Cerpen Daun Perak


     Pada suatu hari di kerajaan Bahatera hidup seorang raja Nicolas dan ratu Alina, mereka mempunyai anak yang bernama Nick. Pangeran Nick dikenal sangat baik, suka menolong, ramah. Pada suatu hari, saat pangeran berumur 10 tahun ibundanya atau sang ratu Alina sakit-sakitan. Lalu dipanggilkan seorang dokter kerajaan, katanya "sang ratu bisa sembuh asalkan meminum air daun perak yang berada di hutan kegelapan". hutan kegelapan terkenal sangat gelap, banyak hewan buas, dan suara-suara yang misterius.

     Pangeran merasa sedih, gelisah dengan keadaan sang ibundanya. lalu diam-diam saat malam tiba ia kabur dari istana untuk mencarikan daun perak untuk sang bunda. Sampailah ia di sebuah desa yang sangat terpencil yang berada di tengah-tengah hutan sumber dan hutan kegelapan. Sebelum sampai di sebuah desa kecil atau yang disebut desa litel, ia di hutan sumber mencari bahan makanan untuk bekalnya. Hutan sumber dan hutan kegelapan sangat beda hutan sumber berisi sumber-sumber makanan untuk manusia.

     Sesampainya ia di desa litel semua warga menyambut sang pangeran tetapi sang pangeran melarang warga untuk melaporkan bahwa pangeran kabur dari istana. Tanya salah satu warga litel "Pangeran Nick, kenapa pangeran kabur dari istana?" pangeran Nick menjawab "saya ingin pergi ke hutan kegelapan untuk mencari daun perak, karena ratu Alina sakit" jelas pangeran Nick yang kecil itu. Hingga salah satu warga yang umurnya kira-kira setara dengan pangeran Nick mengacungkan jari "maaf pangeran saya akan membantu pangeran mencarikan daun perak, Cuma hanya saya dari warga sini yang pernah mengunjungi hutan kegelapan" tawar anak itu yang bernama Liko. Seorang warga lain membenarkan "iya pangeran Cuma Liko satu-satunya anak kecil yang berani masuk ke hutan kegelapan" terang warga itu "biarkan kami bertiga juga ikut untuk menjaga kalian" tawar pemuda yang bernama, John, Now dan Stev. Pangeran pun menerima tawaran mereka "baiklah kalian boleh ikut, saya suka sekali dengan warga litel sangat suka menolong". Semua warga berterimakasih.

     Esoknya pangeran dan Liko, John, Now, Stev bersiap-siap untuk berangkat menuju hutan kegelapan. Pangeran dan kawan-kawannya berpamitan.

"Di tengah hutan sungguh gelap, pohon-pohon besar nan rimbun menghalangi cahaya matahari masuk ke hutan sehingga tanah yang berada dihutan terlihat lembab" jelas Liko yang pernah masuk ke hutan ini.
Tiba-tiba ada suara kreessek.. kreessekk... di balik alang-alang semua bersiap-siap jika itu binatang buas. Dan ternyata benar 3 buah macan menghadang mereka, mereka semua ketakutan.

     Jhon, Now dan Stev mengambil ranting untuk melawan macan itu, tetapi mereka kalah cepat dengan seorang 2 perempuan yang memanah macan itu dengan cepat semua kaget. "yes dapaat.." kata salah satu gadis itu, dan yang satunya ikut senang "kau hebat Nila" dan gadis yang benama Nila berkata "pergi kau macan pergi" macan itu pun lari "hebat kan Lil, terimakasih kalian sudah mendiamkan macan ini dan aku bisa leluasa memanahnya" pangeran Nick berbicara "2 orang perempuan ada di dalam hutan kegelapan apa kalian tidak takut?" Lil berkata "tidak kami tenggal bertiga bersama nenek kami, nila lihat lelaki itu" Lil menunjuk Liko "dia kan yang kita selamatkan dari singa" "iya" kata nila. Liko pun berkata "jadi kalian?, terimakasih ya..? terimakasih" Nila menjawab ucapan liko "tak apa, apa kau terluka waktu itu?" liko menjawab "hanya cakaran" hingga john berkata kepada nila dan lil "apa kalian tau daun perak? Kami membutuhkanya" lil menjawab pertanyaan john "untuk apa?" john pun berkata "untuk ratu Alina dan ini pangeran Nick" nila dan lil pun bersujud dengan pangeran nick "maafkan kami kami tak tahu" pangeran Nick berkata "tak apa jadi kalian tau daun perak?" nila berkata "mari di rumah kami ada banyak kami menanam tumbuhan itu". Dan mereka semua menuju rumah nila dan lil.

     Sesampainya di rumahnya "lihat ini banyak sekali kan daun perak itu" pamer nila. "wah warnanya bagus boleh kita minta benihnya untuk ditanam" kata Stev "wahh kau pintar stev jadi kita nggak perlu ke hutan kegelapan" sergap now. Begitu juga dengan liko "yah.. pintar". "silahkan ambil saja" kata lil.

     Menjelang sore mereka berlima berpamitan. Dan pangeran menuju ke istana semua warga istana panik. "ayah aku mendapatkan daun perak" kata pangeran kepada raja. Beberapa hari kemudian keadaan ratu sangat membaik dan warga-warga istana semua menanam daun perak untuk menghiasi rumah mereka. Pemerintah istana memberi jalan antara desa istana dan desa litel. Istana Bahatera semakin jaya, dan rakyat hidup senang.

Penulis: Agnes Sekar


Cerpen Rahasia Dari Rahasia


     Pada suatu ruang dan waktu, tinggal seorang gadis berusia 70 tahun dan seorang perjaka. Namanya saya enggak tahu karena saya belum pernah lihat KTPnya. Mereka tinggal dengan ketiga anaknya. Anak pertama bernama Hyu, nama panjangnya I Love Hyu. Anak kedua bernama Jan, nama panjangnya Jan Tung Hati. Dan anak yang terakhir bernama Agus. Dinamakan Agus karena ia lahir di bulan Juni. LHO? Nama panjangnya adalah Agus Januar Febri Marta April Septa Oktovianus. (Lho, gak ada unsur Juni nya). Dari ketiga anak itu, hanya Agus yang tidak tinggal bersama orangtuanya karena ia sedang pergi mencari jati diri. Ia sedang berusaha memecahkan misteri namanya.

     Suatu saaaat (waduh "a"nya kebanyakan), Hyu sedang memanjat pohon kelapa untuk diambil akarnya. Loh? Pada suhu dan tekanan yang sama, Jan sedang duduk-duduk santai di atap rumah. Saking santainya bahkan ia tidak sadar kalau rumahnya mengalami sebuah kebakaran. Tapi ia tidak terluka karena atap rumah yang ia duduki adalah rumah tetangganya. Pada saat ia sedang asyik memandang rumahnya yang terbakar, ia melihat sesosok wanita yang cantiknya bukan main main (2 main lebih baik, program KB (Keluarga Bermain)). Ia langsung turun dari atap dan mendekati wanita itu. Enggak tahu kenapa (suer saya gak tahu), mungkin karena ia grogi karena sedang diceritakan di cerita ini, ia menabrak pohon pisang. Dengan wajah penuh wibawa, Jan tertawa terbahak-bahak. Wanita itu pun marah. Tapi bukan marah delima lho. Seperti pada sinetron-sinetron di tv, yang awalnya marah-marahan pasti endingnya cinta-cintaan kan? Kecuali antar lelaki. Lha!!! mereka juga melakukan hal yang sama. Mereka membenci untuk mengenal, mengenal untuk menyayang, dan menyayang untuk mencinta. Wesyeh...

     Hari demi hari telah berlalu. Bulan dan matahari bergantian tugas untuk menyinari bumi. Pada malam hari, matahari padam dan bulan menyala, begitu juga dengan sebaliknya. Ayam berkokok pertanda ayam itu masih hidup, kalau ayamnya mati mana mungkin bisa berkokok. Iya kan? Waktu itu Jan masih tertidur pulas. Hyu dengan muka masih mengantuk pergi keluar rumah. Pasti anda bingung karena anda berpikir rumah mereka kebakaran kok bisa tidur di rumah. Tenang dulu, jangan panik. Keluarga mereka adalah keluarga yang cukup mampu. Rumah yang terbakar adalah lantai 2 sedangkan rumah mereka bertingkat 2. Bertingkat 2 ke atas, bertingkat 2 ke samping kanan, bertingkat 2 ke samping kiri, bertingkat 2 ke depan, bertingkat 2 ke belakang, dan bertingkat 2 ke bawah. (maunya sih saya mau nulis yang ke arah serong atas, bawah, kiri, dan samping. Tapi capek). Hyu duduk termenung di teras rumah. Ia merenung kenapa ia bisa merenung. Akhirnya ia sadar kalau ia telah sadar dan pergi ke arah ia mau pergi. Mudeng gak?

     Ia pergi ke sebuah danau. Kalau gak salah namanya Danau Pembangunan. Kalau gak salah lho. Untuk lebih pastinya silakan anda search sendiri di google atau facebook. Ia duduk di tepi danau sambil bernyanyi dan sesekali sedikit menari Gangnam Style. Saat memandangi danau, ia melihat sesosok wanita di tengah danau. Ternyata itu adalah kudanil wanita. Haha. (saya lebih suka menggunakan "hahaha" daripada "wkwkwk" karena "hahaha" dapat direalisasikan lewat suara. Iya kan? Wkwkwkwk).

     Dari kejauhan ia melihat sebuah manusia yang sepertinya habis jatuh dari surga. Wajahnya berseri-seri dan bersinar terang, dan terus terang. Ia terus berjalan dengan penuh keterangan. Hyu pun tersepona, eh, terpesona kamsudnya, eh, maksudnya maksudnya. Hatinya cenat cenut 3. Dengan kepercayaan diri maksimal, ia beranikan diri untuk mendekati cewek itu sambil memakai kacamata hitam rangkap 3 dan dilapisi kain setebal 2 meter. Ketika cewek itu menanyakan namanya, Hyu langsung menjawab, "I Love Hyu" (minum air sambil menyelam, perkenalan sambil mengungkapkan perasaan). Sesuai hukum Newton yang ke 3 (kalau gak tahu belajar dulu, jangan tawuran melulu), setiap ada aksi pasti ada reaksi dan dituliskan F'=-F dimana F adalah besar gaya yang dilakukan sedangkan tanda negatif artinya berlawanan arah. Cewek itu terdiam sejenak. Kayaknya mau ngeluarin tenaga dalam. Dan ternyata tebakan saya benar. HAHAHA!!! Cewek itu mengeluarkan jurus 100 tamparan suci. Hyu pun tak tinggal diam, ia mengeluarkan jurus Anti Tamparan Suci. Cewek itu mengeluarkan jurus lagi, yaitu Anti Anti Tamparan Suci. Peristiwa itu terus berlanjut hingga anti yang ke 10.000 cos 0. Pertarungan itu akhirnya berakhir dengan skor kacamata. Tapi wasit berkehendak lain. Sesuai prinsip "lady First" ia menyatakan bahwa pemenangnya adalah si cewek yang jatuh dari surga itu.

     Hyu pun dengan rela hati menerima kekalahan itu. Namun yang menjadi ganjalan dalam hatinya, kenapa cewek itu menolaknya. Ia pun memutuskan untuk memutuskan untuk bertanya pada cewek itu. Tak disangka tak diduga ternyata cewek itu adalah calon istri dari Jan. Wanita itu adalah wanita yang pernah ditemui Jan saat rumahnya terbakar. Layaknya seorang pria normal, ia pun cemburu buta dan menaruh sebuah dendam kesumat dalam hatinya. Dengan secepat kilat ia langsung mengubah nama Facebooknya menjadi "Hyu Lageee Tersakiti". Ia merasa dikhianati oleh saudaranya sendiri. Tanpa berpikir panjang, Hyu langsung berpikir bagaimana cara memisahkan Jan dengan cewek itu. Tiba-tiba terlintas ide di kepalanya, namun ide itu hanya sekedar melintas dan tidak mampir. Jadi Hyu harus berfikir lagi dan menunggu lintasan selanjutnya. Akhirnya ia pun mendapat ide. Namun ia tidak mau membeberkan ide itu kepada saya. Kepada kalian para pembaca juga. :P

     Pagi harinya, Jan sedang jalan-jalan bareng Lauziana, cewek yang kemarin itu lho. Saya sudah tahu namanya karena saya sudah kenalan. Hahaha. Mereka pergi ke puncak gunung yang tinggi tinggi sekali. Sesekali mereka melihat kiri dan kanan, dan tampak banyak pohon cemara. Sepertinya mereka sedang asyik berbincang bincang. Tapi, dimana ada kebahagiaan pasti ada yang ingin menghilangkan kebahagiaan itu (biasa, sinetron kacangan. Lebih mendingi Tukang Bubur Naik Elang). Dari balik pohon ternyata diam diam Hyu mengikuti mereka. Ia pun langsung ngelabrak Jan dan Lauziana. Hyu mengatakan pada Lauziana bahwa Jan punya cewek simpanan di kota seberang. Ia juga menunjukan sebuah foto di BBnya. Ternyata wanita dalam foto itu adalah Mpok Nori. WOW! Gue harus koprol sambil bilang ADUH. Ia pun percaya dan meminta putus. Akhirnya keputusan untuk putus telah diputuskan tanpa putus-putus. Lauziana pun langsung mengeluarkan jurus 100 tamparan suci. Tapi jurus itu tak mempan karena Jan sudah menggunakan obat herbal anti tampar. Lauziana pun ngambek dan pergi entah kemana (saya gak tahu lho).

