorang yang bernama frans kohn dipersilakan menaiki podium untuk menjabat tangan orang penting tadi dan beberapa orang lainnya. Di atas podium tersebut frans memberikan sambutan dan beberapa patah ucapan.
“Mercy to the God. I love this. And especially mercy to the someone who I painted to. Wether I haven't knew her before but for the secondly I give my thank to her. Give applause to her who sit on the 20th row', ungkapnya.
Aku yang sedari tadi memecahkan teka-teki tersebut kaget dan tersadar bahwasanya Frans ialah seorang pemuda yang kutemui di pantai. Dan dialah orang yang mengatakan “We'll meet you together again”.
Sontak seisi ruangan memberikan tepuk tangan meriah kepadaku. Dari Ibu-ibu hingga mahasiswa-mahasiwa melirikku sebagai tanda oh itu toh orangnya. Malu yang kurasa.

Acara pun selesai aku ingin cepat-cepat pulang. Martha sudah mengantuk. Seisi ruangan pun keluar satu persatu. Ketika hendak ku langkahkan kakiku sambil menuntun Martha, Frans sudah berada di depan mataku persis. Aku diam tanpa kata. Berusaha tak peduli. Aku mencoba melewatinya. Tetapi nyatanya dia berusaha menghalangi langkahku.
“Don't do that again please. I just wanna fulfill my promise previously. And I have done it. So, now I wanna invite you to go with me?', ungkapnya. Aku tetap diam selama 1 menit. Selang beberapa waktu aku terima tawarannya.

Di bawah lampu jalanan aku berdiri di atas sebuah jembatan bersama orang yang belum ku kenal dengan benar perangainya.
Percakapan kami dimulai dengan sebuah lontaran pertanyaan dari frans, “Are you Indonesian?”. “For exactly it's true”, jawabku seraya mengelus rambut Martha.
Frans bersorak kegirangan “Yeaahh, It's amazing. Okelah for now kita akan bicara secara indonesia alright?'. Begitulah reaksi Frans dengan vokal r-nya yang tidak jelas.
“Why not? I miss the way I speak indonesian', tukasku. Selama malam itu aku banyak berbincang-bincang dengan Frans. Ternyata Frans tidak seburuk yang kuduga. Dia menarik, enjoyable pula.

Sejak kejadian di malam itu aku dan Frans sering bertemu baik sengaja ataupun tidak sengaja. Pertemanan kami semakin lama semakin lekat pula. Dia mengaku bahwa dirinya benar-benar tertarik pada negara asalku, Indonesia. Banyak alasan yang ia lontarkan. Dari alasan ia ingin menikmati pantai kuta, berkolaborasi dengan para seniman di Indonesia, budaya Indonesia yang multi interest, dan kesenian yang sudah mendunia ' angklung.

Hingga pada suatu sore menjelang malam di suatu festival lampion. Frans mengajakku ke acara tersebut. Berjejer lampion-lampion beraneka bentuk. Ada yang berbentuk bunga teratai dengan di tengah-nya muncul sinar lampu. Ada lagi yang berbentuk labu untuk halowen. Dari mulutnya keluar cahaya. Selain dua bentuk itu sesungguhnya masih banyak bentuk lain mulai dari A to Z. Badut-badut berlenggak-lenggok ke sana kemari menirukan jalan binatang untuk menghibur anak-anak kecil. Kerlap-kerlip sinar membasahi sore itu. Frans lalu memegang tanganku erat. Lalu ia menatapku dalam. Matanya berkilauan. Aku lalu memiringkan kepala. Tertanda bingung. Perlahan ia mendekat hingga tepat di depan mataku. Aku mundur satu langkah. Ia maju satu langkah.
Dia berbisik pelan di samping telinga kiriku “Every moment spent with you is every one of my dreams coming true. Do you know my thoughts are always with you and the moment I first saw you, you warned my heart, the second time you made little flames and now make my heart burn like hell”.
Setelah kata-katanya berakhir ia kembali pada posisi semula ' berdiri tepat di depan mataku. Aku mundur satu langkah lagi. Kali ini Frans tidak menghalangiku. Aku tertawa kecil seraya berkata “What are you doing with those all words. A fun joke, frans”.
Anehnya tatapan mata Frans tetap saja serius. Dia berusaha meyakinkan kata-katanya “when I'm with you. My heart floats among clouds as if I were an angel. And I think I falling in love with you”.
Seketika rasanya jantungku berdetak kencang sekencang-kencangnya. Seketika itu pula rombongan anak kecil mengelilingiku. Masing masing membawa lampion berbentuk hati. Salah satu mereka memberikan lampion hatinya padaku. Di dalamnya ada tulisan “Do you feel what I feel?”. Aku tersenyum kecil. Kejutan yang benar-benar mengejutkan. Frans berhasil meluluhkan hatiku. Aku langsung membalas perasaanya dengan pelukan hangat. “I feel what you feel, dear”

Semua itu hanyalah romansa-romansa yang telah lalu. Bodohnya diriku terperdaya oleh rayuan rayuan manisnya. Seharusnya aku tidak percaya dengan janji-janjinya. Seperti janjinya ' akan menemuiku setelah wisudaku. Tapi janji itu tak kunjung lunas. Lelaki memang buaya. Bisanya hanya membuali para wanita.
Pikiranku semakin pepat. Penuh dengan tanda tanya besar.

Aku mendongak ke atas. Tanganku memegangi tangan tangga. Setelah merasa lebih lega aku langsung berjalan menaiki tangga. Tak lama setelah itu aku sudah tiba di lantai dua. Pelayan wanita melempar senyum ramah padaku. Aku hanya bisa membalas balik.

Sambil berjalan-jalan memandangi sekeliling ruangan aku berusaha ceria kembali. Baru kusadari ternyata cottage ini benar-benar menarik dan indah. Penuh dengan karya seni tinggi. Banyak lukisan di pajang disini. Serta patung-patung yang fantastik.
“Maaf kalau boleh saya tahu, semua benda seni ini karya siapa?', tanyaku pada sang pelayan tadi.
“Tunggu sebentar nona”, balasnya.
Aku bingung dan ragu si pelayan tadi mengerti apa maksudku. Ia tidak menjawab langsung melainkan menuruni tangga.
Mungkin ia lupa.

Aku melanjutkan acara cuci mataku. Satu demi satu lukisan ku pandangi. Dan tepat ketika lukisan terakhir kupandang nafasku berhenti untuk waktu yang lama. Sekujur tubuhku terasa dingin. Angin dari laut masuk lewat jendela samping lukisan itu.
Dan saat itu pula sang pelayan sudah tiba. Aku menoleh padanya. Mataku membuka lebar menandakan ekspresi terkejut yang luar biasa. Si pelayan sepertinya terkejut pula. Ia menghampiriku melirik kesana kemari untuk mencari tahu apa yang barusan terjadi padaku.
Si pelayan tadi menghembuskan nafas. Udara yang keluar dari hidungnya terdengar sekali di gendang telingaku.
“Nona tadi bertanya karya siapa semua benda seni ini bukan?”,tanyanya.
“Iya benar”, jawabku
“Setahun lalu, ada seorang lelaki prancis datang kemari. Kebetulan waktu itu cottage ini sedang di lelang. Dari semua para peminat cottage ini, yang berani menawarkan harga tinggi hanya tuan Frans Kohn, lelaki pencipta semua karya seni ini”.
Hening.
Jiwaku semakin kalut.
“Tapi sayangnya, Frans Kohn sudah tiada lagi. Seminggu setelah penyerahan cottage ini ada dua orang berbadan kekar yang menusuk perut Tuan Frans hingga nyawanya tak bisa terselamatkan”.
Si pelayan wanita itu lalu diam.
“Dan, dari pihak keluarga tuan Frans mengatakan akan menyerahkan cottage ini kepada nona Cherish”.

Itukah alasan mengapa selama setahun ini ia menghilang tanpa kabar. Bahkan Tuan Herbert'ayah Frans, tidak memeritahuku. Aku hanya mendapat sepucuk surat atas nama Frans. Tertulis disana pada tanggal 1 Januari 2011 aku harus ke cottage ini.
“Maaf nona, mungkin Tuan Herbert belum memberi tahu anda. Beliau memerintahkan saya untuk mengatakannya pada hari, tanggal ini di tempat ini”
Air mata mengucur deras dari kedua bola mataku. Aku sedih. Aku merasa sangat menyesal telah mencap Frans sebagai pria tak setia.