     Setelah peristiwa itu, Jan menjadi sangat murka dengan Hyu. Murkanya menjadi kemerah-merahan. Akhirnya terjadi peperangan yang amat dahsyat. Bumi gonjang ganjing, langit kelap kelap. Petir menyambar. Saya ganteng. Jan terkenal dengan elemen tanahnya. Sedangkan Hyu elemen air. Mereka saling beradu sihir. Jan menggetarkan bumi dan terjadilah gempa yang sangat dahsyat. Sampai sampai bumi terbelah menjadi 2. Hyu juga tak tinggal diam. Ia menggunakan seluruh air di bumi untuk menyerang Jan. Pertandingan itu berlangsung kira-kira 4000 abad lamanya. Mereka sama kuat dan belum ada yang kalah. Bumi kini menjadi porak poranda karena peperangan itu. Tiba tiba dari kejauhan muncul seorang lelaki. Ternyata lelaki itu adalah Ayah mereka, Peter Keilt. Ia sangat marah karena anaknya telah merusak bumi akibat peperangan Hyu dan Jan. Ia pun menghukum anaknya. Jan yang terkenal hebat dalam elemen tanah ia kutuk menjadi tanah untuk membangun bumi kembali. Sedangkan Hyu ia kutuk menjadi air untuk mengganti air yang ia buang saat perang. Saat itu bumi kembali seperti baru. Dan saat itu juga zaman kehidupan bumi muncul kembali setelah 4000 abad rusak. Zaman ini disebut zaman sebelum masehi. Namun kehidupan di bumi ini tidak seperti bumi 4000 abad yang lalu. Dulu bumi begitu nyaman dan enak untuk dihuni. Namun kini bumi sering terjadi bencana. Bencana itu tak lain tak bukan adalah ulah kedua bersaudara Hyu dan Jan yang dikutuk menjadi tanah dan air. Ternyata mereka masih saling bermusuhan. Kutukan itu tak membuat mereka sadar.

     Sesekali Jan si pengendali tanah menggoncangkan dirinya untuk menyerang Hyu. Peristiwa ini kini kita kenal dengan Gempa Bumi. Namun Hyu juga sering menyerang Jan dengan mengguyurkan airnya ke tanah. Peristiwa ini kita kenal dengan tsunami. Namun sepertinya Hyu lebih pantang menyerah dalam menyerang. Pada saat musim panas, Hyu mengumpulkan energi matahari dan menguapkan air hingga ke langit. Saat musim penghujan, ia langsung menyerang Jan dengan menjatuhkan air dari awan ke bumi. Peristiwa tersebut terus terjadi di bumi hingga saat ini. Orang-orang menyebut kejadian ini dengan istilah "Hyu-Jan" yang berarti peperangan antara Hyu dan Jan. Namun di Indonesia peristiwa ini sering disebut "Hujan" biar lebih mudah mengucapkannya. Tapi mungkin kalau di kalangan anak muda sudah menjadi "uDJ4nDtzz". Itulah asal muasal kenapa bisa terjadi hujan dan kenapa dinamakan hujan. Kadang saat hujan terjadi sering ada badai atau petir. Dinamakan petir karena berasal dari nama ayah mereka, Peter. Biasanya ia muncul saat hujan turun dengan sangat deras dan ia berniat untuk mengingatkan Hyu dan Jan. Namun peperangan itu sepertinya takkan pernah berakhir. Tomat. Eh salah. Tamat.

     Mungkin anda bertanya-tanya kenapa judulnya bukan "asal mula hujan". Saya punya alasan tersendiri untuk itu. Saya sengaja memberi judul "rahasia dari rahasia" supaya anda tidak bisa menebak apa yang akan terjadi akhirnya, dan itu mengakibatkan anda terus membaca sampai akhir. Beda jika saya kasih judul "asal mula hujan". Jika saya kasih judul itu pembaca pasti sudah bisa menebak kalau ceritanya pasti tentang asal mula hujan dan cerita menjadi tidak menarik lagi.

Penulis: Listya Adinugroho


Cerpen Nan Toa


"Jas merah". Aku teringat akan pesan presiden perdana Republik Indonesia, dalam buku sejarah yang ku pinjam di pustaka daerah kemarin. "Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah" itulah maknanya.

     Hari ini, happy birthday ke Sembilan kabupaten daerahku, tepatnya 22 Oktober. Semangat patrionisme dalam dadaku memberontak keluar, seakan ikut berjuang kembali bersama Jendral Sudirman walau hanya bersenjata bambu runcing. Kemenangan akan selalu muncul dibalik semangat yang membara.

     Aku bersiap menuju peraduan menimba ilmu, menunggu angkutan sekolah bersubsidi yang biasanya menjemput pukul Enam Setengah. Bersama teman sekampungku, Andi. Kami angkatan 1997. Empat puluh dua menit melaju, kami terjun di depan gerbang SMAN 1.
"Masih awal, gimana kalau kita ke kantin Pak Tomo". Hasutku pada Andi. Pak Tomo guru Sosiologi di kelasku, Ia belum pulang dari kebunnya. Menasehati monyet-monyet nakal yang usil. Agar jangung manisnya tumbuh normal.
"Ayolah", jawab Andi sambil melirik jam tangan hitam yang melingkari gelangan tangan kirinya.

"Kring, kring, kring," terdengar raungan lonceng. Tanda Upacara bendera akan segera dilaksanakan.
"Topi, Oke. Sepatu, Oke. Rambut, No problem," batinku. Mengingat selalu ada razia atribut.
"Aduh. Aku lupa ikat pinggang" rintih Andi.
"Terus gimana, nih?," tanya ku khawatir. Saat upacara Pak Lubis: Guru kimia yang Killer, senang sekali menggeledah kesalahan anak didiknya. Dia sangat perhatian. Mungkin itu demi melatih kedisiplinan. Tanpa disiplin kita tidak akan sukses. Itulah Motonya.
"Begini sajalah," cetus Andi, sambil menyodorkan sedikit bagian bawah baju putihnya, menutupi lingkaran pinggang.
"Yakin?" godaku.
"Aman, aman." singkat Andi.

     Kami menuju lapangan, dengan gerakan Sa'i : lari-lari kecil mirip jamaah haji di tanah Suci : Mekah. Setiap kelas berkumpul dan rapi berbaris bersama kelas masing-masing, jama'ah guru juga tepat di sisi kanan depan lapangan, 10 meter arah kanan tiang bendera.

     Upacara dimulai, protokol mengeraskan suara bernada reporter dengan kecepatan 10 Km/jam. Komandan upacara, Tegas mengambil alih pasukan. Inspektur di jemput seorang ajudan bak bupati ketika menghadiri kondangan. Pandangan kami Lurus kedepan. Menerobos buaian cahaya yang melintas. Kaku, siap, dan serius. Tiga sosok : dua pria mengapit seorang wanita melangkah serentak, kaki silang-menyilang seperti hendak terbentur, namun itu mustahil. Mereka ahli. Tegap, tegas, bagai robot buatan Amerika. Merah putih di ulur menuju punjak kejayaan, melambai-lambai, tenang dan damai tersapu angin. Gema Indonesia raya menggelegar halaman. Motor, mobil dan sepeda yang lalu-lalang terpaku. Patriotisme bergejolak.
"Hiduplah Indonesia raya," sayup-sayup lagu serentak berhenti. Gejolak patrionisme membara bagai api tersiram bensin tiga liter. Sang berani dan si suci telah menjulang, siap melayani sapaan awan. Melambai-lambai ria, mengingat tentara Belanda yang telah lama kocar-kacir.

     Pak Hairul-Inspektur upacara terpancang tegak, tegap dan wibawa. Persis Soekarno kala 17 agustus 1945 yang tanpa teks di tangannya.
"Istirahat di tempaaaaat," gaung komandan bernada guruh. Aku menikmati sinaran mentari pagi yang mengalirkan Vitamin D untuk penguatan tulang-tulangku. Terus berdiri dengan posisi kedua tangan terlingkung di belakang, tepat di atas bagian bokong. Protokol mengisyaratkan amanat Pembina upacara. Inspektur beraksi. Beberapa bait yang terekam dalam memori Super Giga titipan Tuhan kepadaku.

"kita patut bersyukur, hari yang berbahagia ini : Ulang tahun ke-9 Kabupaten kita. Jadikan moment ini untuk memacu semangat pendidikan kalian, bangunlah daerah ini memalui pendidikan, perkembangan pendidikan berbanding lurus dengan perkembangan daerah. Sebagai anak daerah kalian dituntut menguasai daerah. Menjelajah, Menggali potensi, dan mengembangkan kretifitas. Awali dengan sejarah daerah ini, dengan sejarah kita dapat dengan sempurna memahami sesuatu hal dari akar-akarnya. Begitu juga dengan Kabupaten ini, ungkapan "laut sakti rantau bertuah" harus kalian pahami.
Potensi alam tidak terhingga, ciptaan Tuhan yang kuasa memang tak terkira. Cadangan Gas alam 40% dari gas dunia. Laut terbentang 98% menggerogoti daratan. Cintailah daerahmu dengan berbuat hal yang berguna."

     Empat puluh satu menit sebelas detik. Kami tercengang. Masih kaku. Kaki terasa keram, ubun-ubun terserang demam dengan amper 100 derajat Celsius. Sengat mentari seakan berjarak beberapa kilo meter dari kepala. Panas, haus, dan menyenangkan. Upacara dibubarkan. Semangat Indonesia raya mesih tertanam, terus tertanam dan tetap tertanam.

     Sore ini, Aku bersama teman sekelas, menuju pantai kencana. Persis pantai Nusa dua : Bali yang tanpa turis. Permainan rakyat dipajang memenuhi luasan tanah kuning, di atapi awan putih nuansa bias laut yang biru. Sepoi-sepoi melanda menghanyutkan pandangan, menerpa jiwa, menusuk sanubari, membuat membahana para pengunjung. Panjat pinang 3,5 meter dengan peserta 4 orang ditambah 1 orang. Bergelantungan kupon-kupon, melambai-lambai menunggu seorang pahlawan penyelamat : bermandikan Oli kotor. Merayap di pokok pinang. Tarik tambang antar kecamatan, tepat di sudut utara. Bersorak supporter bagaikan Derby manchester akan bertanding sore ini di stadion Old Trafford - Inggris. Sebelah selatan, tiang-tiang seukuran betis tercancang. Berbaris lingkar. Terdengar suara hitungan. "Satu, Ikat kepala. Dua, gulung penuh. Tiga, siap-siap".
Benda pipih yang berputar dilemparkan bersamaan ke tanah, pak cik-pak cik sibuk memulung kembali menggunakan skop khusus: berbentuk sendok nasi namun agak besar dan rata terbuat dari triplek. Gasing tetap berputar. Menari-nari di atas kaca. Pakcik-pakcik duduk rapi. Posisi nol besar persis mengelilingi api unggun di malam penutupan camping : pramuka.
Terus berputar. Tiga puluh menit berlalu, lima gasing berhenti berputar. Mundur dari arena. Empat puluh tujuh menit, tersisa dua gasing. Bersaing ketat. Saling menunjukkan potensi. Meliuk-liuk, namun putaran semakin lembut nan lamban. Pertanda tenaga listrik : Baterai melemah. Lima puluh dua menit. Jawara bertahan. Angka dua juta rupiah sudah dibenak pak cik: Tuan gasing hitam nan berkilau. Juri mengintrogasi jawara. Mengukur diameter kemudian membelah dada sang gasing, khawatir ada besi atau timah yang memberatkan hingga perputaran gasing menjadi lebih lama. Tamatlah sang juara. Tuannya tentu tidak merasa iba. "Itulah aturan main yang disepakati," jawabnya ketika kami tanya.

     Kelompok ibu-ibu riuh di sisi tenggara, mengayam ketupat sambil berjalan. Gemuruh, nyaring dan menggelora. Hari mulai gelap, bukan karena corak hitam yang menggantikan awan putih. Mentari tersipu malu, cahaya memudar. Akibat rotasi bumi yang mengelilingi matahari hingga tercipta siang dan malam. Maghrib akan bertamu. Kami melangkahkan gerakan kaki ke arah peraduan, memaksa diri menuju rumah masing-masing.

     Ingatanku terus berkobar. Penarasan tentang sejarah daerah ini semakin kuat. "Semua hal pasti ada sejarahnya", pikirku. Manusia berasal dari tanah, sejarah dalam al-quran. Namun evaluasi Darwin bertentangan, Manusia berasal dari kera. Samakah sejarah daerah ini dengan perjalan Columbus yang menemukan daratan. Negeri Paman Sam itu. Siapakah manusia pertama pulau ini?, dari mana nama daerah ini dibuat?, Pertanyaan menyerang otak miniku. Aku pusing. Berharap terlelap lebih awal malam ini.

     Harapan bermimpi tentang semua hal yang dipertanyakan di benakku, walau mimpi hanyalah bunga tidur. Itu sedikit memberikan jawaban. Aku mulai merangkai mimpi. Kawan, ternyata mimpi bisa dirancang. Aku pernah membaca di media massa. Tips merancang mimpi. Salah satu baitnya, "pikirkan terus menerus apa yang ingin kamu impikan hingga matamu terpejam." Insyaallah hal itu menjelma dalam mimpimu. "Malam ini moment tepat untuk mengaplikasikannya", pikirku. Benar saja, aku pun bermimpi sesuai rencana. Mimpi yang tak dapat dirangkai dalam sastra. kelu bila di ungkap pada bibir. Terputus-putus dalam dunia ingatan.

     Pagi ini mata pelajaran sejarah di kelasku. Pak Usman menampakkan posturnya yang kurus tinggi legam di ruang tunggu para guru. Sebuah lorong yang dihuni bergantian oleh pahlawan tanpa tanda jasa. Sebelum berangkat berjuang berbagi ilmu pada penerus kecil yang setia menunggu di bilik kelas.
"Assalamu a'laikum,"
"Walaikum salam," nada kami serentak.
"Selamat Pagi," sapa Pak Usman.
"Pagi," suara gemuruh bersamaan kembali menggelegar dalam kelas. Pelajaran Berlangsung. Aku dan Andi duduk bersebelahan. Tepat di sudut kanan, menempel di tembok bercorak putih orange. Baris ke dua dari muka. Aku kembali sakau. Ingin tahu sejarah daerahku. Sejarah amat penting bagiku demi menyelami lebih dalam potensi daerah ini dan demi kecintaanku pada tanah tumpah darah.
"Ini kesempatannya" batin ku. Tiga puluh menit lewat lima puluh satu detik. Pelajaran hampir selesai.
"Ada pertanyaan?," Pak Usman melontarkan kalimat penting bagi muridnya. Kadang saat murid tidak bertanya itu tandanya paham, kadang pula murid itu paling tidak paham sehingga tidak bisa bertanya.
"Saya, Pak?," sontak Aku mengacungkan tangan.
"Iya, Apa pertanyaanmu?,"
"Bisakah bapak bercerita tentang sejarah daerah ini?"
Pertanyaanku membuat Pak Usman harus mengulang kaji. Kembali ke singgasana merah tua : kursi. Melipat tangan, menegakkan badan dan memulai merangkai cerita.
"Pertanyaan bagus" puji Pak Usman bernada rata. Dia mulai melangkahkan kata-katanya. Seperti yang dijelaskan ilmu Fisika bahwa suara bisa di dengar manusia karena merambat melalui udara. Corong-corong rekaman dalam otak kanan dan kiri telah di aktifkan. Siap menangkap semua huruf, semua kata dan semua kalimat yang disampaikan Pak Usman.
"Kala itu adalah masa Pemerintahan kerajaan Sriwijaya. Kerajaan asal Sumatra. Ada seorang pendeta cina yang menjelajah laut cina selatan kemudian beristirahat dan singgah di Sriwijaya. Pendeta itu Bercerita bahwa dia sebelum sampai ke Sriwijaya telah mengarungi laut dan berjumpa gugusan pulau, ada yang besar ada yang kecil. Pulau besar itu dalam bahasanya di ungkapkan "NAN TOA". Nan yaitu Pulau, Toa berarti Besar. Berangkat dari ungkapan tersebut, kemudian di adopsi masyarakat setempat menjadi sebutan NATUNA."

     Kami semua terdiam, merekam, menikmati, dan menangkap ide cerita. Pengetahuan baru tercipta di buku lintang ilmuku. Mempatri jejak-jejak yang di ukir Pak Usman. Melukis nuansa indah dalam hati bak lukisan manohara yang terkenal. Andi mendekatiku, mengganggu khayalanku, mengagetkan ku.
"Begitu rupanya," kata Andi.
"Apanya?" sahutku sambil menepuk pundaknya.
"Cerita Pak Usman tadi, Benar atau Tidak, Ya.?"
"Entahlah, Aku percaya karena Ia lebih tua dari kita, pun di guru, kan.?" Jelasku.

     Perjalanan menunggu Bis pulang sekolah, suasana hati terisi penuh, penasaran kabur. Angka-angka sejarah di benakku menghilang. Aku meyakinkan Andi.
"Mungkin saja NANTOA itu susah penyebutannya bagi pribumi kita," Kata ku.
"Bisa saja, Kakek kita mungkin lebih mudah menyebutnya NATUNA" Ungkapan setuju Andi. Kami menuju perut angkutan itu. Melelepas kepenatan. Menunggu setengah jam lebih sejak pukul 12.30 bel pertanda pulang berjerit

Penulis: Siswari


Cerpen Cinta Julia dan Gibran


Mereka duduk berdua di antara dinginnya malam
"Julia, kamu masih ingat saat aku pertama kali mengatakan cinta kepadamu."
"Ya tentu saja. Yang aku ingat saat itu adalah ketika banyak sekali kupu-kupu yang bermain di atas kepala kita Gibran. Dan kamu memberikan satu untukku dan aku bahagia akan hal itu."
"Hahaha, kita lucu sekali ya saat itu."
"Iya Gibran, dan aku benar-benar tidak menyangka aku bisa bersamamu."
"Aku kan sudah pernah bilang Julia. Kemungkinan itu pasti akan ada."
"Iya, tapi bagi ku saat itu semuanya hanya imajinasi ku saja Gibran."
"Sstttt. Kamu jangan bahas masa-masa yang itu lagi ya Julia. Kamu harus lihat, sekarang aku ada sama kamu. Aku milih kamu sebagai sahabatku sampai mati. Dan semuanya yang bagimu adalah imajinasi, kini menjadi nyata Julia. Ini adalah kenyataannya. Kamu adalah tulang rusukku."
"Hahaha, iya Gibran kau benar ini adalah nyata. Kamu tahu Gibran, kamu adalah laki-laki pertama yang mampu membuatku jatuh cinta, kamu adalah laki-laki pertama yang mampu membuatku kagum karena pribadimu yang sabar, yang memiliki solidaritas tinggi Gibran. Bagiku, kamu adalah laki-laki yang sempurna dan pasti bukan orang seperti aku yang kamu cinta"
"Aku tahu Julia, perasaanmu itu tidak pernah tidak tampak di depanku ketika aku bersamamu. Aku tahu kamu memiliki rasa yang berbeda terhadapku. Tapi memang saat itu, aku tidak melirikmu. Aku tidak pernah menganggapmu ada. Bahkan pernah aku berpura-pura membahagiakanmu lewat rayuan-rayuanku akan masa depan kita. Tetapi Julia, kamu ingat kan ketika aku berkata kalau kemungkinan untuk kita berjodoh itu ada. Dan hal itu benar-benar ada Julia."
Dengan air mata yang mengalir di pipinya, Julia berkata.
"Gibran kamu tahu, betapa aku sangat bahagia ketika kata-kata itu kamu lontarkan dari mulutu yang mungil itu. Kamu pernah bilang dalam imajinasimu, kamu akan melamarku, kamu akan memberikan resepsi pernikahan yang tidak merepotkan orang banyak, kamu ingin mempunyai anak dari rahimku, dan kamu juga pernah bilang kalau kamu ingin cucu kita tahu bagaimana cinta kita bermula dan diakhiri. Gibran kamu tahu bagaimana perasaanku saat itu? aku sangat bahagia Gibran, sangat sangat bahagia. Tetapi, di waktu yang lain aku melihat kamu melakukan hal sama kepada sahabatku. Kamu tahu Gibran, saat itu aku seperti tertimpa batu yang jatuh dari bukit. Hatiku benar-benar hancur Gibran. Aku mengira kamu hanya melontarkan imajinasimu itu kepadaku, ternyata tidak. Aku tidak pernah tahu berapa banyak perempuan yang kau perlakukan seperti itu."
"Maafkan aku Julia. Ketika itu, aku memang belum sungguh-sungguh untuk melabuhkan hatiku. Aku mencoba mencari pasangan yang tepat untuk hidupku sampai tua nanti."
"Itu bukan salahmu Gibran. akulah yang bersalah. Karena aku tidak dapat membedakan, mana yang serius dan mana yang tidak. Maaf, ini adalah kesalahan dari hatiku."
"Julia, kamu tahu betapa aku sangat terpukul ketika kamu sempat lupa ingatan karena infeksi yang kamu derita saat itu. Kamu tahu betapa aku menyadari kamu sangat berharga bagiku Julia. Aku sangat terpuruk ketika kamu tidak mengenalku dan bahkan membenciku. Kamu tahu Julia, aku kehilangan rasa cinta yang kau beri untukku saat itu. Aku juga tidak menyangka, kenapa aku menjadi mulai perduli kepadamu. Kamu ingat bagaimana sikapku ketika kau amnesia?"
Masih dalam tangisnya Julia menjawab
"Maaf Gibran, aku tidak ingat apapun saat itu. Aku seperti kehilangan episode dalam hidupku Gibran. Aku baru menemukannya ketika aku berada di taman kupu-kupu bersamamu saat itu. Aku hanya mengingat kejadian sebelum infeksi itu membuatku amnesia. Dan aku tidak mengingat sama sekali kejadian apa yang menimpahku ketika aku amnesia Gibran. Kamu tahu, aku sangat menghargai hari itu, 20 oktober 1958 ketika aku menemukan ingatanku kembali dan ketika itu pula kau menyatakan cintamu kepadaku. Aku, bagaimanapun juga, aku bersyukur kepada infeksi itu. Karena dia yang telah membawamu untuk menyambut cintaku Gibran. Tuhan menjawab doaku, yang menginginkan kamu sebagai yang pertama dan terakhir untukku Gibran. Walaupun aku tahu, aku bukanlah yang pertama bagimu, tetapi menjadi yang terakhir bagimu itu mejadi sebuah penghormatan atas cintaku padamu Gibran."
Gibran mendekap Julia erat sekali. Julia terisak dalam dekapannya.
"Julia, aku sayang kepadamu. Sayang sekali. Jangan tinggalin aku lagi ya Julia. Aku mohon, jangan pernah kamu lupa untuk cinta kepadaku. Kamu sudah menjadi jantung dan paru-paruku Julia. Badan ini tidak akan hidup tanpamu. Aku cinta kamu Julia, aku sayang sama kamu, kamu adalah hidupku Julia."
"Gibran, trimakasih kamu sudah ada di dalam hidupku. Terimakasih kamu mengijinkan aku untuk memberikan anak dan cucu untuk mu. Terimakasih Gibran, karena kamu telah menyambut cintaku. Aku pasti akan mati bahagia karena aku hidup sampai tua denganmu sebagai suamiku. Trimakasi Gibran atas cinta dan kasih sayangmu."

Gibran melipat kembali surat yang diberikan Julia untuknya. Air matanya tak kunjung henti ketika ia membacanya hingga akhir. Didekapnya surat itu erat-erat.

Gibran tidak menyangka, Julia memiliki imajinasi yang tinggi tentang dirinya dan kehidupannya bersama Gibran. Hal yang membuat terpukul adalah ketika Julia tidak dapat mencapai imajinasinya itu. Cinta Gibran untuk Julia memang tumbuh. Gibran mengutarakan perasaannya itu di bukit kupu-kupu. Dan mereka tidak hidup bersama sampai mereka tua dengan anak dan cucu dari rahim Julia. Karena tiga hari setelah ingatan Julia kembali, Julia pergi dengan infeksi yang dideritanya. Gibran tenggelam dalam tangisnya. Ketika ia lihat tanggal penulisan dari surat itu (21 oktober 1958). Julia pergi dengan mimpinya.

----

"Nah seperti itu lah kisah dari cinta Julia dan Gibran. Kalian tahu, nenek itu dulu seperti Julia yang cinta mati sama Gibran dan kakek adalah Gibrannya. Ehehehehe. Bedanya, nenek tidak mengidap infeksi."

Nenek yang berada di dekat kakek hanya tersenyum dalam rangkulan kakek.

Begitulah cerita yang dilontarkan laki-laki tua itu, di depan 18 cucunya yang sudah remaja.

Penulis: Nia Latifah


Renungan Hidup Yang Kekal

Baca: Yohanes 17:1-26

"Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus." (Yohanes 17:3)

Berjuta-juta manusia di dunia ini sedang mencari hidup kekal. Semua orang ingin masuk Kerajaan Sorga tetapi mereka tidak tahu jalan yang benar menuju ke sorga. Ada juga yang berkata, "Banyak jalan menuju Roma" atau banyak jalan menuju kepada kehidupan kekal itu. Dan nabi-nabi palsu akhir zaman ini menggunakan kesempatan emas ini untuk menipu banyak orang dan membawa mereka kepada jalan yang salah.

Tetapi puji syukur kepada Allah, karena Dia telah memberikan Yesus Kristus kekuasaan atas semua manusia, yaitu memberi hidup yang kekal bagi setiap orang yang percaya kepadaNya. Alkitab menegaskan: "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Jadi, "Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (Yesus Kristus - red)." (Yohanes 14:6b).

Hidup kekal itu kita terima dari Allah melalui AnakNya Yesus Kristus. Tanpa itu tidak ada cara yang dapat kita tempuh untuk mengenal Allah. Kita dapat berbicara tentang Dia, tahu tentang Alkitab dan ajaran-ajaran di dalamNya, bahkan kita boleh bekerja keras bagi Dia dalam banyak pelayanan, tetapi semuanya tak berarti sampai kita menerima hidup kekal sebagai anugerahNya serta menikmati pengenalan secara pribadi bersama Dia. Tertulis: "Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah Tuhan yang menujukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi: sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman Tuhan." (Yeremia 9:23-24).

Iman secara pikiran orang tak dapat menggantikan untuk mengetahui Allah dalam roh kita. Percaya kepada Tuhan Yesus Kristus adalah langkah memasuki hidup yang kekal dan menemukan pengetahuan tentang Allah yang benar yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya. Tuhan Yesus berkata, "...Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b).

Hidup kekal kita terima dari Allah hanya melalui Yesus Kristus tidak ada jalan lain!

Renungan Firman Tuhan Harus Berakar Kuat

Baca: Mazmur 78:1-31

"supaya mereka menaruh kepercayaan kepada Allah dan tidak melupakan perbuatan-perbuatan Allah, tetapi memegang perintahNya;" (Mazmur 78:7)

Kondisi dan situasi yang seringkali mengombang-ambingkan stabilitas iman orang Kristen. Apa yang dirasa dan dilihat dapat menjatuhbangunkan kerohanian mereka, apalagi bagi yang masih dikuasai emosi dan suasana, belum dikuasai oleh firman Tuhan, sehingga firman itu belum seberapa dalam berakar dalam hidupnya.

Keadaan ini tidak beda jauh dengan kehidupan bangsa Israel di masa lampau. Kerohanian mereka belum stabil. Terbukti jika suasana enak dan menyenangkan, mereka bisa memuji-muji Tuhan. Namun saat keadaan tidak menyenangkan dan ada tantangan atau ujian hati mereka secepat kilat berubah, langsung menggerutu, bersungut-sungut dan memberontak kepada Tuhan seperti tertulis: "Sanggupkah Allah menyajikan hidangan di padang gurun? Memang, Ia memukul gunung batu, sehingga terpancar air dan membanjir sungai-sungai; tetapi sanggupkah Ia memberikan roti juga, atau menyediakan daging bagi umatNya?" (ayat 19-20).