Dear Soul Bottle
Di bawah sinar lampion-lampion ini, aku tersadar akan banyak hal. Terkadang yang sebenarnya terjadi tidak seperti apa yang kita pikirkan. Seperti halnya yang terjadi padaku hari ini. Aku berpikiran terlalu jauh. Dan kini aku telah mendapatkan sebuah akhir dari penantianku. Kisah manusia memang sulit di tebak. Hanya tuhanlah yang tahu apa yang akan terjaadi pada hidup seseorang. Untuk seseorang yang telah mengisi hatiku, aku sangat menyesal. Aku berharap kau bahagia disana. I miss u so much.

Cherissa ivanovsky.

THE END

Cerpen Karangan: Rif’atul Mahmudah
Facebook: Sherifha rose

Nama lengkap: Rif'atul Mahmudah
Nama panggilan: Rifa
Tempat, tanggal lahir: Cilacap, 2 Juni 1997
Hobi: menulis, menggambar, melukis, membaca
Email: mahmudahrifatul@yahoo.co.id, shiripha@gmail.com
Facebook: Rif'atul Mahmudah, Sherifha rose
Alamat rumah: jln. Baitul Mu'minin RT. O1 RW. 10 desa pahonjean
Kecamatan: Majenang
Kabupaten: Cilacap
Provinsi: Jawa tengah
Kode pos: 53257
Sekolah: SMA NEGERI 1 MAJENANG
Alamat sekolah: Jalan raya pahonjean K.P 07. Kec. Majenang Kab.Cilacap 53257 telp. (0280) 621212
No.telp / Hp: (0280) 621032 / 081804121132

Comments

Popular posts from this blog

The Painting of Destiny

"Are you sure of this, Navan?" The old pirate stared at King Mannas' chief merchant. However, his bright emerald green eyes sparkled with laughter. "The information came from Daoud, one of my former crew members, when I was ravaging the coastal villages of Vyrone." Navan smiled at the expression crossing Gerrod's face, whose family had fled from one of these villages. The Iron Falcon was a legend and parents had always used the threat of its crew and its flaming-haired captain to scare naughty children into sleeping and behaving differently. Gerrod quickly recovered and smiled. "Then he must be a man to be trusted, indeed." "Ah!" cried Navan. "Daoud will take the coin from the mouth of a dead man while it is still warm. I trust him only because he knows the fate of him who lies to me." I may have made him captain when I decided to infiltrate King Mannas' court, but he still knows who is in charge. "We must tell ...

Good Morning America is a popular

Good Morning America is a popular morning news show that airs on ABC. It has been a staple in American households since its debut in 1975. The show covers a wide range of topics including news, entertainment, lifestyle, and pop culture. With its team of talented hosts and reporters, Good Morning America provides its viewers with the latest updates on current events and trending stories. One of the things that sets Good Morning America apart from other morning shows is its lively and energetic atmosphere. The hosts, including Robin Roberts, George Stephanopoulos, Michael Strahan, and Lara Spencer, bring a sense of fun and camaraderie to the show. They engage with their audience and each other in a way that feels genuine and relatable. In addition to its engaging hosts, Good Morning America also features a variety of segments that cater to a diverse audience. From cooking demos and fashion tips to celebrity interviews and human interest stories, the show offers something for everyone. Wh...

The liz hatton

The liz hatton is a unique piece of headwear that has been gaining popularity in recent years. This hat is characterized by its wide brim and low crown, which gives it a distinctive and fashionable look. The liz hatton is often made of materials such as wool, felt, or straw, making it a versatile accessory that can be worn in various seasons. One of the key features of the liz hatton is its versatility. This hat can be dressed up or down, making it suitable for a range of occasions. Whether you're going for a casual look or a more formal outfit, the liz hatton can easily complement your ensemble. Additionally, the wide brim of the hat provides excellent sun protection, making it ideal for outdoor activities such as picnics or garden parties. In terms of style, the liz hatton can be compared to other types of hats such as the fedora or the boater. While these hats may have similar silhouettes, the liz hatton stands out for its unique shape and design. The low crown and wide brim of ...
  • Cerpen 5 Wishes (Part 2)