Namun, bukankah mata mereka sudah menyaksikan betapa Tuhan membelah Laut Teberau (Laut Merah) sehingga mereka dapat berjalan di tengah-tengahnya seperti di tanah kering? Saat itu mereka memuji Tuhan dan bersyukur dengan sorak-sorai, tapi pada kesempatan lain menghina Tuhan dengan perkataan yang sungguh menyakitkan hatiNya. "Sebab itu, ketika mendengar hal itu, Tuhan gemas, api menyala menimpa Yakub, bahkan murka bergejolak menimpa Israel, sebab mereka tidak percaya kepada Allah, dan tidak yakin akan keselamatan dari padaNya." (ayat 21-22).

Bila firman Tuhan berakar kuat di dalam hati, kita tidak akan bersikap seperti bangsa Israel itu meski berada di situasi yang tidak baik: ada penderitaan, sakit, kesesakan atau pun kegagalan. Kita akan memiliki hati seperti rasul Paulus yang berkata, "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat-" (2 Korintus 5:7). Jika kita terpaku pada masalah yang ada kita akan mudah lemah dan kecewa; sebaliknya bila kita menjalani hidup ini dengan 'mata iman', kita akan mampu bertahan melewati masalah karena kita percaya bahwa janji firmanNya tidak ada yang tidak ditepatiNya. 

Sudahkah firmanNya itu berakar kuat di dalam kita? Sehebat apa pun badai menerpa, kita takkan goyah!

Cerpen Pisang Ajaib


     Pada sebuah desa yang sangat terpencil hiduplah seorang anak piatu. Namanya Rina, ia memiliki seorang ibu yang bernama Darti. Suatu hari ibunya sakit, Karena ia tak punya uang, jadi ia tak bisa membawa ibunya ke rumah sakit. Padahal ibunya sedang sakit parah.

Suatu hari...
"Rina..." panggil ibunya.
"iya bu," sahut Rina sambil mendekati ibunya.
"tolong nak, ambilkan ibu air... ibu haus" kata ibunya dengan suara lemah.
"iya bu..." jawab Rina (pergi ke dapur untuk mengambil air dan kembali lagi membawa segelas air putih).
"ini ibu airnya..." kata Rina sambil menyerahan air itu dan ibunya pun mengambil air itu lalu meminumnya. "bu andai aja aku punya uang, pasti ibu aku bawa ke rumah sakit,"
"tidak apa-apa... ibu tidak apa-apa, cuman sakit biasa aja. Besok pasti sembuh," sahut ibunya.
"bu... aku pergi dulu ya," kata Rina.
"iya... tapi jangan lama ya," kata ibunya.
"iya bu..." jawab Rina lalu pergi

"tolong... tolong..." kata seorang minta tolong.
"kek... kenapa dengan kakek?" Tanya Rina ketika ia melihat seorang kakek minta tolong.
"begini cu... kakek nggak bisa jalan. Karena kaki kakek sakit," jawab si kakek.
"memangnya dimana rumah kakek?" Tanya Rina.
"di sana cu," jawab si kakek sambil menunjuk sebuah gubuk tua.
"mari kek... aku antar," ajak Rina.

Sesampai di depan sebuah gubuk tua...
"terimakasih cu..." kata si kakek.
"sama-sama kek..." sahut Rina.
"ini cu... kakek beri hadiah untuk anak sebaik kamu," kata si kakek sambil menyerahkan dua biji pisang kepada Rina.
"untuk apa kek pisang ini?" Tanya Rina.
"makankanlah pisang itu pada ibumu dan yang satunya untukmu," jawab si kakek.
"terimakasih ya kek..." kata Rina.

Kemudian ia pulang... sesamai di rumah ia langsung menemui ibunya...
"ibu... ini aku bawakan ibu pisang," kata Rina sambil menyerahkan pisang itu kepada ibunya.
"dapat darimana kamu pisang ini?" Tanya ibunya.
"aku dikasih seorang kakek tua bu," jawab Rina.

     Ibunya pun kemudian memakan pisang itu... tiba-tiba saja terjadilah sebuah keajaiban. Yang tadinya ibunya sakit tiba-tiba saja menjadi segar bugar.
"rin... ibu sekarang sudah sehat," kata ibunya dengan bahagia.
"apa! Ibu sudah sehat?" Tanya Rina terkejut.
"iya nak... coba liat sekarang ibu sudah biasa berdiri," jawab ibunya sambil berdiri," ternyata pisang itu pisang ajaib," katanya lagi.
"kalau begitu aku juga mau makan pisang ini," kata Rina. Betapa terkejutnya ia, ketika ia membuka membuka pisang itu, ternyata isinya sebatang emas. "bu emas...!?" katanya terkejut.
"iya nak..." sahut ibunya juga terkejut.

     Semenjak itu mereka menjadi kaya dan hidup berkecukupan. Tidak seperti dulu lagi. Namun walau pun begitu sifatnya Rina tetap tidak berubah. Ia tetap baik hati dan suka menolong orang.

SELESAI

Penulis: Halimatus Sa'diah


Cerpen Kutukan Purnama


     Dahulu kala, disaat bumi masih dikuasai oleh kedua orang raja yaitu; raja utara dan raja selatan, hiduplah seorang pria yang dikutuk oleh ayah handanya, raja selatan. Lantaran dia mencuri pusaka kerajaan yang kemudian di serahkan kepada pamannya, raja utara. Raja utara dan raja selatan adalah suadara kandung, dia di lahirkan oleh raja dunia, setelah ayahnya meninggal, kedua anaknya tersebut akhirnya mengadakan perang besar yang terjadi selama 90 tahun, dan yang menang akan menjadi raja di bumi ini, dan pusaka akan menjadi miliknya.

     Mahesa adalah putra dari raja selatan, saat itu usianya masih berumur 17 tahun, namun di masa mudanya dia harus menjalani siksa ayahnya, dia dikutuk menjadi seekor ular kecil, lantaran dia mencuri pusaka ayahnya yang di berikan kepada ayahnya, dia sengaja mencuri pusaka itu lantaran di hasut oleh pamannya, raja selatan. Dan kutukan itu akan hilang apabila dia bertapa selama 99 purnama, ahirnya mahesa pun bertapa di sebuh pulau yang sangat kecil dan hanaya di tumbuhi satu pohon besar.

Purnama Satu
Setelah sekian lama mahesa bertapa di bawah pohon besar itu, akhirnya dia berubah menjadi semut karena dia tak sanggup menahan cobaan, dan bangun dari pertapaannya. Mahesa pun bersedih, ada yang mengalir di pipinya saat itu, dia merasa kecewa terhadap kegagalannya ahirnya mahesa pun memutuskan untuk melanjutkan pertapaannya.

Purnama dua puluh tujuh
Sudah berungkali mahesa selalu gagal, dia pun berubah menjadi kelelawar, namun tekatnya pun tak berkurang sedikitpun, dia melanjutkan kembali pertapaannya dengan bergelantungan di ranting pohon, meskipun cobaan dan rintangannya semakin berat mahesa pun berjuang di dalam dunia gaibnya, dan berharap dia bias cepat berubah menjadi manusia normal dan membantu ayahnya berperang melawan pamannya.

Purnama tiga puluh tujuh
Kini purnama sudah yang ke tiga puluh tujuh, namun mahesa selalu gagal untuk bertahan di dalam bertapanya, seakan-akan dia berkelahi dengan serigala besar yang mengalahkannya dann membuat dia sadar, ahirnya dia pun berubah menjadi buaya tanpa taring, dan tanpa ekor, namun semangat mahesa tak pernah kendor, dia pun akhirnya melanjutkan tapanya dengan cara mengapung di atas air laut.

Purnama empat puluh tujuh
Malam kian kelam, angin laut pun berhembus dengan kencang, ombak pun berdebur sangat kencang, hingga akhirnya mahesa pun terlempar ke bawah pohon besar yang tak jauh dari tempat bertapanya. sungguh kekecewaan mahesa tiada tanding, padahal di dalam mimpinya dia sudah menemukan jasadnya yang hilang, namun ombak menghantam badannya, sehingga dia pun terdampar di pantai membentur pohon besar yang biasa dia tempati untuk bertapa, akibat dari kegagalan tersebut dia berubah menjadi seekor kucing yang cantik, akhirnya mahesa pun kembali ke istana, walaupun dia masih berbadan kucing, karena dia sudah sangat merindukan biyungnya.

     Sesampainya di istana, mahesa pun langsung menemui adiknya, larasati. Dan dia menceritakan bahwa dirinya adalah kakanya yang dulu dikutuk menjadi ular kecil kemudian di buang ke sebuah pulau kecil yang hanya ditumbuhi satu pohon besar. Setelah larasati percaya, mahesa pun meminta kepada larasati untuk tidak menceritakan bahwa dia adalah kakanya, mahesa.

     Mahesa pun masih tetap melanjutkan pertapaannya, keinginan untuk membuat tubuhnya berubah lebih cepat semakin tinggi, lantaran mendengar bahwa benteng pertempuran pertama ayah handanya diterobos oleh pasukan pamannya, raja utara. Ahirnya dia pun bertapa di dalam dapur istana.

Purnama lima puluh tujuh
Malam kian gigil, angin yang berhembus dari jendela dapur istana membuat dia terbangun dari pertapaannya, sehingga dia pun berubah menjadi seekor serigala. Ahirnya mahesa pun keluar dari istana, karena takut ketahuan oleh para prajurit, dan dayang-dayang kerajan. Namun mahesa tidak pergi jauh dari kerajaan. Dia tidak mau meninggalkan larasati sendirian di dalam istana, karena biyungnya sudah mati terbunuh oleh patihnya sendiri, dia dibunuh dengan cara mearacuninya, pembesar kerajaanpun sudah memanggil tabibi dari berbagai wilayah, tapi tak ada yang mampu mengeluarkan racun tersebut

     Mendengar hal itu, raja segera pulang ke istana dan terjatuh sakit karena setres. melihat kondisi seperti itu, patih juga ingin membunuh raja, karena dia juga ingin menjadi penguasa, dan dia juga mau membunuh dengan cara yang berbeda, dia ingin menusuk raja. Namun, hal itu sudah diketahui oleh mahesa, dan mahesa pun segera memberitahu kepada adiknya, larasati. Mendengar hal itu, larasati langsung bergegas menemui ayah handanya dan menceritakan semuanya. Dan mahesa pun juga segera membunuh patihnya sebelum dia membunuh ayah handanya. Mengetahui hal itu raja pun segera menyuruh larasati, putrinya. Untuk memanggil mahesa, karena dia akan mencabut kutukannya. Akhirnya mahesa pun datang menemui ayah handanya, dengan seluruh kekuatan yang tersisa, ayah handanya mencabut kutukannya, namun nasib tidak bersahabat, ayahnya meninggal sebelum mahesa menjadi manusia utuh, hanya separuh saja.

Penulis: Kachonk Rofiqz


Cerpen Tarian si Kulit Besi


     Rabu siang, keramaian di salah satu dusun terpencil di kota ini membuat rasa penasaran ku semakin membludak. Terlihat banyak orang berbondong-bondong menyaksikan penemuan mayat seorang bocah laki-laki yang mengambang di teluk sungai yang terletak di Desa Pematang Gadung. Aku juga heran, mengapa anak itu baru ditemukan setelah 1 minggu dikabarkan hilang saat pergi mandi di sungai, begitu yang dilaporkan masyarakat. Namun setelah aku pergi ke tempat itu, aku merasa heran saat ku saksikan 4 orang kakek yang duduk bersila sedang membaca mantra yang dikelilingi oleh masyarakat yang ramai menyaksikanya, dan yang paling membuat mata ku terbelalak adalah seekor buaya raksasa yang terikat di hadapan ke-4 kakek tersebut, buaya yang terlihat teler itu sudah tidak bisa bergerak setelah diikat oleh masyarakt yang ramai menyaksikanya.

     Setelah sekian menit termangu, aku akhrnya tahu bahwa mayat anak itu meninggal karena serangan dari buaya ini, berdasarkan cerita dari salah satu kakek pawang buaya itu, bocah ini tidak dimakan oleh sang buaya, namun hanya dimainkan dengan cara diputar-putar di dalam air, sampai akhirnya anak itu mati lemas, untuk bisa membujuk sang kulit besi menyerah dan mengembalikn sang bocah, diperlukan 4 orang pawang sakti untuk melumpuhkanya. Namun dari penangkapan ini, ada satu yang dikesalkan oleh para pawang itu, yaitu kebrutalan masyarakat desa yang dengan ganas mengambil paksa semua organ dan bagian tubuh si kulit besi, perbuatan inilah yang dikhawatirkan para pawang itu.. mereka takut mimpi yang mereka alami jadi kenyataan
"jin penunggu sungai akan murka dengan masyarakt desa itu" dan jin itu merupakan ayah dari si kulit besi yang senang menari dan bermain dengan masyarakat sekitar..!

Penulis: Heri Iman Santoso


Renungan Berpegang Teguh Pada Firman Tuhan

Baca: Roma 15:1-13

"Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4)

Sebagai anak-anak Tuhan kita harus mempercayai apa yang dikatakan oleh firman Tuhan. Melalui tulisan-tulisan yang tercantum di dalam Alkitab kita memperoleh suatu pengharapan yang benar. Dari pengharapan itulah kita dapat memperoleh iman. Jika kita tak mempunyai pengharapan, iman pun tak akan terbentuk, karena pengharapan dan iman bekerja sama dalam kehidupan orang percaya dengan cara yang sama seperti tertulis: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1).

Pengalaman membuktikan bahwa orang yang kehilangan akan mudah mengalami stres dan depresi, dan tak mampu menguasai keadaan lagi. Tetapi Alkitab menasihati kita supaya teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci, sehingga kita pun akan dapat mengatasi semua permasalahan hidup dengan berpegang pada pengharapan dan iman pada janji-janji Tuhan. Jelas dikatakan bahwa "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17).

Tetapi, bagaimanakah kita dapat mendengar janji-janji Tuhan itu? Kita dapat mendengar janji-janji Tuhan dari pemberitaan secara lisan melalui khotbah para hambaNya, atau dengan membaca firman Tuhan serta merenungkannya siang dan malam sehingga janji-janji Tuhan itu benar-benar meresap ke dalam hati kita, dan menimbulkan pengharapan serta iman yang teguh.

Seringkali kita berdoa dan menerapkan janji-janji firman Tuhan untuk orang lain dan orang itu pun tertolong. Namun bila kita sendiri tak dapat menggunakan pengharapan dan iman atas janji-janji Tuhan itu, maka berkat-berkat Tuhan tak dapat kita nikmati. "Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat." (Ibrani 11:3). Firman Tuhan yang sanggup menciptakan alam semesta dengan sangat mudah berkuasa 'menciptakan' segala kebutuhan kita, yang tak ada artinya bila dibandingkan dengan alam semesta.

Oleh karenanya mari berpeganglah teguh pada janji-janji firman Tuhan agar hidup kita tertolong dalam segala masalah!

Renungan Hidup Orang Percaya :Berhasil Dan Beruntung!

Baca: Yosua 1:1-9

"Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8)

Tuhan memiliki rancangan hidup berkemenangan bagi umatNya. Dia sendiri berkata, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jelas bahwa Tuhan tidak merancangkan yang jahat terhadap anak-anakNya, sebaliknya merancangkan kemenangan yang gilang gemilang bagi setiap kita sehingga kita pun mengalami kehidupan yang senantiasa berhasil dan beruntung.

Ada perbedaan antara keberhasilan dan keberuntungan itu: Keberhasilan adalah sesuatu yang diraih melalui ketekunan, kerja keras dan perjuangan. Keberhasilan itu tidak seperti durian yang jatuh dari pohon atau dapat dicapai dalam semalam saja, namun selalu ada harga yang harus dibayar! Sedangkan keberuntungan adalah sebuah pencapaian yang diraih oleh karena pertolongan dan campur tangan Tuhan. Ayat nas di atas menegaskan bahwa perjalanan hidup orang percaya itu dirancang Tuhan untuk mengalami keberhasilan dan keberuntungan.

Di dalam kenyataannya belum semua orang Kristen mengalami dan merasakan hidup dalam keberhasilan dan keberuntungan. Maka kepada Yosua Tuhan memberikan petunjuknya: 1. Kita harus kuat dan meneguhkan hati (ayat 6-7). Bahkan perkataan "Kuatkan dan teguhkanlah hatimu" itu disampaikan sebanyak dua kali, berarti ini sangat penting, karena seringkali kita mudah down dan putus asa ketika mengalami permasalahan sedikit saja lalu berkata, "Aku sudah tidak kuat lagi, rasa-rasanya ingin mati saja!". 2. Kita haru merenungkan, memperkatakan dan melakukan firman Tuhan, artinya: dalam keadaan apa pun kita tetap berpegang teguh pada firman Tuhan. Tuhan Yesus berkata, "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firmanKu tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7).

Yosua mengalami keberhasilan dan keberuntungan dalam hidupnya, dan menikmati Kanaan karena ia melakukan kehendak Tuhan!

Cerpen Membagikan Telur


     Siang itu, rumah si kembar Delancey (Dela) dan Stacey (Aci) yang sibuk dikejutkan oleh seseorang. "Halo, anak-anak! sibuk sekali kalian sampai pamanmu ini tidak dibukakan pintu," kata sosok misterius itu. "Paman Mbul! Lihat tadi pagi kami menemukan ini di kebun," ujar Dela sambil menunjukkan sebutir telur warna-warni pada pamannya itu.
"Aku yakin sekali pasti si kelinci putih yang memberikan ini untuk kami," ucap Aci.
"Telur itu bagus sekali! Tapi apakah kalian pernah bertanya kenapa kita, khususnya kelinci, sering membagikan telur?" kata Paman Mbul.
"Ceritakan dong Paman!" sahut si kembar bersamaan.

Ceritapun dimulai...
Zaman dulu sekali... pernah terjadi panen tahunan gagal karena secara tiba-tiba serangga-serangga hama datang. Akhirnya, semua warga kelaparan. Mereka sudah mencoba banyak cara. Memancing? Yang didapat hanya ikan yang kecil sekali. Berburu? Yang didapat hanya hewan bertulang dilapisi kulit. Sulit sekali sampai-sampai para penghuni hutan pun merasakannya.
Satu-satunya makanan yang bisa ditemukan di hutan hanya telur milik Pak Beruang Kikir. Ia memiliki 100 ayam hutan petelur yang bertelur setiap harinya. Para penghuni hutan tentu saja membeli pada Pak Beruang. Tapi, Pak Beruang menaikkan harganya setiap harinya, sehingga para penghuni hutan yang miskin tidak mampu membelinya. Banyak penghuni hutan yang kelaparan itu mencoba mencuri telur itu, tapi tidak pernah ada yang berhasil. Telur Pak Beruang semakin mahal dan penghuni hutan semakin putus asa, sampai akhirnya cita Kelinci mengeluh pada temannya Lusi Terwelu di rumahnya.
"Coba lihat ini, Lusi! Baju ini sudah lebih mirip daster! Lebih besar 3 kali dari ukuran sebenarnya," ungkap Cita.
"Ah... mungkin maksudmu badanmu yang tinggal tulang berbalut kulit? Nggak usah ngomong deh! Semua warga di sini juga kurus seperti papan," bantah Lusi sambil mengecat mainan kayu yang ia buat.
"Kecuali Pak Beruang Kikir. Setiap pagi ia menyimpan telur-telur segar," ucap Cita.
"Hei, itu dia! Pagi-pagi sekali sebelum ia mengambil telurnya, kita akan mengambilnya. Kau berbicara dengan Pak Beruang sementara aku menggali lubang di kandang ayam itu dan mengambil telur itu," usul Lusi.
"Setuju...!" sahut Cita sambil menjabat tangan Lusi yang belepotan cat.

     Maka keesokkan paginya, pagi-pagi sekali, rencana itu pun dilaksanakan. Sementara cita mengobrol dengan Pak Beruang, Lusi mengambil kelima puluh telur dari lubang yang ia buat.
Rencana itu berhasil! Mereka pulang membawa kelima puluh telur itu. Tapi, ketika Cita meminta bagiannya, ia mendapat kejutan...
"Bagianmu? Kau kan cuma mengobrol, dan lagipula yang punya ide ini kan bukan kau, tapi aku," bantah Lusi.
Dengan penuh kekesalan, Cita pergi dari rumah Lusi. Siang itu, Lusi yang hendak memakan telur-telur itu kaget ketika melihat Pak Beruang dan Maro Marmut si detektif sedang berkeliling mendatangi rumah-rumah penduduk. Mereka sudah dapat dipastikan sedang mencari si pencuri telur. Segera Lusi mengejar Cita dan mengajaknya masuk ke rumahnya.
Mereka amat ketakutan dan berusaha mencari tempat untuk menyembunyikan telur-telur itu. Tanpa sengaja, Cita tersandung mainan kayu Lusi dan telur-telur itu jatuh ke kaleng-kaleng yang berisi cat.
Kecelakaan ini menyelamatkan jiwa Cita dan Lusi. Ketika Pak Beruang dan Maro Marmut memeriksa di rumah Lusi, ternyata yang ada adalah telur-telur berwarna dan tentu saja Pak Beruang mengatakan itu bukan telur-telurnya yang hilang.
"Ini khusus untuk warga hutan! Aku mendapatkannya dari pamanku di hutan sebelah," ucap Cita.
"Hmm... ide bagus Cita! Semoga Pak Beruang dapat mencontohnya," kata Maro.
Maka Pak Beruang pun mengikuti hal itu. Ia membagikan telur secara gratis. Begitu juga ke desa manusia. Dan untuk mencegah terjadinya kelaparan, khususnya di musim kemarau (April), para kelinci membagi-bagikan telurnya.
Begitulah Paman Mbul mengakhiri kisahnya.
"Ooo... jadi begitu rupanya, kukira para kelinci bertelur," kata Aci.
"Memang tidak! Kelinci itu beranak, tapi anak-anak mereka yang akan menjadi penerus tradisi ini," sahut Paman Mbul.
"Tapi, yang pasti," lanjut Paman Mbul, "Cerita ini ingin berpesan agar kita sebagai generasi penerus hendaknya melakukan yang baik seperti para pendahulu kita. Dan jangan pelit tentunya."

Penulis: Patricia Joanne


Cerpen Pulau Hamil


"Anginnya sejuk, Yah. Tempat apa ini?"
"Ini namanya Pantai, Nak."
"Pantai apa, Yah?"
"Namanya Pantai Ujung"
"O, ujungnya yang mana, Yah?" ucap Latifah sementara dua jari telunjuk mungilnya yang baru berusia hampir lima tahun menunjuk ke arah yang berlawanan.
"Aduh, Fah, kamu banyak tanya. Dari tadi tidak pernah diam," kata Maliki, sebuah tangannya merangkul tangan Latifah kecil yang hampir berlari di sampingnya.
"Yang mana, Yah?" ulang Latifah seakan tidak mendengar keluhan ayahnya. Pertanyaan beruntun tak putus-putusnya keluar dari mulut mungil anak itu, menghujani Maliki sejak mereka tadi meninggalkan Rumah dan di sepanjang jalan di dalam mobil, hingga mendarat di Pantai Ujung tidak jauh dari Kota. Tempat mereka biasa melepaskan kepenatan di akhir pekan.

     Maliki tidak habis pikir dengan anak tunggalnya itu yang sangat rajin mengoceh dan tidak mengenal lelah. Padahal jarak dari rumah ke pantai tidak kurang dari lima jam perjalanan. Dan perjalanan itu pun mengantukkan bagi orang dewasa. Tetapi Latifah tetap bersemangat, kadang-kadang kasihan juga Maliki melihat anaknya. Dicobanya untuk mengajak istirahat sebentar sambil tidur-tiduran di tenda dekat mobil mereka diparkir, tetapi Latifah menolak. Dan terus bertanya.
"Kenapa pohon kelapanya banyak yang condong ke arah laut, Yah?"
"Itu karena angin lebih kencang dari darat ke laut,"
"Yah, disana itu apa?" Jari kecilnya menunjuk lagi.
"Semacam kapal. Ayah tidak tahu..."
"Bukan, Bukan kapal itu."
"O, yang bulat itu. Namanya..."
"Bukan!" Suaranya meninggi. Kakinya yang mungil dihentak-hentakkan ke tanah, jengkel karena ayahnya tidak tahu apa yang dimaksudkannya. "Bukan Batu."
"Yang mana?"
"Itu," katanya sambil menunjuk lagi.
"Pulau itu?"
"Pulau? Pulau itu, apa, Yah?"
"Pulau adalah tanah yang ditumbuhi tanaman juga tempat hidup para binatang dan dikelilingi oleh air laut"
"Berarti seperti tempat tinggal kita juga, Yah?"
"Ya, kita dan semua orang juga tinggal di atas Pulau."
"Apa disana ada orang, Yah?"
"Tidak, pulau itu tidak ada orangnya."
Latifah menghentikan langkahnya. Dan terus memandang ke arah laut. Kemudian bertanya, "Mengapa pulau itu kelihatan seperti orang hamil, Yah?"
Maliki paling merasa susah jika ditanya "mengapa" oleh Latifah. Kalau "apa" masih tidak terlalu sulit untuk dijawab. Anak-anak lainnya seusia Latifah juga senang sekali bertanya. Ya, keingintahuan anak kecil. Namun, Latifah bertanya bukan hanya sekedar ingin tahu. Perhatian Latifah juga tertuju pada alam sekeliling, pada jawaban yang diberikan pada setiap pertanyaannya, baik oleh Ayahnya atau siapa saja.
"Itu ada ceritanya, Fah," jawab Maliki. "Pulau itu namanya Pulau Hamil."
"Bagaimana ceritanya, Yah?"
"Panjang ceritanya, Fah. Nanti malam Ayah ceritakan,"
"Janji, Yah?"
"Ya, Ayah janji."

     Latifah tambah senang hatinya dan tambah tegap langkahnya. Janji Maliki membuatnya berhenti bertanya tentang pulau itu, tetapi hujan pertanyaan makin lebat. Tentang air laut yang terasa asin, ombak yang bergiur diterpa angin, tentang serpihan binatang laut yang berserakan di bibir pantai.

     Dahulu kala hidup di wilayah pantai ini sebuah keluarga kecil. Di dalam keluarga itu hanya ada dua orang: suami dan istrinya. Mereka sudah lama menikah namun belum mendapatkan buah hati. Mereka merupakan keluarga sederhana yang tidak kaya dan juga tidak begitu miskin. Pasangan itu hidup di sebuah pondok. Untuk menghidupi mereka, suaminya bekerja sebagai penangkap ikan dan istrinya sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT).

     Hidup di lingkungan bersama masyarakat setempat. Mereka merupakan keluarga yang sombong dan kikir, tidak pernah mau untuk membantu orang lain yang lagi kesusahan. Setiap ada warga yang meminta bantuannya selalu ditolak dengan berbagai alasan dan tepisan. Kadang tidak bisa membantu, tidak memiliki uang, lagi sibuk dan berbagai alasan lainnya selalu muncul dari bibir mereka baik suami maupun istrinya.

     Hubungan keluarga itu dengan warga setempat pun semakin memburuk. Orang-orang sudah tidak begitu peduli dengan mereka. Kala itu, istrinya diketahui mendapatkan kado istimewa dari Tuhan yaitu kehamilan. Alangkah senang hatinya. Dia kemudian menceritakan kepada suaminya. Dan suaminya pun ikut senang. Tujuh bulan berlalu. Sang istri makin jelas kehamilannya dengan perut yang menonjol ke depan seakan sangat berat membawanya dan semakin nampak besar bulatannya.

     Suatu hari, sang suami sedang pergi menangkap ikan. Tinggallah istrinya sendirian di rumah berduaan dengan anaknya yang masih dalam kandungan itu.
"Bapak ke laut dulu, Bu. Mencari ikan untuk kita makan nanti malam."
"Iya Pak." Jawab istrinya dengan nada rendah.
"Ibu baik-baik di rumah, ya, jaga kondisi Ibu dan buah hati kita!" pesan suami kepada istrinya, lalu pergi ke luar rumah dengan memikul serumpun jala.