    Tak terasa mereka sudah berada di sebuah kursi, ujung taman. Tak banyak yang mengunjungi ujungannya taman ini. Terlihat bunga cosmos dan Lily bermekaran saat ini. Deidara menghampiri hamparan bunga itu lalu duduk di tanah yang dikelilingi bunga. Sigh 'benar kata Okaa nya, Deidara sangat merepotka... Readmore

  • Cerpen 5 Wishes (Part 1)

    Pagi itu, pagi yang cerah. Tiap detik dan menit rasanya tak terasa. Juga, tak ada yang menyangka apa yang akan terjadi pada hari yang secerah ini? Entalah… Tak terasa sekitar 7 bulan ini Deidara terbaring lemah di rumah sakit karena penyakitnya tak kunjung sembuh dari bulan-bulan yang lalu.... Readmore

  • Cerpen A Note of Drama Emergency Class

    Hari ini adalah hari kamis, bayang bayang UTS akan segera berakhir. Pengawas yang galak dan soal ujian yang sulit akan segera berakhir. Jam sudah menunjukan 9 pukul pagi, bel istirahat pun belum juga berdentang namun banyak di antara siswa telah selesai mengerjakan soal. Ika dan kawan kawannya pu... Readmore

  • Cerpen 07.30

    “Gubraaakk!!” Haduh keadaan jalanan di sekitar sekolahku memang tak pernah kunjung baik. Berkali-kali angkutan umum yang kunaiki terjebak beberapa detik di lubang yang sama. Aku memang berniat untuk memiliki kendaraan motor pribadi, agar aku tidak lagi merasakan guncangan itu lagi yan... Readmore

  • Cerpen Princess Pinochio

         Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang putri cantik yang tinggal di sebuah istana megah dan selalu dikawal oleh banyak prajurit yang gagah perkasa ketika sang putri ingin pergi ke luar istana. Namanya, putri Angelita. Sesuai dengan namanya, putri Angelita memiliki paras yan... Readmore

  • Cerpen Boneka Misterius

    Seperti biasa aku sekolah, apalagi hari ini adalah hari piketku. “Vika, Jangan lupa! Kamu kebagian bersihin gudang sekolah!” kata ketua piket. “Sabar ya, Vika!” kata temanku Talia menghibur. Ketika aku akan mengambil sapu, Nessa menghampiriku. “kamu juga kebagian... Readmore

  • Cerpen Di sanalah Semuanya Berakhir

    Ku susuri lorong belakang sekolahku, seusai jam kegiatan tambahan. Gelap menyelimutiku sore ini, membuat jantungku berdetak kencang. Bulu kudukku berdiri, mengingat betapa seramnya kisah masa lampau dari bangunan tua ini. Ya! Sekolahku memang dulunya milik belanda. Pintunya yang tinggi besar den... Readmore

  • Cerpen Kenapa Harus Aku

    by : Yoshe Azura Kehidupan itu sungguh suatu misteri. Banyak kejadian yang takterduga yang terkadang menimpa kita. Itu lah yang aku rasakan, kejadian demikejadian yang datang membawa kesedihan.  Aku putra sulung di keluargaku. Sebagai seorang anak akuingin selalu bersama kedua orang tuak... Readmore

  • Cerpen Bunglon Hitam Putih: Prakerin… Oh… Prakerin

    “Tettettretet Dunk dunk DORR AWW…” Bunyi alarm Sang Bunglon, sedikit demi sedikit mulai membukakan matanya, yang masih beranjau kekantukan. Dipagi hari sekali Rizky bangun di kamar kosan, yang udah seminggu belum pernah di Reboisasi. Bayangkanlah sampah dan cucian bersatu menjadi... Readmore

  • Cerpen Takdir Cinta

    Aku dan Ryan berteman sejak lama. Kami berteman sedari kecil. dari TK, SD dan SMA kami bersekolah di tempat yang sama. Bahkan kuliah pun aku dan Ryan masuk ke universitas yang sama. Walau berbeda fakultas aku dan Ryan tetap bersama menjalani semua yang biasa kami lakukan. Dengan seiring berjalan... Readmore