     Setelah beberapa jam berlalu suaminya pergi, tiba-tiba wanita itu sangat ingin makan buah lamun: buah dari tumbuhan laut yang bisa dipetik ketika air laut sedang surut dan rasanya manis. Berfikirlah Ia bagaimana cara mendapatkannya. Hendak keluar rumah untuk mencari, terasa agak begitu repot dengan kondisi kehamilannya. Karena terpaksa oleh keinginan yang tidak boleh ditunda-tunda. Keluarlah Sang istri menuju rumah-rumah warga untuk mencari segelintir bala batuan.
"Pak, saya sedang ingin makan buah lamun, dapatkah membantu untuk mencarikannya?" Pintanya kepada seorang warga yang tampak sedang duduk di teras rumah yang tidak jauh dari pondoknya.
"Saya sedang tidak sehat sekarang, Bu." Jawab lelaki itu yang kemudian menghilang di balik pintu rumahnya.

     Wanita itu terus mengayunkan langkahnya, berharap ada yang bersedia menerima permohonannya.
"Bu, bisakah mencarikan buah lamun untuk saya. Kebetulan air laut sedang surut."
"Aduh Bu, saya sedang buru-buru mau ke pasar sekarang." Jawab wanita yang ditemuinya itu.
Dengan mata sendu yang melambangkan keputusasaan serta langkah lesunya yang semakin melemah, wanita itu menuju pesisir pantai untuk mencari buah yang di idamnya. Tanpa harus menunggu bantuan yang tidak pasti, Dia terus berjalan di tepian. Air setinggi tumit mengharuskan pandangan matanya tidak lepas dari gundukan-gundukan pasir di bawah air dengan harapan menatap serumput lamun yang siap untuk disantap.
"Dimana buah itu, dari tadi tidak satupun ku temukan." Gumamnya dalam hati. Kemudian Ia berenti sejenak mengenang kehadiran buah lamun yang tidak kunjung datang.
"Mungkin mereka hidup di air yang lebih dalam." Pikirnya.

     Teruslah dia menyusuri ke arah laut yang sedikit dalam dan menjauh dari pesisir pantai. Dengan alunan langkah yang lentur namun pasti, ditemukan juga buah lamun itu. Dan di petiknya lalu dimakan. "Mungkin disana akan lebih banyak." Katanya sambil terus melangkah menyusuri lautan dangkal itu. Tidak sadar air laut semakin pasang yang kini sudah setinggi lutut rapuhnya. Melihat buah lamun yang makin banyak didapatkan, Dia semakin bersemangat.

     Air laut terus meninggi. Hari mulai gelap tanda akan turun hujan. Bergegaslah ia hendak kembali kedaratan. Dengan ayunan langkah yang lamban dan keletihan sudah melanda dirinya. Ia terus menuju pesisir. Kini air laut mencapai dadanya. Semakin lambatlah langkah wanita renta itu. Silauan petir mulai terasa. Langit mulai gelap. Seketika wanita tua itu tergelam yang akhirnya mengapung dengan perutnya menonjol di atas permukaan laut. Jadilah ia sebuah Pulau yang berbentuk seperti orang hamil. Pulau itu hingga kini terletak didepan Pantai Ujung yang bisa kita datangi dengan berjalan kaki ketika air laut sedang surut.

"Kenapa wanita itu jadi Pulau, Yah?"
"Itu karena Tuhan marah kepadanya yang sombong dan pelit, Nak."
"Orang yang sombong Tuhan tidak suka, ya?"
"Iya, Tuhan telah menyuruh kita untuk berbuat baik kepada orang lain."
"Kalau badan berubah jadi pulau, sakit ya, Yah?"
"Tentu. Itu hukuman bagi orang yang tidak patuh kepada perintah Tuhan."
Latifah terdiam. Maliki melihat anaknya menatap langit-langit. Matanya melukiskan bahwa otaknya sedang berputar cepat. Entah apa yang dipikirkannya. Maliki khawatir Latifah takut dengan ceritanya. Ia khawatir latifah ngeri membanyangkan sakitnya perubahan diri menjadi Pulau.
"Yah," kata latifah sambil mengalihkan pandangannya ke wajah Maliki yang berdekatan dengan wajahnya. Maliki memeluk anaknya yang terbaring di tempat tidur. Senyum manis Maliki mencoba meyakinkan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan atau ditakutinya. "Kalau aku tidak patuh pada perintah Tuhan, apa tuhan akan menghukum aku."
"Kamu anak yang baik."
"Ini kalau saja, Yah. Bagaimana kalau aku tidak patuh?"
"Kamu akan jadi anak yang patuh, Fah."
Lama Latifah berpikir. Dia tidak mengerti mengapa ayahnya tidak menjawab pertanyaannya. Dia terlalu kecil untuk membaca kerumitan pikiran ayahnya. Pikiran kecilnya terlalu lugu untuk mengarungi pikiran orang dewasa yang selalu punya banyak pertimbangan.
"Ya, ini kalau. Kalau anak Ayah tidak patuh, bagaimana?"
"ayah akan berdo'a kepada Tuhan agar Latifah di ampuni-Nya."
Latifah diam lagi. Lalu, "Kenapa, Yah?" tanyanya sambil memainkan kerah baju ayahnya.
"Karena Ayah sayang Latifah."
"Kenapa, Yah?" lanjut Latifah.
"Kenapa Ayah sayang kepadamu?"
Latifah mengangguk.
"Itu kewajiban orang tua, Fah."
"Apa disuruh Tuhan?"
"Ya, Tuhan menyuruh manusia berbuat baik sesama manusia. Orang tua sayang kepada anaknya dan anak sayang kepada orang tuanya."
Latifah berpikir lagi. Kemudian, "Kalau begitu, warga tempat keluarga itu tinggal juga tidak patuh, ya, Yah?" Terkejut Maliki mendengar perkataan anaknya.
"Kenapa Fah?"
"Mereka tidak patuh kepada perintah Tuhan. Mereka juga tidak mau membantu keluarga itu. Apa warga tadi juga di hukum Tuhan, Yah?"
"Ayah tidak tahu."
"Apa warga tidak mau menolongnya karena warga disana juga orang-orang yang tua renta, Yah?"
"Entahlah, Fah." Kata Maliki sambil mengusap pipi Latifah yang dihinggapi nyamuk. Mata anaknya hampir tertutup. Kantuk makin terasa menguasai dirinya.
"Apa ayah yakin yang menjadi Pulau itu istri penangkap ikan. Bukan warga yang lain, Yah?"
"Ayah tidak begitu yakin, Fah. Ini cerita orang."
Latifah terlelap dengan seulas senyum tercipta di bibirnya.

Penulis: Siswari


Renungan Hidup Di Dalam Kesalehan

Baca: 1 Timotius 4:1-16

"Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya." (1 Timotius 4:10)

Sebagai orang percaya kita harus mengerti bahwa ada jaminan berkat khusus dalam hidup kita jika kita menuruti firman Tuhan dan hidup saleh di hadapanNya. Oleh sebab itu kita harus melatih diri untuk hidup saleh dengan cara memelihara ibadah kita kepada Tuhan.  Sebegitu pentingkah ibadah? Alkitab berkata, "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ayat 8). Jadi, ibadah itu mengandung janji!

Lalu, apa arti kesalehan? Kesalehan berarti hidup bagi Tuhan dan melakukan apa yang difirmankanNya. Memiliki hidup yang saleh berarti hidup menjadi teladan bagi semua orang, "...dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (ayat 12). Hidup bagi Tuhan selalu memberi keuntungan. Janganlah menganggap bahwa semua janji Tuhan itu hanya untuk hidup yang akan datang. Tuhan memiliki rencana di dalam hidup kita saat ini, bukan hanya waktu kita berada di sorga. Tuhan tidak hanya rindu untuk menyelamatkan kita, tetapi Dia menginginkan kita membawa kemuliaan bagi namaNya. Dia ingin agar setiap orang dapat melihat kemajuan kita karena kita hidup bagi Dia.

Hidup saleh bukan halangan bagi kita untuk sukses; sebaliknya ada keuntungan dalam segala hal. Ada jaminan berkat bila kita hidup bagi Tuhan: berkat-berkat rohani di dalam sorga (penebusan, perlindungan, damai sejahtera, kekayaan dan sebagainya) dikaruniakan kepada kita. Karena kita sekarang adalah milik Allah maka kita pun harus hidup dalam kesalehan. Paulus berkata, "Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri. Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:18-20).

Hidup saleh adalah kunci untuk mengalami berkat-berkat Tuhan!

Renungan Masih Di Beri Kesempatan

Baca: Galatia 6:1-10

"Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya." (Galatia 6:7a)

Seringkali kita berpikir apabila kita berhenti atau tidak lagi melakukan dosa, beres sudah segala persoalan, kita tak usah membayar harganya. Firman Tuhan menegaskan: "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diriNya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya." (Galatia 6:7). Sesungguhnya, Dia adalah Tuhan yang penuh kesabaran. Bila seseorang berdosa kepadaNya tidak segera diberiNya ganjaran. Dia selalu menunggu ia bertobat dan sadar akan segala perbuatannya. DibiarkanNya mereka terluput dari ganjaran dengan tujuan agar orang itu cepat bertobat.

Kita hidup di zaman Roh Kudus yang berlainan dengan zaman Perjanjian Lama. Pada zaman Perjanjian Lama secepet orang berbuat dosa, secepat itu pula menerima ganjarannya. Di zaman Roh Kudus ini Tuhan penuh anugerah dan kesabaran, sehingga setiap orang punya banyak kesempatan untuk bertobat. Berbahagialah kita sebagai anak-anakNya, karena apabila kita berbuat dosa Roh Kudus akan selalu mengingatkan kita agar kita tidak mengulangi dosa itu. Dikatakan: "...Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26).

Tapi banyak di antara kita yang kurang peka terhadap peringatan Roh Kudus. Kita tetap melakukan dosa dan terasa berat sekali untuk berhenti. Dosa-dosa tetap diperbuat tapi ganjaran belum akan diterimanya secara langsung seperti di zaman Perjanjian Lama. Kemudian kita berhenti berbuat dosa, tapi kelakuan dan perbuatan dosa kita di masa lampau itu tetap harus dibayar harganya. Jadi penderitaan yang kita alami saat ini adakalanya sebagai akibat dari perbuatan dosa di masa lalu. Dosa sudah diampuni tapi ganjaran tetap harus kita rasakan.

Kita tak mungkin dapat melarikan diri dari akibat perbuatan di masa lalu ini yang disebut dengan istilah ganjaran. Memang pengampunan selalu diberikan Tuhan dan pemulihan hubungan dengan Allah dapat dibina lagi dengan baik. Akan tetapi satu-satunya cara untuk menjalani dan mempersingkat waktu berlakunya masa ganjaran ialah tunduk dan menyerah kepada Tuhan.

"...Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9)

Renungan Dukacita Yang Mendatangkan Kebaikan

Baca: 2 Korintus 7:8-16

"Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian." (2 Korintus 7:10)

Perjalanan hidup kita adalah bak sebuah proses. Seperti sebuah benda yang begitu indah dan berharga mahal, tidak ada yang dihasilkan secara kebetulan. Semuanya dihasilkan melalui suatu proses yang tidak mudah: diolah, diremukkan, dibentuk. Begitu pula kita yang harus melewati berbagai tekanan, kesulitan, masalah dan juga penderitaan, yang kesemuanya itu membawa kita kepada dukacita. Namun bila kita mampu menguasai diri dan me-manage-nya dengan baik, serta membiarkan tangan Tuhan bekerja dalam hidup kita, kehidupan kita akan menjadi luar biasa dan berbeda.

Tuhan tidak menghendaki kita bersedih atau berduka karena masalah yang ada. Justru Dia ingin memakai dukacita yang kita alami ini sebagai sarana membawa kita pada sebuah kehidupan yang lebih baik lagi. Maka dari itu firmanNya mengatakan: "Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur." (Matius 5:4). Tidak semua bentuk dukacita dapat membawa kebaikan; hanya ketika membawa dukacita itu kepada Tuhan, maka dukacita itu akan menjadi kebaikan bagi kita. 

Lalu, dukacita yang bagaimanakah yang dapat membawa kebaikan dan menjadikan kita diberkati? Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang seorang Farisi dan pemungut cukai (baca Lukas 18:10-14).Kita bisa melihat perbedaan sikap hati di antara keduanya. Pemungut cukai sangat berdukacita atas dosa-dosa yang telah ia perbuat; ia merasa hina dan tidak layak menghadap Tuhan. Itulah sebabnya "...pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu (orang Farisi - red.) tidak." (Lukas 18:13-14).

Tanpa adanya perasaan dukacita dan penyelesalan tidak akan pernah ada pertobatan. Dan tanpa pertobatan kita pun tidak akan pernah menerima anugerah pengampunan dan kasih karunia dari Tuhan.

Pemungut cukai disebut sebagai orang yang berbahagia, karena dukacitanya atas dosa membawanya mengalami pengampunan dan pembenaran oleh Tuhan.

Cerpen Ulat Anggur dan Mawar Putih


     Dahulu kala di sebuah desa yang damai dengan raja dan ratu yang hidup di istananya yang besar hiduplah seorang putri yang amat cantik dan baik hati, jiwanya seputih kelopak melati yang baru bermekaran di pagi hari, juga sikapnya yang suci sebening embun yang menetes dari daun bunga lili.

     Suatu pagi yang indah dengan sinar mentari yang masih malu-malu untuk nampak, juga suara-suara jangkrik yang mengiringi dinginnya embun pagi. Launa, sang putri yang cantik itu bersama beberapa pengawal kerajaan yang selalu menyertainya dikala ia berjalan-jalan di luar istana hanya untuk sekedar melihat-lihat rakyatnya yang selalu tunduk dan santun.

     Setelah berjalan-jalan cukup jauh, mereka sampai di sebuah ladang anggur, dimana tinggal sepasang kakek dan nenek juga seorang anak laki-lakinya, Loki, yang rajin dan selalu membantu kedua orang tuanya itu menanam, merawat dan memanen anggur-anggur yang telah masak.

"bolehkah aku mencoba untuk memanen anggur-anggur itu wahai kakek dan nenek?" tanya tuan putri itu dengan segala kelembutan suaranya, "tentu dengan senang hati tuan putri bisa mencobanya" jawab si nenek diiringi senyum, begitu pula dengan si kakek.

     Setelah matahari meninggi, dan panas mulai menyengat kulit, para pengawal pun mengajak tuan putri untuk kembali ke kerajaan, walaupun ia masih ingin berlama-lama bermain di luar. "bolehlah tuan putri datang kembali esok pagi untuk bermain dikala udara masih terasa sejuk sehingga sang mentari tidak akan menyengat kulit putih mu itu" kata Loki dengan sopannya.

     Mereka pun kembali ke kerajaan, sesampainya disana dengan gembira hati atas pengalaman barunya, sang putri bercerita kepada ibu dan ayahnya tentang apa yang ia lakukan, tapi karena rasa khawatir akan terjadi apa-apa dengan anak satu-satunya itu, mereka tidak terlihat senang dengan apa yang dilakukan anaknya.

     Keesokan pagi setelah sang bulan memudar dan burung mulai bernyanyi kembali, dengan tidak sabar, sang putri dan tidak lupa beberapa pengawalnya langsung menuju ladang anggur di selatan istana itu. Dengan senyum kakek nenek itu menyambutnya, disana sang putri belajar merawat dan memetik anggur.

     Di sana juga ia bisa bercanda dan tertawa lepas dengan teman barunya, Loki yang baik hati. Ia juga sering bertukar cerita antara hidup di ladang dan di istana, tidur di ranjang kayu dan tidur di kasur yang empuk, makan roti dari gandum kualitas rendah, dan roti dari gandum pilihan terbaik.

     Hari itu ia bermain sampai sore, pengawal-pengawalnya sudah ia suruh pulang terlebih dahulu, kini ia berjalan menuju istana di temani oleh Loki, temannya yang baik itu. Setelah sampai di istana, sang raja nampak menunggu putri tercintanya di depan gerbang, namun dengan wajah yang tampak tak senang. "apakah engkau memperlakukan putriku dengan sebaik-baiknya perlakuanmu, hai petani anggur?" tanya sang raja pada Loki, "dengan segala hormat yang mulia, bolehlah kiranya sang putri yang bercerita" jawabnya dengan sopan sambil membungkukkan tubuh. Setelah itu ia kembali ke perkebunan anggur tempat dimana ia tinggal.

     Hari-hari yang dahulu terasa membosankan kini tak lagi dirasa setelah sang putri itu mengenal kakek dan nenek juga seorang anaknya yang berkerja sebagai petani anggur itu, ia bisa bermain, tertawa, bercerita, bahkan ia merasakan mempunyai keluarga baru yang benar-benar membuatnya hidup, tak seperti di istananya dimana ibu dan ayahnya selalu sibuk dengan takhta dan urusan kerajaan lainnya.

     Tanpa disadari, setelah sekian bulan sang putri dan Loki si petani anggur itu selalu bersama mengisi hari-hari, cinta tumbuh di antara mereka, rasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, dimana segala kebahagiaan dan rasa kangen selalu memaksa untuk tetap bersama, dimana siang dan malam adalah sama karena rindu yang meneranginya.

     Namun cinta itu bukanlah sesuatu yang harus bisa di persatukan, apa lagi mereka adalah kedua insan yang bagaikan bumi juga matahari. Sang raja nampaknya tidak setuju jika putrinya yang dihormati seluruh rakyatnya itu ternyata menuai cinta dengan seorang anak dari petani anggur. "wahai putriku yang selalu aku sayangi, tidak kah kau tahu betapa terhormatnya dirimu? Dan bukankah kau mengerti apa yang bisa dilakukan seorang petani anggur yang tidak mempunyai apa-apa itu? Masih banyak diluar sana seorang pangeran pewaris takhta kekuasaan yang lebih besar dari istana ini yang bisa mencintaimu, juga menghidupi dirimu dan anak-anakmu kelak" kata raja sambil mondar-mandir di hadapan putrinya yang duduk tertunduk, "takhta tak pasti bisa membuat orang bahagia, tapi cinta selalu bersama kebahagiaan ketika ia menemui jalannya secara alami" jawabnya singkat lalu ia pun pergi menuju kamarnya.

     Hari-hari kedepan, sang raja tak mengizinkan putrinya untuk keluar istana, dan seorang raja dari istana di seberang sana mengirim pesan untuk menjodohkan anak laki-lakinya dengan putri tercintanya itu, dengan senang hati iya menyetujuinya.

     Hari itu, kabar tentang perjodohan sang putri mulai menyebar ke seluruh desa, juga Loki yang tak luput untuk mendengarnya dari orang-orang di pasar, tentang apa yang terjadi.

"rasa cinta ulat yang belum menjadi kupu-kupu kepada sekuncup mawar takkan bisa membuatnya mekar, nak" kata nenek petani anggur itu kepada anaknya yang sedang duduk menyendiri di bawah sinar sore.

     Esok adalah hari pernikahan sang putri, semua penghuni istana sibuk mempersiapkan acara yang akan berlangsung meriah itu, sang putri meminta izin kepada ayahnya untuk keluar dari kamarnya dan menuju ladang anggur tempat dimana belahan hatinya tertinggal disana, tempat dimana janji-janji manis pernah diucapkan disana, di bawah bayang-bayang pohon anggur, hanya untuk mengucapkan selamat tinggal.

"tidakkah engkau mencintaiku, Loki?" "aku mencintaimu dengan cinta yang kau tanamkan padaku" "tapi hari ini, dengan sepenuh-penuhnya maaf, bolehkah aku menebang apa yang telah aku tanam dalam hatimu sebelum api perpisahan membakar semuanya?" "tidak kah kau ingin mempertahankan apa yang telah tumbuh? Tidak ingin kah kau melihat ia berbunga lalu mekar dengan aroma wangi yang semerbak? Tidak kah kau biarkan aku berusaha untuk merawatnya, memperindahnya?" "dengan segala maaf, aku tak bisa, aku cinta padamu, tapi takdir berkata lain" kata sang putri sambil meninggalkan belahan jiwanya itu bersama pengawal-pengawalnya.

     Pagi itu pernikahan dimulai, seluruh rakyat bersorak gembira, mereka bebas bersenang-senang hari ini dan melupakan semua pekerjaannya, ini adalah hari yang besar, namun tidak bagi si petani anggur, ia tersenyum tapi tetap tak bisa menikmati harumnya bunga dari pohon-pohon cinta yang pernah ia tanam di hatinya.

     Semua rakyat datang ke istana untuk sekedar memberi ucapan, ada juga yang memberi sesuatu yang berharga yang mungkin bisa dipakai nantinya, begitu pun Loki, dengan setangkai mawar putih yang masih kuncup di tangannya. Sesampainya di hadapan sang putri ia berkata "tidaklah berguna ribuan batang kayu yang kutumpuk di halaman belakang, batu-batu yang ku pecah, juga atap-atap yang kubeli untuk kujadikan istana yang sama megahnya dengan milikmu hai tuan putri, Padahal semua ini hanya permasalahan waktu, namun kau menyerah begitu cepat, sehingga apa yang kita sebut cinta hanyalah kesia-sian belaka"

     Sejenak waktu terasa berhenti, tanpa disadari air mata membasahi wajah cantik itu "jadi apa yang kau lakukan setiap hari, menebang pohon, memecahkan batu, juga hal-hal yang aku anggap tak berguna kemarin adalah untuk itu? Mengapa tidak kau katakan sebelum semua ini terjadi?" tanya tuan putri dengan suara gemetar, "rasa cinta ulat yang belum menjadi kupu-kupu kepada sekuncup mawar takkan bisa membuatnya mekar, maka biarkanlah kupu-kupu lain hinggap untuk memekarkan mawar yang tak bisa menunggu itu" kata Loki sambil tersenyum sebelum pergi meninggalkan sang putri.

Penulis: Zikri Ari Santoso


Cerpen Peri Gigi Tania


     Tania adalah seorang gadis cilik yang rajin, baik, cantik, dan cerdas. Ia adalah anak yatim alias tidak punya ayah lagi. Ibunya, dia dan Tara, adiknya, kemudian tinggal bersama paman Joni dan tante Rani, om dan tantenya Tania.

     Suatu pagi, saat Tania sedang sarapan, ia merasakan sesuatu benda yang keras. Dia mengambil benda itu dan menyadari kalau giginya patah. Memang giginya masih gigi susu dan pasti akan berganti menjadi gigi tetap. Tetapi Tania tidak mengerti kenapa giginya patah. Maklumlah, Tania masih kelas dua SD.
"Huhuhu... Mama! Huhuhu... gigiku patah! Huhuhu... aku, kan, sudah rajin gosok gigi! Huhuhu..." tangis Tania.
"Tania, itu enggak apa-apa. Gigimu akan tumbuh lagi, kok!" seru mama. Tania tetap tidak suka kalau giginya patah. Dia berpikir akan menjaga lebih ketat giginya agar tidak patah lagi.

     Pagi ini Tania melihat bahwa giginya ada yang goyang. Ia segera berlari ke ruang belajar dan mengambil lem. Mama yang sedang membereskan buku-buku pelajaran di rak buku yang ada di ruang belajar kebingungan melihat tingkah Tania.
"Tania, untuk apa lem itu?" tanya mama.
"Lem ini untuk menempel gigiku, Ma" jawab Tania. Mama sangat kaget.
"Jangan, Nak, nanti gigimu bisa rusak! Gigimu nanti membusuk dan banyak cacingnya, lho!" kata mama menakut-nakuti Tania.
"Ah... Mama bohong! Lem ini, kan, cuma aku pakai sedikit! Gak bakalan membusuk, deh!" seru Tania.
"Hahaha... Kakak aneh, deh! Masa gigi mau ditempel pakai lem! Hahaha..." tawa Tara. Anak laki-laki yang kelihatan usil ini rupanya sering membaca buku tentang kesehatan di perpustakaan sekolah. Tara rajin juga, ya!
"Hmm..." Tania menggumam gak jelas. Ia meletakan lem yang ada digenggamannya ke atas meja. Tania mau mengalah karena malu terhadap adiknya. Dia tetap mencari cara agar giginya yang goyang bisa normal kembali.

----

"Rani, tahu gak si Tania udah agak aneh? Masa giginya mau ditempel pakai lem!" seru mama ke tante Rani, adik kandungnya.
"Ha? Yang benar, Mbak? Jangan mikirin yang aneh-aneh, deh!" kata tante Rani gak percaya.
"Enggak, Tante! Mama gak bohong, kok! Tara juga lihat kejadiannya!" seru Tara meyakinkan.
"Wah, kalau gitu kita harus membuat Tania tidak kesal lagi sama giginya yang goyang!" usul tante Rani.
"Iya! Aku punya rencana, nih, Ran!" seru mama. Mama lalu membisikan rencananya ke Tara dan tante Rani.
"Oke! Nanti malam Mbak lakukan rencana kita, ya!" seru tante Rani. Mama mengangguk.

----

     Tok... tok... tok... pintu kamar Tania diketuk seseorang. Tania yang sedang asyik membaca buku dongeng 'Cinderella' membukakan pintu kamarnya.
"Sayang, kamu mau Mama bacakan dongeng?" tanya mama sambil mengelus rambut Tania.
"Mau, Ma! Ceritanya tentang apa? Judulnya apa? Ceritanya seru, gak?" kata Tania tak sabaran.
"Baik! Kita mulai ceritanya! Judulnya adalah 'Peri Gigi' peri yang sangat baik!" seru mama.
"Wah, bacain sekarang, Ma!" seru Tania senang.

"Di sebuah taman, hiduplah berbagai macam peri. Mereka mempunyai pekerjaan masing-masing. Ada peri pembuat makanan, peri pembuat sepatu, peri penjaga istana, peri pengembala, dan masih banyak lagi. Di antara semua peri, ada seorang peri yang suka pergi ke rumah-rumah manusia. Dia akan menukar gigi anak kecil dengan mainan atau benda yang diinginkan anak itu.

     Peri gigi sebenarnya berprofesi sebagai peri kerajinan tetapi, ia tetap rajin ke rumah-rumah manusia. Peri gigi yang baik hati bisa mengabulkan permintaan si anak jika anak itu mengirim surat bertulis keinginan si anak. Kertasnya harus bagus dan di amplopnya ada nama anak ini. Peri gigi akan membaca surat dan menyiapkan hadiah untuk anak itu!" kata mama yang sedang bercerita.
"Lalu, gigi anak-anak yang patah mau diletakan dimana sebagai ganti dari hadiah yang diberikan oleh peri gigi?" tanya Tania.
"Letakan saja giginya ke dalam botol atau plastik kecil lalu diletakan ke bawah bantal!" jawab mama.
"Ooo... gitu, ya? Aku mau coba, Ma!" seru Tania.
"Boleh! Besok Mama akan membelikan botol kecil untuk percobaan kamu, Tania!" balas mama. Mama mematikan lampu kamar Tania dan menutup pintu kamar Tania rapat-rapat.

----

"Tania ini botol yang kamu minta!" seru mama sambil menyerahkan sebuah botol kecil untuk Tania. Tania melompat-lompat karena saking senangnya.
"Asyik! Kebetulan gigiku ada yang patah!" seru Tania seraya meletakan giginya ke dalam botol yang sudah dibeli mama. Dia mengambil kertas dan amplop lalu menulis surat.

Untuk Peri Gigi
Dari Tania Salsabila
Peri gigi, aku mau minta mainan rumah-rumahan yang besar dan bagus. Rumah-rumahannya kalau bisa yang ada empat orang dan seekor anjing kayak punya kawan-kawanku, ya, peri gigi! Aku mohon kabulkan permintaanku, peri gigi!

Tania meletakan surat dan giginya ke bawah bantalnya sebelum ia tidur. Ia membaca doa dan kemudian tertidur.

     Pagi ini, Tania melihat sebuah rumah-rumahan yang sangat cantik dan mirip seperti permintaannya. Dia mengangkat bantalnya dan menyadari bahwa gigi dan surat miliknya sudah hilang.
"Hore! Peri gigi datang mengunjungiku!" teriak Tania senang "Mama! Peri gigi tadi datang!"
"Oh, ya? Baguslah, Nak! Mama ada beli botol mirip botol yang kemarin, lho!" kata mama sambil menyerahkan botol kecil mirip botol yang lama.
"Ya! Aku akan melakukan percobaan ini lagi!" seru Tania. Dia sangat senang.

     Sudah dua minggu Tania mendapat hadiah dari peri gigi. Giginya banyak yang patah. Dia menyadari hanya sisa satu gigi susu yang belum patah. Ia berpikir apa hadiah terakhirnya. Ia tak mau menyia-nyiakan hadiah terakhirnya.
"Hmm... aku harus meminta sesuatu yang berharga! Apa, ya, benda yang belum aku punyai?" gumam Tania "Aha! Aku tahu apa yang paling kuinginkan!" Tania menulis sebuah surat.

Untuk Peri Gigi
Dari Tania Salsabila
Peri gigi, ini adalah permintaan terakhirku. Gigiku tak akan ada yang patah lagi kecuali dicabut. Aku ingin kamu menunjukan dirimu! Kumohon kali ini saja! Kumohon! Aku janji tidak akan memberi tahu siapa-siapa!

Seperti biasa, Tania meletakan surat itu dibawah bantalnya. Ia pun membaca doa dan tertidur.

     Krasak... krusuk... terdengar suara ribut di kamar Tania. Tania membuka matanya dan menatap ke segala arah. Si... si... siapa itu? pikir Tania ketakutan. Ia melihat sebuah bayangan. Ia menatap lekat-lekat bayangan itu. Ah... itu Mama, Tante Rani dan Tara! pikir Tania.
"Mama, Tante Rani, Tara? Ada apa disini?" tanya Tania. Ketiga bayangan yang merupakan peri gigi bagi Tania itu menghampiri Tania.
"Ya, Nak! Kami yang menjadi peri gigi kamu!" seru mama sambil mengelus rambut Tania.
"Semua benda itu kami yang beliin!" kata Tara. Ia melompat ke kasur kakaknya.
"Kami tahu ini adalah gigi terakhirmu, jadi kami akan memberikan buku cerita peri gigi ini!" seru tante Rani sambil menyerahkan buku cerita yang judulnya 'Peri Gigi dan Gigi Anak-anak!'. Tania senang sekali.
"Hisk... terima kasih, ya, semuanya! Hisk... kalian memang peri di duniaku! Hisk..." isak Tania terharu.
"Ya, Tania! Kami semua sayang padamu!" balas tante Rani. Semuanya memeluk Tania.
"Ma, semua gigiku Mama buang kemana?" tanya Tania kembali ceria.
"Ha? Gigi? Gigi apa? Kami gak pernah mengambil gigimu! Setiap hari kami hanya melihat surat saja!" seru tante Rani.
"Lho? Jadi yang ngambil gigiku adalah peri gigi? Siapa yang ngambil gigiku?" tanya Tania heran.
"Emangnya peri gigi itu ada, ya?" kata Tara.
Hehehe... kalau kita lanjutin terus cerita ini, gak bakalan ketemu, deh siapa yang ngambil gigi Tania. Jadi ceritanya sampai sini saja, ya! Bye... see you...

Penulis: Dewi Candra Putri


Cerpen Janeta a Hero


     Mentari mulai redup, dan menghilang di ufuk barat. Menambah indahnya negeri hijau, yang penuh kedamaian dan keindahan negeri ini. Negeri ini merupakan negeri ideal, karena selain indah negeri ini juga bebas dari polusi. Tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggilku, dan menghentikan lamunanku. Sebenarnya sedari tadi aku menunggunya, dan benar saja yang datang adalah ayahku. "ayah akhirnya kau pulang", ucapku sambil berlari memeluk ayah. Sudah 2 bulan ayah tidak pulang, karena bertugas di ibukota. "ayah-ayah mana oleh-olehku", rengek adikku yang berumur 4 tahun. "iya ini untukmu, dan ini untuk Janeta", pinta ayah sambil membagikan oleh-olehnya. "ayah apa besok ayah akan pergi kembali", tanya ibu kepada ayah "tentu tapi setelah itu ayah akan bertugas kembali di kota ini",

     Aku membuka oleh-olehku dan ternyata isinya adalah sebuah skateboard yang sangat aku inginkan dari dulu. Dan adikku mendapatkan sebuah tas sekolah, "ye... terima kasih ayah", ucapku kegirangan. "yah kenapa aku medapatkan tas", pintanya merengek-rengek. "Sebentar lagi kan kamu masuk sekolah jadi sebaiknya oleh-olehnya adalah tas".
Setelah itu, aku menuju lantai 2 rumahku dan menuju kamarku. Kamarku menjadi satu dengan adikku, karena dia masih belum berani tidur sendirian.

     Keesokan harinya, "Janeta bangun sayang kan hari ini kamu ada kemping", pinta ibu sembari membangunkanku. Aku berjalan menuju kamar mandi, dan setelah itu sarapan bersama ayah, ibu dan juga Sam adikku. "kakak mau kemana", tanya Sam kepadaku "kakak akan pergi, tidak lama kok hanya 3 hari". Setelah itu aku pergi ke sekolah dan segera menuju tempat kemping.

"Janet, aku gak sabar nih", gerutunya berulang kali, "iya-iya", sesampainya disana, kami segera mendirikan tenda. Sampai malam tiba, dan... petualangan dimulai, ketika aku hendak mencari ranting untuk api unggun bersama Ririn teman dekatku. Tiba-tiba hujan turun, kamipun mencari tempat berteduh. "aduh hujan, gimana ini Janet", tanya Ririn resah, "sudahlah... lihat itu ada gua mari kita berteduh", pintaku sambil berlari menuju gua itu. Kami masuk gua itu, tak disangka didalam gua itu terdapat pintu yang bertuliskan. Pintu Negeri Bunga. Kami memutuskan untuk masuk kedalamnya, dan melihat bunga-bunga yang tersebar luas di semua tempat. " \Janeta, kita ada dimana", tanya Ririn ketakutan.
"selamat datang di negeri Bunga",
"si... si..apa kau, dan dimana kami", tanyaku kepada pria misterius itu,
"aku pangeran Peter dan kalian ada di negeri Bunga",
"negeri bunga, tapi kami berasal dari negeri hijau", kataku
"iya, aku tau kau dan temanmu adalah orang pilihan untuk mengeluarkan kami dari kesengsaraan", gumam Peter panjang lebar.

     Diapun mengajak kami kesebuah Castel besar dan megah tempat tinggalnya. "wah ini sangat megah", kata Ririn, "Flori bawakan mereka makanan", perintah Peter kepada pelayannya. Setelah itu dia menjelaskan bahwa kerajaannya dalam bahaya. Itu semua terjadi karena Penyihir jahat Hanna, dia menghancurkan kota dan mengurung keluarganya. Hanna melakukannya karena, ia ingin balas dendam dengan Raja yang telah merusak hidupnya. "jadi itu yang terjadi, apa yang bisa kami bantu", pinta Janeta. "kalian melakukannya bersama Alfred panglima perang kami, dialah yang akan menuntun kalian". Keesokan harinya kami segera memulai perjalanan panjang kami.
"kita akan kemana panglima", tanyaku
"panggil aku Alfred",
"baik Alfred", kataku
"kita akan menuju Hutan Terlarang dan mendapatkan bunga ajaib",
"bolehkan aku bertanya", tanya Ririn
"tentu", jawabnya
"kenapa kalian memilih kami", tanyanya lagi
"karena menurut legenda hanya bangsa negeri hijaulah yang bisa menolong kesengsaraan kami",

     Setelah itu kami berhenti di sebuah kota bernama Blackcity. Kota ini penuh dengan penjahat dan perampok, kami berhenti sejenak dan menyewa penginapan. "Janeta, aku rindu ayah dan ibu",
"aku juga Ririn. Tapi negeri ini bergantung di tangan kita", jawabku penuh percaya diri
Disisi lain di Istana Flower yang dipimpin oleh Penyihir Hanna, sudah tau siapa yang akan menjadi penghalangnya. "yang benar saja, anak berusia 14 tahun menjadi pahlawan", katanya sambil tertawa melihat bola Kristal ajaibnya. "benar baginda, apa yang harus kita lakukan", tanya seorang laki-laki bertubuh kecil dan pendek. Hanna pun merencanakan sesuatu.

     Keesokan harinya di kota Blackcity, Janeta, Ririn dan Alfred sedang menyiapkan perlengkapan untuk perjalanannya nanti.
"Janeta, setelah ini kita kemana", tanya Ririn kepadaku
"kitakan akan pergi ke hutan terlarang", jawabku
"aku jadi takut nih", kamipun memutuskan untuk pergi lebih awal. Agar kami datang tepat waktu, jalan bekelok-kelok kami lewati. Tanpa terkecuali jalanan yang berbahaya, tiba-tiba kami dihadang pasukan berkuda tepat di tengah hutan terlarang. "kalian tidak boleh kemari", kata seseorang yang membawa pedang besar. "kalian adalah utusan penyihir Hanna bukan", tanya Alfred marah. Terjadi pertarungan sengit antara Alfred dan 7 pasukan berkuda. "aku takut Janeta", aku bingung dan ketakutan. Aku melihat sebuah cahaya dari sepucuk bunga. Apakah itu bunga ajaib? pintaku dalam hati, aku mengambilnya dan seketika berubah menjadi sebuah pedang ajaib. Tanpa pikir pajang aku membantu Alfred mengalahkan musuh. Hingga pasukan itu tinggal satu orang, dan dia lari dan menghilang. "kau hebat Janeta", katanya dengan nafas terengah-engah. "apakah ini bunga ajaib", tanyaku.
"benar itu bunga ajaib, kau adalah prajurit sejati",
Kamipun melanjutkan perjalanan ke Istana Flower untuk mengalahkan Hanna sang penyihir jahat.

"maaf baginda tapi pasukan kami kalah", pintanya
"bodoh, cepat penggal dia", diapun melihatku dari kristal ajaib, dan melakukan sesuatu. "kau tadi sangat hebat Janeta", kata Ririn memujiku. "lebih baik kita dirikan tenda disini karna hari mulai malam", kamipun mendirikan tenda di pinggir danau. Badan yang sangat lelah dan pegal membuat kami cepat tertidur. Keesokan harinya, sebelum berangkat kami membuat rencana untuk mengalahkan Hanna. "sebentar lagi kita akan sampai, tetaplah waspada", pinta Alfred
"apakah kita akan berhasil Janeta", kata Ririn. Tapi aku tidak menjawab, dan terlihat sebuah bangunan besar nan megah berhias berlian-berlian yang cantik. Dan terlihat pula diatas istana itu sesosok wanita yang memakai sebuah jubah berwana hitam dan sebuah Kristal ajaib. "apakah dia Hanna sang penyihir jahat", tanyaku, dan Alfred hanya mengangguk.
"selamat datang di istana Flower, kalian akan bersenang-senang cepat bunuh mereka",
Aku memohon kepada Bunga ajaib agar berubah menjadi pedang dan baju perang. Ternyata berhasil aku segera memakainya dan bertempur melawan mereka.

     Ketika Alfred sedang bertarung, tiba-tiba sebuah bola merah menuju aku, dan..." tidak...", Ririn mendorongku hingga jatuh dan bola itu mengenainya. "Ririn bangun, bangun Ririn", kataku sambil menangis. "dia akan selamat jika kau bisa membunuh Hanna dan memakai mahkota dewa", tanpa pikir panjang aku berlari menuju Hanna, dan bertarung denganya. Dia mengeluarkan sebuah tongkat dan menjadikannya sebuah Panah. "kau akan mati... ha...ha...ha...", dia menggunakanya untuk mengincarku, tapi bukan aku yang terkena, tapi Afred. "jangan-jangan lagi, cukup aku akan membunuhmu", aku berlari, mengincar hanna. Aku melihat sebuah Kristal tepat di tengah dadanya. Aku berpikir mungkin itulah kelemahannya, aku bergerak sangat lincah walaupun dia mengenai lenganku. Dan kuayunkan pedangku ke arahnya, dia menjadi seekor burung hantu dan hancur menjadi serpihan debu. Aku bergegas menuju Aula dan mencari dimana letak Mahkota dewa. "dimana, mahkota dewa", aku melihat seseorang berteriak padaku "ada di dalam kota merah itu, cepat kau tidak punya banyak waktu", teriak gadis yang seumuran denganku.

     Aku membuka kota itu, dan melihat sebuah mahkota yang sangat berkilau, aku memakainya di atas kepalaku. Dan tiba-tiba sinar putih berputar di dekatku dan mengubah bajuku. Aku mengenakan sebuah gaun indah dan mahkota di atas kepala. "Janeta kau berhasil", teriak Alfred. "Alfred", aku memeluknya dengan bercucuran air mata. "Janeta", pinta Ririn. "Ririn kau selamat",
"selamat atas kemenanganmu".

     Setelah itu pesta besar terjadi di Istana, tapi kami harus pergi. Alfred mengantar kami ke pintu dimana kami datang. Kamipun memasukinya, dan kami kembali ke goa yang kami datangi. Dan kami segera kembali ke perkemahan. Setelah 3 hari kami pulang, ke rumah dan kami memutuskan untuk merahasiakan hal itu semua.

Penulis: Dini Aprilia Purnamasari


Featured post

Melihat Melalui Mata yang Berbeda

Melihat Melalui Mata yang Berbeda Aku melihat melalui matamu. Dan ketika saya melakukannya, dunia semuanya biru, ungu dan hijau. Warnanya s...